Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi menyebut, pemberian insentif pajak mobil dan sektor properti bagaikan dua sisi mata pisau. Selain mendorong peningkatan konsumsi masyarakat, insentif ini bersamaan juga akan menjadi masalah baru di lapangan.
Masalah tersebut datang karena masyarakat diharuskan menungggu mobil dalam waktu empat sampai dengan lima bulan lamanya. Hal ini akibat tingginya permintaan atas mobil baru. Sementara barang atau produksi mobil tersebut belum tersedia.
Baca Juga
"Karena pajaknya rendah, mereka itu sekarang mastiin dan mobilnya nunggu empat bulan lima bulan ini juga menjadi permasalahan buat Kementerian Perdagangan, menjadi permasalahan buat saya," ujarnya dalam acara dialog 'Konsumen Berdaya Pulihkan Ekonomi Bangsa', secara virtual, Selasa (20/4).
Advertisement
Mendag Lutfi mengatakan, jika konsumen harus menunggu dengan waktu yang lama maka akan merugikan. Karena kebanyakan masyarakat sudah membayar uang muka untuk pembelian mobil tersebut.
"Dan kalau suruh tunggu sesuatu yang tidak ada kepastian yaitu menyebabkan konsumen itu tidak mempunyai confident untuk belanjain yang sedang kita pacu untuk kita perbaiki," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Stimulus dan Diskon Pajak Bantu Dunia Usaha Pulih dari Pandemi
Pemerintah telah memberikan berbagai stimulus kepada masyarakat dan dunia usaha melalui APBN dalam rangka memaksimalkan momentum pertumbuhan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional. Salah satu stimulus yang diberikan kepada dunia usaha adalah relaksasi perpajakan.
“Dunia usaha itu salah satu yang kita bantu adalah dengan memberikan relaksasi pajak. Tujuannya untuk merelaksasi atau meringankan cash flow. Kalau meringankan cash flow berarti beberapa jenis pembayaran yang harusnya dilakukan bulanan, kita tunda,” kataWakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, secara daring dalam Squawk Box Indonesia, Jumat (16/4).
Pemerintah melakukan relaksasi pajak dengan menanggung PPh Pasal 21 dan relaksasi PPh Pasal 22 Impor. Harapannya, dunia usaha bisa tetap berproduksi, menjalankan bisnis, dan merekrut tenaga kerja.
“Selama Covid, perusahaan itu berusaha untuk tetap survive. Pemerintah membantu melalui dengan tidak perlu bayar pajak dulu untuk membantu cash flow-nya. Itu layer pertama,” ujarnya.
Layer kedua adalah mendorong demand. Pemerintah memberikan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk perumahan yang ditanggung pemerintah (DTP).
“Dengan tidak usah bayar pajak, konsumen nanti bisa beli mobil dengan harga lebih rendah. Permintaan untuk mobil jadi meningkat. Dengan meningkatnya penjualan ini, kita berharap bahwa perusahaan mulai lagi proses produksi sehingga mempekerjakan tenaga kerja lagi, beli input lagi, dan seterusnya,” katanya.
Advertisement
Partisipasi Masyarakat
Karena relaksasi ini bersifat sementara dan ada batas waktunya, pemerintah mengharapkan partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan stimulus ini dengan sebaik-baiknya demi bersama memulihkan ekonomi nasional.
“Seluruh segmen dunia usaha, baik yang mikro kecil menengah maupun yang besar itu dipersilakan memakai relaksasi pajak. Ini bukan masalah perusahaan satu persatu tapi ini untuk seluruh perekonomian kita,” jelasnya.
Hingga saat ini, program pemulihan ekonomi masih terus dilakukan oleh pemerintah. Upaya ini perlu terus didorong lebih cepat melalui keberlanjutan kebijakan prioritas dengan program vaksinasi nasional, penguatan 3M-3T, serta dukungan kebijakan countercyclical program PEN 2021.
Sehingga diharapkan kondisi ekonomi berangsur normal, sudah ada pemulihan ekonomi yang game changer utamanya adalah vaksinasi. Ini harus jalan sama-sama. Vaksinasinya jalan sehingga confidence membaik, lalu kemudian kegiatan ekonomi juga berjalan.
"Karena mobilitas makin meningkat, jangan sampai meningkatkan penularan. Nah jadi balancing ini yang kita cari terus,” tutupnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com