Indonesia Gandeng ADB Luncurkan Mekanisme Transisi Energi Berkelanjutan

ADB sedang melakukan analisis kelayakan implementasi ETM terhadap beberapa PLTU di Indonesia.

oleh Arief Rahman H diperbarui 04 Nov 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2021, 19:45 WIB
Sri Mulyani
Sri Mulyani menghadiri CEOs Forum yang diselenggarakan di Glasgow, Inggris (Foto: Instagram Sri Mulyani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia saat ini tengah menggenjot pembangunan infrastruktur energi berkelanjutan. Sebagai satu capaiannya, pemerintah telah menggandeng Asian Development Bank (ADB) dalam melakukan studi kelayakan dan rancangan penerapan Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM).

Langkah ini disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam rangkaian pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim PBB (Cop26) di Glasgow, Inggris.

“ETM adalah program yang ambisius yang akan mampu meningkatkan infrastruktur energi dan mengakselerasi transisi energi bersih menuju emisi nol bersih dengan prinsip adil (just) dan terjangkau (affordable)”, kata Sri Mulyani, di Glasgow, dikutip Kamis (4/11/2021).

Terjangkau atau tidaknya transisi energi dapat dilihat dari kemampuan membayar masyarakat dan industri, serta perluasan akses energi. Selain itu, hal lain yang juga harus dipertimbangkan adalah kemampuan APBN untuk mendukung transisi ini baik dalam bentuk subsidi atau insentif, pembiayaan modal untuk energi baru dan terbarukan, transmisi, distribusi, serta penerimaan negara.

“Ekonomi Indonesia akan terus tumbuh dan permintaan untuk energi juga akan tumbuh. Permintaan energi yang terus tumbuh ini harus dipenuhi dengan efisien dan emisi karbon yang lebih rendah atau bahkan dengan emisi nol,” kata Sri Mulyani.

Diketahui, ETM sendiri merupakan suatu bentuk pembiayaan campuran (blended finance) yang dirancang untuk mempercepat penghentian pembangkit listrik bertenaga batu bara dan membuka investasi untuk energi bersih.

Saat ini, ADB sedang melakukan analisis kelayakan implementasi ETM terhadap beberapa PLTU di Indonesia, setelah melalui tahapan studi pra-kelayakan. Agar ETM bisa berlangsung secara efektif, pertama, dibutuhkan pembiayaan untuk mengurangi aktivitas yang membutuhkan sumber daya batu bara.

ETM harus membantu mobilisasi dana dengan biaya yang lebih murah untuk penghentian pembangkit listrik batu bara atau membuatnya menjadi lebih murah.

“Kita sedang dalam proses berbicara dengan para pekerja dan produsen ini dan diskusinya berlangsung cukup produktif,” tambah Menkeu.

Kedua, dibutuhkan juga pembiayaan yang rendah biaya untuk membangun energi terbarukan sebagai respons dari permintaan yang terus bertumbuh.

Oleh sebab itu, ini adalah investasi dua sisi yang dibutuhkan untuk menghilangkan polluter serta membangun energi yang baru dan lebih bersih. Indonesia juga sudah memiliki regulasi pengaktif atau enabling environment agar segala pembiayaan untuk membiayai dengan berbagai skema, termasuk kerangka regulasi yang diperlukan.

Tantangan yang masih ada adalah bagaimana meletakkan regulasi pengaktif ini dalam konsep platform ETM, seperti peranan dari Special Mission Vehicle (SMV) atau Investment National Authority (INA). Diperlukan mobilisasi dana dengan ongkos yang murah dan periode yang lebih panjang untuk mengembangkan energi baru terbarukan, transmisi, dan distribusi.

Ketiga, Indonesia perlu membangun bauran kebijakan dari perspektif ekonomi politik untuk mendukung ETM. Oleh karena itu, Indonesia juga membentuk mekanisme pasar untuk karbon dan memperkenalkan mekanisme cap and trade, harga karbon, dan pajak karbon.

Mekanisme ini diperlukan untuk menjadikan ETM lebih efisien dan kredibel (termasuk Measurement, Reporting and Verification/MRV). DPR RI baru-baru ini telah menyetujui pengenalan harga karbon dan pajak karbon melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Diimplementasikan Bertahap

Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Lebih lanjut, Menkeu Sri Mulyani menuturkan, pajak karbon akan diimplementasikan secara bertahap mengikuti kerangka yang akan disiapkan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kebijakan terkait seperti pembangunan pasar karbon. Indonesia akan memulai dengan harga karbon yang sangat rendah yaitu sekitar USD 2 (Rp 30 ribu) per ton emisi CO2 di tahun 2022-2024.

Selanjutnya, di tahun 2025 ke atas dengan perluasan secara bertahap ke sektor yang merupakan subjek pajak karbon setelah sektor tersebut telah siap dan sudah mengimplementasikan pasar karbon.

“Hal ini memberikan Indonesia suatu tujuan kebijakan yang sangat jelas dan memperoleh dukungan politik yang kuat”, sambungnya.

Dengan ETM, Menkeu menilai Indonesia kembali melakukan langkah baru yang signifikan. Oleh sebab itu Indonesia ingin melaksanakannya dengan baik, dengan skenario yang kredibel serta mengomunikasikannya secara jelas pada pemangku kepentingan domestik terutama sektor usaha. ETM bisa menjadi salah satu agenda unggulan Indonesia yang dapat ditampilkan pada saat Presidensi G20 2022 Indonesia.

“Indonesia akan terus menjadi contoh dalam kaitannya dengan upaya mitigasi perubahan iklim dan berharap komitmen yang serupa akan dilakukan oleh negara berkembang dan lembaga pembangunan lainnya baik di kawasan regional maupun global,” katanya.

 

Tanpa Membebani Keuangan Negara

Sri Mulyani Bertemu Jeff Bezos di Konferensi COP26 Glasgow
Sri Mulyani Bertemu Jeff Bezos di Konferensi COP26 Glasgow. Dok: Instagram Sri Mulyani

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa bagi negara berkembang, transisi menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan perlu dilakukan tanpa membebani keuangan negara. Oleh sebab itu, berbagai kebijakan dirumuskan dengan memastikan pertumbuhan yang tentunya membutuhkan energi tersebut tetap ada tetapi dilakukan secara “hijau”.

Untuk melakukannya, diperlukan kombinasi antara menurunkan ketergantungan terhadap pembangkit listrik bertenaga batu bara, dan dalam waktu bersamaan, membangun energi alternatif yang lebih hijau.

“Apabila negara berkembang ingin lebih ambisius, kita harus segera melaksanakan ETM yang sudah kita mulai dengan ADB ini”, kata Menteri Keuangan.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebanyak 29 persen di tahun 2030 dengan usaha sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional. Energi merupakan sektor yang akan berkontribusi besar terhadap target ini.

Saat ini, Indonesia telah masuk ke dalam transisi menuju emisi nol bersih (Net Zero Emission) paling lambat di tahun 2060. Pengurangan ketergantungan pembangkit listrik bertenaga batu bara adalah satu bagian penting dari transisi menuju ekonomi rendah karbon, dan ETM akan mengantarkan Indonesia lebih dekat kepada pencapaian target tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya