Liputan6.com, Jakarta Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, rencana kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen pada April 2022 belum sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen di tahun depan.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2 persen berdasarkan APBN 2022, diasumsikan sebagai skenario optimis pemulihan ekonomi tahun depan. Secara proyeksi, Josua beranggapan, pemulihan ekonomi 2022 bakal berjalan cenderung lebih signifikan dibanding 2021 yang dipengaruhi oleh varian delta.
Baca Juga
Meskipun demikian, dia menegaskan, berdasar asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 tersebut, dampak dari kenaikan tarif PPN berpotensi membatasi pemulihan ekonomi cukup signifikan.
Advertisement
"Sehingga pandangan saya pertumbuhan ekonomi tahun 2022 diperkirakan berkisar 4,5-5 persen," ujar Josua kepada Liputan6.com, Selasa (5/10/2021).
Josua tak memungkiri, peningkatan tarif PPN menjadi 11 persen berpotensi mendukung peningkatan penerimaan negara dari pajak. Namun, ia mewaspadai kebijakan itu memiliki konsekuensi perlambatan pemulihan ekonomi.
"Karena peningkatan tarif PPN akan merefleksikan peningkatan harga barang dan jasa atau inflasi, sehingga berpotensi menghambat pemulihan daya beli masyarakat, khususnya 1-2 kuartal sejak penerapan tarif baru PPN," terangnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dorong Produktivitas
Oleh sebab itu, Josua berharap pemerintah dapat mendorong produktivitas dan efektivitas belanja strategis di kala tarif PPN naik.
Terutama pada anggaran program perlindungan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang notabene terkena dampak lebih signifikan dari pengenaan tarif baru PPN.
"Sementara, dampak kenaikan PPN sebesar 1 perse pada konsumsi masyarakat menengah ke atas cenderung marginal karena pola permintaan yang cenderung inelastis," kata Josua.
Advertisement