Liputan6.com, Jakarta - Penerbitan Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2021 tentang larangan menampilkan produk industri hasil tembakau (IHT) dinilai melampaui perundangan yang lebih tinggi. Penerbitan Seruan Gubernur (Sergub) ini bahkan disebut bisa memicu polemik yang luas.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) Sudarto menilai penerbitan Sergub ini hanya manuver politik yang berpotensi melanggar peraturan yang lebih tinggi.
Baca Juga
“Tujuannya apa kalau tidak mencitrakan bahwa rokok yang sejatinya legal dan ada regulasinya, seolah menjadi barang yang berbahaya. Apalagi dengan show off-nya Pemprov DKI yang mengerahkan Satpol PP,” katanya.
Advertisement
Menurutnya, alih-alih mengendalikan konsumsi tembakau, Sergub ini justru mematikan perdagangan dan industri. “Kalau sudah begitu, berarti buruh dan petani tembakau tidak boleh hidup,” tegas Sudarto.
Sementara iti. Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak mempertanyakan dasar dari Sergub tersebut.
"Kami mempertanyakan dasar dari aturan tersebut. Apakah yang menjadi dasarnya. Atau hanyaujug-ujug? Kalau mau diberlakukan harus dilihat dasarnya apa" ujar Gilbert.
Seruan tersebut dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada Juni lalu dan dinilai berdampak tidak hanya bagi industri ritel di sektor hilir, tetapi juga kepada jutaan petani tembakau dan cengkih.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dinilai Tak Tepat
Sebelumnya, seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Rokok masih mengundang banyak respons. Salah satu poin utama seruan ini adalah larangan memasang reklame dan display rokok, termasuk juga memajang kemasan produk rokok di tempat berniaga.
Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengatakan kebijakan tersebut kurang tepat dan tidak beralasan. Kebijakan tersebut dia nilai memperlakukan produk Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai barang ilegal.
“Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan kami semua patuh. Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi,” kata Tutum dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (7/10/2021).
Menurutnya, larangan menampilkan produk IHT dan zat adiktif akan menekan roda perekonomian yang saat ini masih jauh dari kata normal.
Selain itu, Sergub juga bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi yakni PP Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menyatakan bahwa produk rokok yang sah dan secara legal mendapatkan kepastian untuk dijual jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur seperti kemasan, kandungan produk, perpajakan, dan rentetan aturan lainnya.
“Kami juga tidak sembarangan menjual di mana saja, harus jauh dari tempat ibadah dan jangkauan anak-anak,” kata Tutum.
Dia juga menyayangkan seruan ini dikeluarkan tanpa sosialisasi, sehingga banyak pelaku usaha yang terkejut dengan kebijakan ini. Tutum juga berharap kebijakan ini dicabut karena bisa memberikan sentimen buruk bagi kepastian berusaha secara garis besar.
Advertisement