Gubernur BI Perry Warjiyo Beberkan 5 Masalah Ekonomi Global

Salah satu risiko yang harus dihadapi oleh ekonomi global adalah dampak luka memar atau scaring effect terhadap sektor usaha yang diakibatkan oleh pandemi yang berkepanjangan.

oleh Arief Rahman H diperbarui 17 Des 2021, 17:30 WIB
Diterbitkan 17 Des 2021, 17:30 WIB
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Webinar PP Kagama-Kafegama, Jumat (17/12/2021).
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Webinar PP Kagama-Kafegama, Jumat (17/12/2021).

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo membeberkan sejumlah permasalah yang jadi tantangan perkembangan ekonomi global. Ia menyebut ada lima masalah yang harus bisa ditangani.

Lima masalah global yang dimaksud Perry Warjiyo melingkupi adanya dampak tapering off The Fed yang akan dimulai lebih cepat. Kemudian adanya dampak akibat pandemi kepada sektor usaha. Kemudian, digitalisasi yang meluas di berbagai sektor. Kuatnya tuntutan ekonomi hijau serta melebarnya kesenjangan ekonomi sehingga diperlukan inklusi keuangan.

“Satu masalah bagaimana kita normalisasi kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal negara maju, Fed telah umumkan tapering pengurangan likuiditas akan mulai lebih cepat,” kata dia dalam Webinar PP Kagama-Kafegama, Jumat (17/12/2021).

Ia memprediksikan paling cepat Fed Funds Rate Amerika Serikat akan dimulai pada Juni 2022 mendatang. Secara umum dan fundamental diprediksi pada triwulan III dan triwulan IV.

“Tapi we have to prepare how can we need to get together untuk menstabilkan ekonomi kita,” terangnya.

Kedua, dampak luka memar atau scaring effect terhadap sektor usaha yang diakibatkan oleh pandemi yang berkepanjangan. Sejumlah korporasi diketahui masih mengalami penurunan, sehingga masih perlu berusaha untuk kembali ke tingkat sebelum pandemi.

“Kelihatan dari negara-negara maju termasuk AS dan sebagian negara Tiongkok, korporasi antara lain debt to equity ratio gimana meningkat itu juga terjadi di negara dan korporasi yang harus tutup,” kata dia. Dampak itu yang menurut Perry perlu disikapi untuk mendapatkan solusi sektor riil untuk kembali memulihkan ekonomi.

Lalu, masalah ketiga yang dihadapi negara global adalah meluasnya sistem pembayaran digital antarnegara dan risiko aset kripto. Digitalisasi ini terjadi di negara manapun termasuk di Indonesia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ekonomi Hijau

Dari Biodiesel, DME Hingga Carbon Capture, Pertamina Wujudkan Ekonomi Hijau
Dari Biodiesel, DME Hingga Carbon Capture, Pertamina Wujudkan Ekonomi Hijau

Lebih lanjut, Perry menuturkan masalah keempat yakni soal semakin kuatnya tuntutan ekonomi keuangan hijau dari negara maju. Hal ini, diperlukan langkah konkret untuk mendorong perkembangan ekonomi yang baik bagi lingkungan.

“Diperlukan langkah untuk ekonomi kita menuju ekonomi hijau. Proyek lebih hijau, keuangan lebih hijau dan kebijakan afirmatif fiskal dan bank sentral,” katanya.

Terakhir, melebarnya kesenjangan dan perlunya inklusi keuangan di berbagai negara. Perry menilai kesenjangan yang terjadi kali ini bukan hanya antarnegara. Namun juga antar penduduk di suatu negara.

“Mengatasi kesenjangan mendorong inklusi tak hanya keuangan tapi ekonomi, itu yang harus kita kontribusi. Mari kita siapkan untuk mengatasi permasalahan ini,” terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya