Kata Pengusaha Soal Kucuran Subsidi Harga Minyak Goreng

Minyak goreng termasuk di dalam kategori pangan, maka keterjangkauan dan stabilitas harga komoditas ini menjadi sangat penting bagi masyarakat.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Jan 2022, 09:25 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2022, 09:25 WIB
Subsidi minyak goreng
Minyak curah yang dijual terlihat di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Perdagangan (Mendag) menstabilkan harga minyak goreng di pasaran. Kenaikan terjadi dipicu melonjaknya harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar global.

Perintah Jokowi lantas ditindaklanjuti melalui rapat Dewan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Komite Pengarah BPDPKS menyetujui untuk menyiapkan dana guna menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengapresiasi dan mendukung langkah pemerintah untuk segera mencari solusi terbaik demi kepentingan nasional.

Salah satu program prioritas yang diusung Kadin Indonesia adalah peningkatan ketahanan pangan, dengan komponen penting di dalamnya soal ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan.

Sesuai Surat Keputusan (SKK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.42.4040 tahun 2006, minyak goreng termasuk di dalam kategori pangan, maka keterjangkauan dan stabilitas harga komoditas ini menjadi sangat penting bagi masyarakat.

“Kadin Indonesia mendukung arahan Presiden dan keluarnya kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri," tegas Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1/2022).

Arsjad mengatakan, pihaknya melalui WKU Pertanian juga mendukung penguatan distribusi minyak goreng di wilayah Indonesia bagian timur yang lebih membutuhkan.

"Teman-teman pengusaha kelapa sawit yang tergabung di Kadin Indonesia juga menjadi Narasumber Utama (Prominent), selain GAPKI dan Apkasindo dalam Komite Pengarah BPDPKS yang terdiri dari Menko Perekonomian dan para menteri terkait," paparnya.

Dia juga berterimakasih kepada pelaku usaha dan petani kelapa sawit yang telah menyalurkan dana sawit melalui pungutan ekspor untuk BPDPKS. Sehingga sebagian dananya bisa dipakai untuk membantu operasi pasar.

"Dan selisih harga pada minyak goreng dapat digunakan untuk menutup selisih Harga Eceran Tertinggi (HET) plus PPN harga minyak goreng kemasan sederhana untuk periode tertentu. Kami berharap hal ini dapat membantu membuat harga minyak goreng kembali terjangkau dan bisa distabilkan," tuturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Naik hingga Ramadan

Tahun Depan, Minyak Curah Dilarang Dijual di Pasar
Pedagang tengah menata minyak curah yang dijual di pasar di Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Harga minyak goreng naik 40 persen di 2021. Kenaikan harga minyak goreng tersebut menjadi salah satu penyumbang terbesar angka inflasi tahunan. Di 2020, minyak goreng pun menjadi urutan ketiga besar yang memberikan andil 0,10 persen.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan inflasi akibat minyak goreng bisa berdampak ke berbagai sektor lain. Utamanya pada barang kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman jadi.

"Imbasnya ini ke produsen makanan dan minuman, ini yang paling sensitif," kata Bhima saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (5/1/2021).

Bhima memperkirakan kenaikan harga minyak goreng bisa terus merangkak naik dalam beberapa bulan ke depan. Sebab dalam 4 bulan ke depan sudah memasuki bulan Ramadan yang biasanya tingkat konsumsi masyarakat mengalami peningkatan.

"Empat sampai enam bulan ke depan ini mau ada Ramadan, imbasnya nanti ke harga bahan pokok dan makanan bisa lebih tinggi lagi kedepannya," kata dia.

Di menilai upaya yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran kurang tepat. Operasi pasar menurutnya bukan solusi utama atau hanya temporer. Sebab masalah utamanya hasil produksi kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng yang diekspor.

"Indonesia sebagai produsen terbesar CPO harus bisa mengendalikan pasokan. Harusnya tidak semua CPO ini bernafsu diekspor," kata dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya