Bank Dilarang Layani Aset Kripto, Sebab Bisa Melanggar Undang-Undang

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing melarang lembaga perbankan untuk menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Feb 2022, 18:20 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2022, 17:20 WIB
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital.
Ilustrasi Mata Uang Kripto, Mata Uang Digital. Kredit: WorldSpectrum from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing melarang lembaga perbankan untuk menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto atau cryptocurrency.

Sebab, Undang-Undang Perbankan yang saat ini berlaku belum mengizinkan pihak bank memfasilitasi segala kegiatan terkait kripto. Ini lantaran kripto merupakan aset dengan nilai fluktuasi tinggi.

"Pada Pasal 6, Pasal 7 Undang-Undang perbankan yang mengatur kegiatan usaha perbankan tidak diatur mengenai kegiatan usaha bank (kripto), termasuk di Perdagangan Komoditi," ujarnya dalam Media Briefing Satgas Waspada Investasi di Jakarta, Senin (21/2/2022)

Selain itu, SWI juga melarang perbankan untuk menempatkan dana investasi di aset kripto. Hal ini dilakukan semata-mata untuk melindungi nasabah dari potensi kerugian.

"Oleh karena itu, bank dilarang memfasilitasi perdagangan aset hingga menempatkan dana di dalam aset kripto. Itu dilarang," tekannya.

 


Larangan OJK

Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)
Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara tegas telah melarang seluruh lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, maupun memfasilitasi perdagangan aset kripto. Lembaga keuangan yang dimaksud adalah perbankan, manajer invetasi, dan lain-lain.

"OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (25/1).

Aset kripto sendiri merupakan jenis komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun. Sehingga, masyarakat harus paham akan risikonya.

"Waspada terhadap dugaan penipuan skema ponzi investasi kripto ya," imbuhnya.

Lebih lanjut, OJK memastikan tidak melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap aset kripto. Sebab, pengaturan dan pengawasan aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.

"Yuk lebih #pahamkeuangan sebelum berinvestasi," tutupnya.


Kemendag Justru Ingin Kripto Legal

Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple
Ilustrasi aset kripto, mata uang kripto, Bitcoin, Ethereum, Ripple. Kredit: WorldSpectrum via Pixabay

Kementerian Perdagangan kembali menegaskan bahwa aset kripto bukanlah alat tukar layaknya mata uang di Indonesia, melainkan sebagai komoditi.

Mengenai regulasinya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menggarisbawahi OJK dan Kemendag punya ranah masing-masing.

Kripto yang diperlakukan sebagai aset di Indonesia adalah ranah Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan, bukan ranah OJK.

Pasalnya sejak semula disepakati bahwa sesuai undang-undang, mata uang di Indonesia hanyalah Rupiah. Kripto sendiri diperlakukan sebagai komoditi sehingga konsekuensinya pengaturannya ada di bawah Bappebti.

“Dari awal kita semua sepakat bahwa alat pembayaran di Indonesia sesuai dengan undang-undang itu hanyalah rupiah. Kripto itu bukan alat pembayaran. Kripto itu adalah komoditi. Dan perdagangan komoditi itu juga sudah ada undang-undangnya. Oleh karena itu, sesuai dengan undang-undang, yang mengatur tata kelola perdagangan komoditi, termasuk kripto, adalah Beppebti di bawah Kemendag,” tegas Jerry.

Sementara, OJK menurut Jerry punya tugas besar untuk menata kebijakan dan penegakan hukum di sektor jasa keuangan, khususnya di industri perbankan, asuransi, fintech atau pinjol dan lain-lain. Karena itu penting bagi OJK maupun Kemendag berfokus menyelesaikan agenda-agenda sesuai dengan bidang dan ranahnya kedua lembaga tersebut.

Ajakan Wamendag agar setiap lembaga fokus pada kerja masing-masing cukup beralasan. Praktik-praktik industri jasa keuangan khususnya yang illegal memang belum sepenuhnya memenuhi prinsip-prinsip pelayanan yang benar dan baik kepada nasabah menjadi tugas berat bagi OJK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya