Erick Thohir Harus Hati-Hati Jika Gabungkan BUMN, yang Sehat Jangan Sampai Jadi Sakit

Menteri BUMN Erick Thohir menutup perusahaan pelat merah yang dinilai tak mampu berjalan optimal dalam waktu lama.

oleh Arief Rahman H diperbarui 24 Nov 2021, 18:30 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2021, 18:30 WIB
20160725-Gedung Kementrian BUMN-AY
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir menutup perusahaan pelat merah yang dinilai tak mampu berjalan optimal dalam waktu lama. Ia juga menggabungkan sejumlah BUMN dengan tujuan bisnis yang sama. 

Langkah yang dijalankan oleh Erick Thohir ini dipandang positif oleh Pengamat Ekonomi dari Indef, Nailul Huda. Ia menyebut penutupan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak sehat secara kinerja dan keuangan merupakan langkah yang tepat.

“Jika yang sakit tidak bisa ditangani ya ditutup saja terpaksa. Utang menumpuk, aset kecil, tidak dapat buat bayar utang. Ya lebih baik emang ditutup sih,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (24/11/2021).

Kategorisasi perusahaan yang sehat dan sakit bisa ditinjau dari sisi keuangan. Dengan adanya penggabungan, ia berpesan seharusnya BUMN yang sehat mampu mengangkat kinerja atau menyelamatkan BUMN yang sakit.

“Perusahaan sehat sudah pasti dari sisi keuangannya tidak merugi. Jika tidak dapat untung minimal impas lah gitu, dari utang dan asetnya harus dilihat juga. Jadi menurut keuangannya saja bisa terlihat mana BUMN yang sehat mana yang sakit. Harusnya yang sehat mendrive yang sakit bukan sebaliknya,” tuturnya.

Ia menilai perusahaan negara yang sehat di luar sektor perbankan relatif sedikit, sehingga akan merugikan jika penggabungan perusahaan justru malah menyebabkan perusahaan yang tadinya sehat malah menjadi terbebani.

“Maka dari itu perlu hati-hati sih, ketika penggabungan baik merger maupun holding. Perusahaan sehat harus bisa men-drive perusahaa yang sakit menjadi lebih baik,” katanya.

Lebih jauh, Huda melihat pemangkasan jumlah BUMN bisa menjadi angin segar dalam persaingan perusahaan. Hal itu ditandai dengan peningkatan aset yang terjadi akibat penggabungan sejumlah perusahaan. Dengan begitu, akses pembiayaan berpotensi lebih mudah didapatkan.

“Satu perusahaan saat ini bisa memegang beberapa produk sekaligus kok. Jadi memang lebih baik dipangkas jumlah direksi, komisaris, dan lainnya,” kata Huda.

“Selain efisiensi dan efektivitas, salah satu tujuannya adalah memperbesar nilai aset untuk pembiayaan. Jika satu-satu yang kecil ini digabungkan pasti akan menjadikan aset perusahaan gabungan tersebut membesar. Dengan aset yang besar itu pula pembiayaan akan mudah didapatkan,” imbuhnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bisa Lebih Dipangkas

FOTO: Erick Thohir dan DPR Bahas Penyelamatan Perbankan Akibat COVID-19
Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) saat rapat bersama DPR di Ruang Pansus B Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Rapat tertutup tersebut membahas antisipasi skema penyelamatan perbankan akibat COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara, Huda menilai, kedepannya masih ada peluang untuk dilakukan pemangkasan sejumlah BUMN. Namun, hal ini juga menimbang kebutuhan pemerintah kedepannya.

“Tergantung kebutuhan pemerintah saja kan nantinya. Apakah memang perlu efisiensi atau tidak. Saya rasa ke depannya akan membuat kebijakan yang menyasar ke efisiensi perusahaan. BUMN harus bisa bersaing dengan swasta dan perusahaan multinasional. Salah satu caranya lewat efisiensi,” tutupnya.

