Dewan Pengupahan: Demo Hak Konstitusi Buruh, Semoga Tak Berimbas ke Iklim Investasi

Sekelompok buruh kembali akan menggelar aksi demostrasi menolak penetapan upah minimum.

oleh Arief Rahman H diperbarui 24 Nov 2021, 19:42 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2021, 19:42 WIB
Aksi Buruh Geruduk Balai Kota Jakarta
Sejumlah buruh saat melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (26/10/2021). Pada aksi tersebut massa buruh menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10 persen, berlakukan UMSK 2021 dan mencabut UU Omnibus Law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok buruh kembali akan menggelar aksi demostrasi menolak penetapan upah minimum. Ini sekaligus memperpanjang gelombang protes yang dilayangkan buruh terhadap upah minimum yang dinilai tak adil.

Salah satu instrumen yang diprotes buruh adalah penggunaan PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja yang dinilai tak tepat digunakan sebagai landasan penetapan upah buruh.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional, Adi Mahfudz Wuhadji menilai dialog sosial perlu dikedepankan oleh buruh dalam penentuan besaran upah. Ia menyebut, upah minimum bukan harga mati, sehingga masih ada peluang untuk pekerja mendapatkan upah di atas itu.

“Penolakan itu dilakukan oleh sebagian serikat pekerja, itu hak konstitusi mereka, tapi kami selalu sarankan sosial dialog terlebih dahulu, diskusi,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (24/11/2021).

Konstitusi lainnya pun melekat dan bisa dilakukan, misalnya melalui jalur hukum. Terkait dialog, kata dia, buruh bisa melakukannya dengan kepala daerah setempat seperti gubernur. Atau pihak lainnya bisa dilakukan dengan pengusaha.

Ujungnya, kata dia penentuan besaran upah akan dikembalikan kepada pengusaha sebagai pemberi upah kepada pengusaha. Jadi, jika besaran upah diatas UMP, tentu dibolehkan jika keadaan perusahaan menyanggupi hal tersebut.

“Besaran ini bukan harga mati, artinya itu tergantung dari kemampuan pengusaha, ini (upah minimum) diregulasi, ujung-ujungnya disesuaikan dengan kemampuan perusahaan, selama tidak mengganggu cash flow, keluar-masuk nya uang, itu dibolehkan (upah lebih tinggi),” paparnya.

Ia menambahkan, UMP bersifat sebagai jaring pengaman dengan konteks untuk perlindungan upah bagi pekerja mengacu pertimbangan kemampuan perusahaan. Jadi, itu menurutnya tak bisa dipukul rata.

“Kalau boleh jujur apakah yang menuntut itu buruh yang pelamar yang baru masuk kerja, atau pengalaman di bawah satu tahun, seharusnya kalau boleh menuntut ya mereka-mereka yang merasa itu,”

Karena, menurut Adi, untuk buruh di luar itu, besaran upah dihitung berdasarkan produktivitas dan beban kerja yang diembannya. Sehingga hal ini bisa didiskusikan antara pekerja dan pengusaha.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Gelar Aksi

Aksi Buruh Geruduk Balai Kota Jakarta
Sejumlah buruh saat melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (26/10/2021). Pada aksi tersebut massa buruh menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10 persen, berlakukan UMSK 2021 dan mencabut UU Omnibus Law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Rencananya, ribuan buruh tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Patung Kuda, Jakarta, besok, Kamis (25/11). Sekaligus, ada kabar mendadak bahwa besok merupakan sidang pembacaan putusan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law di Mahkamah Konstitusi (MK).

Untuk itu, KSPSI meminta kepada MK yang besok akan mengumumkan keputusan formil uji materi UU Cipta Kerja bisa berlaku adil.

"Kami berharap hakim MK bisa berlaku seadil-adilnya. Karena, saya yakin MK merupakan benteng keadilan terakhir yang bisa memutuskan secara adil dan selalu ada untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," ujar Presiden KSPSI, Andi Gani.

Andi juga menyampaikan, pimpinan Konfederasi Buruh Se-ASEAN (ATUC) ini juga meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merevisi atau bahkan mencabut instruksi Mendagri ke kepala daerah dalam rangka penetapan upah minimum.

Dia menegaskan, aksi nanti merupakan rangkaian dari rencana aksi besar yang rencananya akan dilakukan pada 29 dan 30 November 2021. Namun, rencana aksi besar gabungan dari beberapa konfederasi buruh masih terus dikoordinasikan.Dia menginstruksikan kepada seluruh anggotanya di seluruh Indonesia untuk tetap menjaga ketertiban dalam aksi unjuk rasa dan tetap mengedepankan protokol kesehatan.

 

Tak Akan Berdampak

Aksi Buruh Geruduk Balai Kota Jakarta
Sejumlah buruh saat melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (26/10/2021). Pada aksi tersebut massa buruh menuntut kenaikan UMP 2022 sebesar 10 persen, berlakukan UMSK 2021 dan mencabut UU Omnibus Law. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, menanggapi gelombang protes buruh yang terus berlanjut dan rencana akan adanya mogok kerja dengan skala besar, Adi menilai hal itu tak akan berdampak langsung pada iklim investasi di Indonesia.

“Bahwa itu hak konstitusi mereka, namun saya kira tak akan berimbas ke iklim investasi dunia usaha kita. Kalau bisa bersabar diri, bahwa gairah investasi mulai berkembang,” kata dia.

Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum bidang Ketenagakerjaan Kadin Indonesia itu menyampaikan bahwa dewan pengupahan bakal meramu kembali formulasi roadmap pengupahan di Indonesia. Dengan tujuan mencapai win-win solution antara pihak pekerja maupun pengusaha.

“Artinya upah yang ideal, berkesinambungan, hingga berkeadilan itu sejauh mana, itu yang sedang diformulasikan juga,” katanya.

“Saya kira sejauh mana kita bisa duduk bersama memformulasikan proteksi jaminan sosial yang juga untuk usaha kecil dan mikro, ini juga jadi hal yang penting,” kata dia.

Adi menambahkan saat ini Dewan Pengupahan Nasional ini tidak berjalan sendirian untuk kepentingan sendiri, tapi bagaimana meramu menjaga kondusifitas nasional yang diakuinya tidak mudah. Pasalnya, saat ini disparitas atau kesenjangan upah di Indonesia sudah tinggi.

“Nah ini kiranya bisa kita lihat perspektif itu,” tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya