Liputan6.com, Jakarta - Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengingatkan agar pemerintah segera menertibkan keberadaan truk over dimension over load (ODOL).
Di sejumlah daerah, dampak praktik truk ODOL dari sejumlah armada seperti dari Pelabuhan Tanjung Intan kerap menimbulkan kecelakaan lalu lintas di jalan layang (fly over) Kretek di Bumiayu.
"Sejak fly over Kretek difungsikan 2017 telah menelan korban 35 orang meninggal dunia dan sekitar 200-an orang mengalami luka berat atau cacat permanen," ujar Djoko dalam tulisannya, Rabu (23/6/2021).
Advertisement
Lanjutnya, Fly over (FO) Kretek sepanjang 830 meter dibangun dalam rangka menghilangkan perlintasan sebidang dengan jalan rel. Dalam waktu bersamaan dibangun 3 fly over yang lain, yakni FO Dermoleng (650 meter), FO Klonengan (1.011 meter), dan FO Kesambi (470 meter) . Pengemudi truk tidak mengenal karakter fly over Kretek dalam mengendarai kendaraan sehingga rawan terjadi kecelakaan.
Adapun jenis komoditi yang melintas di fly over Kretek selain komoditi yang berasal dari Kawasan Pelabuhan Tanjung Intan, masih ditambah barang bekas, pasir putih, dan kayu dari daerah lain di luar Kab. Cilacap.
Saat ini, kata Djoko, sudah terbangun 2 jalur penyelamat yang berjarak 200 meter dari batas akhir fly over Kretek dan 500 meter setelah jalur penyelamatan pertama mendekati jalan lingkar (ringroad) Bumiayu (Kab. Brebes). Namun hal ini belum menjamin daerah ini akan bebas dari kecelakaan lalu lintas. Bahaya akan kecelakaan lalu lintas akan selalu mengincar selama truk ODOL masih beroperasi.
"Audit keselamatan fly over Kretek sudah dilakukan dan hasilnya belum diketahui umum. Aliansi Save Fly Over Kretek bikinan masyarakat Bumiayu sangat berharap tidak akan terjadi lagi kecelakaan lalu lintas di sekitar fly over Kretek," katanya.
Di lingkungan Kemenhub, Ditjen Perkeretaapian (beralih menggunakan moda KA) dan Ditjenhubla (disediakan fasilitas penimbangan kendaraan di setiap pelabuhan) dapat mendukung Ditjenhubdat. Djoko berharap, pemerintah dapat memulai aksi pemberantasan pungli dan penertiban truk ODOL di Pelabuhan Tanjung Intan.
"Selanjutnya dapat dilakukan hal yang serupa di seluruh pelabuhan lainnya di Indonesia," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pelaku Usaha Tetap Minta Zero ODOL Ditunda Sampai 2025
Sebelumnya, para pelaku usaha mendukung langkah pemerintah agar Indonesia bebas Over Dimension and Over Load (ODOL). Namun, mereka meminta pemerintah menunda tenggat waktu implementasi tersebut dari rencana saat ini mulai 1 Januari 2023 menjadi 2025.
"Kami mohon relaksasi atau injury time dua tahun penerapan Zero ODOL, yang semula 2023 ke 2025. Hal ini mengingat dan memanfaatkan kondisi momentum pemulihan yang mulai positif di dalam negeri sementara pandemi global belum memperlihatkan perkiraan berakhirnya," kata Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan, dalam diskusi Warta Ekonomi pada Kamis (10/6/2021).
Yustinus mengatakan penerapan Zero ODOL di industri kaca, akan menaikan biaya logistik sebesar 23 persen. Dari pengalaman satu tahun terakhir ini, pemulihan bisnis membutuhkan waktu dua tahun.
Satu tahun untuk pemulihan operasional, pasar dan cash flow. Kemudian satu tahun lagi untuk pemulihan pemeliharaan yang tertunda dan rencana investasi. Sehingga, implementasi Zero ODOL pada 2023 dinilai memberatkan indsutri.
Kendati demikian, industri manufaktur khususnya kaca lembaran, sudah mulai melakukan persiapan menuju Zero ODOL. Hal ini termasuk tidak memakai truk berusia lebih dari 15 tahun, tapi modifikasi dan peremajaan atau investasi armada tertunda karena kontraksi bisnis.
Yustinus pun berharap agar ada solusi baru mengenai waktu implementasi Zero ODOL ini.
"Kami ingin ada peningkatan sinergi dengan koordinasi antar kementerian dan lembaga serta pelaku usaha agar solusi win-win seluruh pemangku kepentingan dapat terlaksana dnegan cepat dan tepat waktu, serta tepat biaya," tuturnya.
Advertisement
Harapan Pengusaha
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik - Gabungan Aosiasi Perusahaan Makanan dan Minuman (GAPMMI), Rachmat Hidayat. Ia berharap kebijakan Zero Odol bisa diimplementasikan mulai 1 Januari 2025.
"Melihat apa yang terjadi di 2020 kita terpuruk, mode kita survival, tidak rugi aja sudah syukur dan industri masih bisa berdiri meskipun banyak juga yang tutup. Kami tidak muluk-muluk, tolong beri kami napas," ungkap Rahmat.
Kondisi industri yang belum begitu baik, akan semakin tertekan jika kebijakan ini diimplemntasikan pada 2023. Hal ini terutama karena Zero Odol akan menaikkan biaya logistik.
Biaya logistik Indonesia berdasarkan data 2020, merupakan yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara dengan 23 persen terhadap Produk Domestik Buro (PDB).
"Sudah kita jangan terlalu paranoid, naiknya 50 persen saja, saya hitung dari 23 persen anggaplah 12 persen. Itu artinya ada angka nilai rupiah yang harus keluar oleh indsutri di Indonesia. Duit siapa yang mau bayar, mau dibebankan ke pengusaha semua? tutup pabrik kita semua," ungkapnya.Â