BKN Bantah Abaikan Arahan Jokowi dalam Proses TWK Pegawai KPK

Supranawa menyangkal anggapan jika BKN telah menolak arahan dari Presiden Jokowi dalam proses seleksi TWK pegawai KPK untuk menjadi ASN.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Agu 2021, 19:05 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2021, 19:05 WIB
Pelantikan Pegawai KPK Jadi Aparatur Sipil Negara
Pegawai KPK mengikuti prosesi pengambilan sumpah janji jabatan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021). Pelantikan 1.271 pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara dilakukan secara daring dan luring. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menegaskan, pihaknya tidak mengabaikan perintah Presiden Joko Widodo dalam proses Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS.

Presiden Jokowi sebelumnya sempat menghimbau, alih status pegawai KPK menjadi ASN jangan sampai merugikan para pekerja yang telah mengabdi di lembaga tersebut.

Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf menyanggah poin IV pernyataan Ombudsman RI (ORI) dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), bahwa pihaknya melakukan pengabaian terhadap amanat presiden.

"Kami keberatan. Dasarnya bahwa arahan presiden 17 Mei 2021 sesungguhnya sudah ditindaklanjuti dengan diselenggarakannya rapat koordinasi tindak lanjut hasil asesmen TWK dalam rangka alih status bertempat di BKN pada tanggal 25 Mei 2021," tuturnya dalam sesi teleconference, Jumat (13/8/2021).

Supranawa menceritakan, rapat koordinasi tersebut turut dihadiri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Ketua KPK, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

"Dalam rapat telah diambil keputusan, yakni bagi pegawai KPK yang MS (memenuhi syarat) telah ditindaklanjuti dengan penyerahan NIP (Nomor Indentitas Pegawai Negeri Sipil), pengalihan status dan pelantikan, serta akan diikutikan orientasi oleh LAN," paparnya.

"Adapun pegawai TMS (tidak memenuhi syarat) diikutsertakan pendidikan dan bela negara wawasan kebangsaan. Selebihnya yang 51 orang (tak lolos TWK) akan ditindaklanjuti oleh pimpinan KPK sesuai peraturan UU yang berlaku," terang Supranawa.

Atas dasar tersebut, Supranawa menyangkal anggapan jika BKN telah menolak arahan dari Presiden Jokowi dalam proses seleksi TWK pegawai KPK untuk menjadi ASN.

"Perlu saya sampaikan bahwa sesungguhnya yang bisa melakukan penilaian telah terjadi pengabaian terhadap arahan presiden adalah presiden sendiri dan pimpinan instansi. Oleh karena itu, kami sangat keberatan dengan kesimpulan ORI," tandasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ombudsman Ungkap Penyalahgunaan Wewenang dalam TWK Pegawai KPK

FOTO: Aksi BEM SI Tolak Pelemahan KPK
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM SI melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Kuningan Persada sekitar Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/6/2021). Mereka menolak pelemahan KPK melalui TWK yang berujung penonaktifan 75 pegawai termasuk beberapa penyidik. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan tiga hal dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, dalam proses pembentukan kebijakan, pihaknya menemukan adanya penyisipan aturan, penyimpangan prosedur, hingga penyalahgunaan wewenang dalam pembentukan aturan dalam TWK.

Menurut Robert, proses penyusunan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN dimulai sejak Agustus 2020 dan dilanjutkan pada tahap harmonisasi pada akhir Desember 2020 hingga Januari 2021.

"Saat itu, klausul TWK belum muncul. Klausul tersebut baru muncul pada 25 Januari 2021 atau sehari sebelum rapat harmonisasi terakhir," ujar dia dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).

Robert menyebut, Ombudsman mendapati proses panjang sebelumnya dan harmonisasi empat hingga lima kali tidak muncul klausul TWK mengutip notulensi 5 Januari 2021.

Robert mengatakan, dalam pembentukan Perkom 1 Tahun 2021, Ombudsman juga menemukan adanya penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang.

Menururtnya, berdasarkan Peraturan Menkumham Nomor 23 tahun 2018, harmonisasi selayaknya dihadiri oleh pejabat pimpinan tinggi dalam hal ini Sekjen atau Kepala Biro, JPT, pejabat administrast dan panja. Hal ini dipatuhi hingga harmonisasi pada Desember 2021.

Namun, dalam rapat harmonisasi terakhir pada 26 Januari 2021, yang hadir bukan lagi jabatan pimpinan tinggi atau perancang, melainkan para pimpinan lembaga.

"Ada lima pimpinan yang hadir, yakni Kepala BKN, Kepala LAN, Ketua KPK, Menkumham, dan Menpan RB. Sesuatu yang luar biasa," kata Robert.

Menurut Robert, yang menjadi persoalan lanjutan yakni Berita Acara Rapat Harmonisasi itu ditandatangani oleh pihak-pihak yang tidak hadir dalam rapat, seperti Kepala Biro Hukum KPK dan Direktur Pengundangan, Penerjemahan, dan Publikasi Peraturan Perundang-undangan Ditjen PP Kemkumham.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya