Liputan6.com, Jakarta Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menetapkan kenaikan rata-rata upah minimum 2022Â atau UMK sebesar 7 sampai 10 persen.
Hitungan ini mengacu pada survei lapangan dan pasar yang dilakukan KSPI tentang kebutuhan hidup layak buruh yang terdiri dari 60 item.
"Setelah dikalkulasi dari 60 item muncul kenaikan rata-rata antara 7 sampai 10 persen. Dengan demikian KSPI meminta pemerintah tetapkan UMK 2020 sebesar 7 sampai 10 persen," jelas Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Rabu (29/9/2021).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia besaran upah ini sesuai dengan melihat kondisi buruh yang terdampak pandemi Covid-19. Kenaikan upah dinilai bisa kembali membangkitkan daya beli buruh.
Besaran kenaikan 7-10 persen merupakan rentang kenaikan upah yang tiap daerah memiliki kisaran berbeda-beda.
"Pandemi pukul dan hancurkan daya beli buruh dan menyebabkan PHK dan untuk meningkatkan daya beli maka instrumen dengan menetapkan UMK," kata dia.
Â
Â
Â
Kepala Daerah Bisa Menetapkan Upah Minimum
Dia juga menegaskan jika menolak penetapan upah minimum pada 2022 memakai UU Omnibus Law Cipta Kerja dan aturan PP no 35 tahun 2021Â tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Pihaknya bahkan memastikan diri tidak mengikuti proses pembahasan dan penetapan UMK 2022 yang dasarnya menggunakan UU Omnibus Law dan PP 35 tahun 2021.
Selain meminta penetapan besaran kenaikan upah minimum 2022, KSPI juga menilai kepala daerah baik bupati atau walikota berhak menetapkan upah sektoral. Hak ini dikatakan tidak bertentangan dengan UU Omnibus Law.
Penetapan ini nantinya bisa mengacu pada peraturan daerah (perda). "Tidak ada kata-kata upah minim sektoral dilarang dalam UU Omnibus Law. Tidak ada ayat satupun yang menyatakan upah minimum sektoral dilarang dengan demikian perda tidak bertentangan sepanjang nilainya lebih baik dari UU," tegas dia.
Advertisement