Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar yang menyebut jika utang tersembunyi Indonesia dari China digunakan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Namun kabar tersebut langsung dibantah oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.
"Kabar tersebut hoaks. Tidak ada sama sekali utang tersembunyi dari China untuk proyek Kereta Cepat, karena semua tercatat di PKLN Bank Indonesia," kata Arya, Sabtu (16/10/2021).
Arya pun kembali menekankan jika kabar tersebut tidak berdasar dan tendensius. "Jadi kabar yang mengatakan bahwa ada hutang tersembunyi dari China untuk proyek Kereta Cepat itu benar-benar hoax dan tendensius," lanjut dia.
Advertisement
Sebelumnya, lembaga riset Amerika Serikat (AS) AidData mengungkapkan, Indonesia memupuk utang dari China hingga total sebesar USD 34,38 miliar, atau setara Rp 488,9 triliun dengan kurs saat ini.
Laporan itu mengkaji jumlah penyaluran pembiayaan China kepada sejumlah negara berkembang melalui berbagai proyek selama kurun waktu 2000-2017. Indonesia disebut ada di posisi lima sebagai negara penerima utang terbanyak dari China.
Menanggapi laporan tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo coba menjelaskan utang tersembunyi dari China tersebut dari sudut pandang Pemerintah RI.
"Agar tidak simpang siur dan terang, kami jelaskan duduk soalnya. Informasi yg disampaikan kurang tepat dan rawan digoreng hingga gosong. Itu bukan utang Pemerintah tapi dikait-kaitkan," ujar Prastowo melalui akun Twitter @prastow, Jumat (15/10/2021).
Dia mengklarifikasi, hidden debt versi AidData tidak dimaksudkan sebagai utang yang tidak dilaporkan atau disembunyikan. "Melainkan utang nonpemerintah tapi jika wanprestasi berisiko nyrempet pemerintah. Jadi di titik ini kita sepakat, ini bukan isu transparansi," serunya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Utang dengan Skema B to B
Prastowo memaparkan, utang Indonesia tersebut dihasilkan dari skema Business to Business (B2B) yang dilakukan dengan BUMN, bank milik negara, Special Purpose Vehicle, perusahaan patungan, dan swasta. Dalam konteks ini, ia menyebut utang BUMN tidak tercatat sebagai utang dan bukan bagian dari utang yang dikelola pemerintah.
"Demikian juga utang oleh perusahaan patungan dan swasta tidak masuk dalam wewenang Pemerintah, sehingga jika pihak-pihak tersebut menerima pinjaman, maka pinjaman ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka," ungkapnya.
Advertisement