Hal senada disampaikan Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto yang memandang pengurangan jumlah perusahaan bisa memudahkan Kementerian BUMN dalam mengawasi kinerja perusahaan negara.

“Ke depan idealnya kita mungkin hanya punya BUMN yang lebih sedikit namun punya daya saing yg lebih kuat. BUMN masa depan yang ideal dan patut dipertahankan adalah yg memiliki produk atau jasa yang dibutuhkan publik dan tingkat kesehatan nya relatif baik,” kata dia.

Sementara untuk kelompok perusahaan negara yang masuk kategori produk atau jasa yang sudah mendapatkan substitusi dari swasta dan memiliki kondisi kesehatan kurang baik bisa diambil opsi likuidasi.

“Kalaupun kelompok ini dipertahankan harus mampu mengundang strategic investor atau masuk pada pengembangan lini bisnis yang memiliki diferensiasi,” tambah Toto.

Toto menyebut, rencana likuidasi BUMN sudah ada sejak era Rini Suwandi menjabat sebagai Menteri BUMN. Alasannya kembali kepada kinerja yang buruk dari sejumlah BUMN.

“Dan juga sebagian dari BUMN ini sdh tidak beroperasi seperti Kertas Kraft Aceh ataupun MNA,” kata dia.

 

Erick Thohir Pangkas 108 BUMN

FOTO: Erick Thohir dan DPR Bahas Penyelamatan Perbankan Akibat COVID-19
Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) dan Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) saat rapat bersama DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Rapat tertutup tersebut membahas antisipasi skema penyelamatan perbankan akibat COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menteri BUMN Erick Thohir mengisahkan pengalamannya saat dipanggil oleh Presiden Jokowi. Erick Thohir memaparkan rencana pemangkasan perusahaan pelat merah dari semula 108 perusahaan menjadi tersisa 41 BUMN.

"Jadi begini kenapa waktu itu presiden bertemu dengan direksi BUMN, konteksnya saya tak membela diri, itu jelas saya memberi laporan dan presiden menjawab, kalau kita lihat apa yang disampaikan (masalah di BUMN memang yang sudah dialami selama ini, yang hari ini membedakan terjadi percepatan dan konkret," katanya dalam dialog dengan Akbar Faizal, Senin (22/11/2021) malam.

Erick Thohir menyebut telah memangkas dari 108 BUMN hingga tersisa 41 BUMN yang sebagai sub holding. Serta, dari 27 grup menjadi 12 grup dan sudah menganut supply chain.

"Contoh di kesehatan, Bio Farma, Indofarma, Kimia Farma dan grup rumah sakit dulu dimiliki oleh semua BUMN sekarang dikonsolidasi jadi 73 rumah sakit di bawah satu payung dimana jobdesk masing-masing rumah sakit berbeda," kata dia.

Bio Farma bergerak di bidang vaksin, sementara Indofarma di sektor obat herbal dan Kimia Farma untuk chemical. Kemudian, rumah sakit berperan sebagai kepanjangan tangan dari perusahaan di bidang kesehatan tadi.

Hal yang sama dengan penggabungan dilakukan juga di tubuh Pelindo I-IV. Ia menyebut tak serta merta menggabungkan keempat perusahaan, tapi ada alasan di balik langkahnya itu.

"Kalau tadi di kesehatan bagaimana kita tak boleh tergantung pada obat dan bahan baku asing. Di Pelindo, konteksnya logistik paling mahal di dunia, 26 persen," katanya.

"Itu kenapa kita coba mengurangi pemborosan logistik itu dan bahkan itu setelah digabung itu keliatan ternyata peti kemas kita terbesar di dunia, berarti ada potensi," imbuhnya.

Ia mencoba menggambarkan dengan logika bisnis, bahwa menyangkut pasar, ukuran atau besaran menjadi satu unsur yang penting. Misalnya, kata dia, sebagai bahan untuk berkompetisi dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

"Ya kita harus punya size yang besar. Makanya kemarin itu kita gabungkan untuk melakukan itu," katanya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya