Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, realisasi produksi minyak goreng hasil olahan sawit pada 2021 mencapai 20,22 juta ton. Itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (DMO) sebesar 5,07 juta ton (25,07 persen), dan sisanya sebesar 15,55 juta ton (74,93 persen) untuk tujuan ekspor.
"Dengan angka produksi demikian, kemampuan pasok industri minyak goreng jauh di atas kebutuhan dalam negeri dan menciptakan penerimaan devisa negara yang sangat besar," ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan tertulis, Jumat (11/3/2022).
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kebutuhan minyak goreng nasional 2021 sebesar 5,07 juta ton, terdiri dari kebutuhan curah industri sebesar 1,62 juta ton (32 persen), curah rumah tangga 2,12 juta ton (42 persen), kemasan sederhana 0,21 juta ton (4 persen), dan kemasan premium 1,11 juta ton (22 persen).
Advertisement
Febri mengatakan, pemenuhan kebutuhan minyak goreng curah sebesar 1,62 juta ton untuk industri makanan kecil kemungkinan menggunakan minyak goreng curah hasil Domestic Market Obligation (DMO). Karena biasanya disuplai oleh pabrik minyak goreng milik grupnya dengan harga pasar atau membeli dari pabrik dengan mekanisme Business to Business (B2B).
"Kami meyakini industri makanan pengguna minyak goreng tidak menggunakan minyak goreng hasil DMO," kata Febri.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Akumulasi Permasalahan
Ketua Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menilai, masalah kelangkaan minyak goreng di pasar merupakan akumulasi dari permasalahan persediaan atau stok sejak Desember 2021. Termasuk terjadinya rush buying pada pertengahan Januari 2022.
Hal ini diperkirakan berkontribusi pada kelangkaan minyak goreng di pasar, meskipun pada beberapa pekan terakhir dilakukan tambahan pasokan ke masyarakat hasil perolehan DMO.
"Industri makanan dan minuman juga terus berkomitmen untuk menggunakan Minyak Goreng Sawit (MGS) yang sesuai dengan peruntukannya," ungkap Adhi.
Â
Advertisement
Mekanisme B2B
Lebih lanjut, Adhi menjelaskan, industri makanan yang membutuhkan minyak goreng sebagai bahan baku atau bahan penolong, seperti industri mie instan, industri makanan ringan, dan industri ikan dalam kaleng, membeli minyak goreng dengan mekanisme B2B dengan harga pasar.
"Khusus untuk industri makanan skala UMKM dan/atau IKM masih diperbolehkan membeli minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai Pasal 4 ayat (2) Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET minyak goreng," terangnya.