KKP Denda Ratusan Juta Kapal Pantura yang Cari Ikan di Natuna

KM. SS ini telah melanggar batas wilayah penangkapan yang diperbolehkan. Untuk itu, KKP memberikan sanksi denda sebesar Rp 159 Juta.

oleh Arief Rahman H diperbarui 11 Mar 2022, 16:45 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2022, 16:45 WIB
(Foto: Dok Kementerian Kelautan dan Perikanan)
Kapal Pengawas Perikanan menangkap satu kapal perikanan asing (KIA) berbendera Vietnam di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) Laut Natuna Utara pada Jumat (8/3/3019) (Foto: Dok Kementerian Kelautan dan Perikanan)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengambil langkah tegas terhadap kapal ikan ilegal yang beroperasi di wilayah Natuna. Hasilnya dilakukan penangkapan dan sanksi denda bagi KM SS yang ditangkap Polres Natuna di Pulau Subi, Februari lalu.

Kapal asal Pantura ini awalnya diduga mengoperasikan alat tangkap cantrang yang dilarang. Namun, ternyata yang digunakan adalah alat tangkap legal.

Tapi, di sisi lain, KM. SS ini telah melanggar batas wilayah penangkapan yang diperbolehkan. Untuk itu, KKP memberikan sanksi denda sebesar Rp 159 Juta.

“Ini menjawab isu yang berkembang, kami sampaikan bahwa alat tangkap yang dioperasikan adalah legal dan yang dilanggar ketentuan terkait dengan daerah penangkapan ikan”, ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, dalam keterangan resmi, Jumat (11/3/2022).

Adin menjelaskan alat penangkapan ikan jaring berkantong memang diizinkan untuk beroperasi di dua WPP yaitu WPP 711 dengan ketentuan harus beroperasi di atas 30 mil laut dan WPP 712 harus beroperasi di atas 12 mil laut. Alat tangkap ini berbeda dengan cantrang karena menggunakan mata jaring berbentuk persegi dan tali selambar yang lebih pendek dibandingkan dengan cantrang.

Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh KM. SS, Adin menjelaskan bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan baik terhadap nakhoda maupun para saksi dan ahli, diketahui kapal tersebut beroperasi bukan di daerah penangkapan sebagaimana ketentuan.

“Nakhoda mengakui melakukan penangkapan ikan bukan di atas 30 mil laut sebagaimana yang sudah ditentukan,” terang Adin.

Adin juga menyampaikan apresiasinya kepada jajaran Polair Polres Natuna yang mempercayakan penanganan kasus ini melalui pendekatan sanksi administratif. Hal ini merupakan contoh konkret bahwa aparat penegak hukum di lapangan telah bersinergi dalam mengawal penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

“Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya atas sinergi yang baik dalam penanganan kasus ini,” tambah Adin.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Bukan Kasus Pertama

Kapal Nelayan Natuna
Kapal nelayan Natuna. (Dok. Ajang Nurdin)

Sementara itu, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan, Drama Panca Putra menyampaikan bahwa penyelesaian pelanggaran dengan pendekatan ultimum remedium sudah diterapkan di beberapa kasus lainnya. Drama juga menyebut bahwa KM. SS bukan yang pertama mendapatkan sanksi denda administratif atas pelanggaran yang sudah dilakukan.

Drama merinci bahwa KKP telah mengenakan sanksi administrasi dengan rincian sanksi peringatan sebanyak 4 kapal perikanan, denda administratif sebanyak 14 kapal perikanan, pembekuan perizinan berusaha sebanyak 1 kapal perikanan, dan pencabutan perizinan berusaha sebanyak 4 kapal perikanan.

“Pelaksanaan sanksi administratif merupakan penerapan UUCK. Adapun untuk denda administratif sudah dikenakan pada 14 kapal perikanan yang melakukan pelanggaran, dan total PNBP yang diperoleh negara dari sanksi tersebut sekitar Rp2,6 miliar,” jelas Drama.

Sebagaimana diketahui, KM. SS ditangkap oleh Polair Polres Natuna pada Rabu (17/2/2022) di sekitar perairan Pulau Subi atas laporan yang diperoleh dari masyarakat setempat. Kapal yang diawaki oleh 16 orang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Pengawas Perikanan untuk diproses lebih lanjut.

Kapal ini disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 320 ayat (3) huruf g Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko.

Upaya peningkatan kepatuhan pelaku usaha perikanan memang terus dilakukan oleh KKP khususnya dalam mengawal program prioritas yaitu penangkapan ikan terukur. Sebelumnya, Menteri Trenggono juga memerintahkan jajaran Ditjen PSDKP untuk mengawal program prioritas tersebut dengan menindak tegas pelaku pelanggaran di lapangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya