Liputan6.com, Jakarta Batik Indonesia terus merambah dunia melalui ragam produk yang berkualitas dan memiliki keunikan yang digemari pasar mancanegara.
Produk kaleng kerupuk motif batik asal Yogyakarta berhasil menarik perhatian pembeli dari beberapa negara seperti Eropa, Amerika Serikat, Australia hingga Asia Tenggara.
Baca Juga
Peralatan home décor dan kerajinan tangan yang diaplikasikan dengan motif batik lawas ini memiliki cita pesona yang berhasil ditampilkan oleh Eni Anjayani, pengusaha UMKM yang berdomisili di Yogyakarta.
Advertisement
Berawal dari kegemaran mengkoleksi batik kuno atau lawas dan gemar akan pernak-pernik dekorasi rumah, maka Eni memiliki ide untuk mengaplikasikan motif batik di media selain kain. Alhasil terciptanya produk unik yaitu kaleng kerupuk dengan bermotifkan batik berhasil diekspor ke Belanda.
“Dengan mengaplikasikan motif batik kuno pada produk seperti tumbler, kaleng kerupuk diharapkan dapat memberikan kesan dan pesona masa lalu namun tetap terdapat sentuhan modernnya. Selain itu, produk hasil dari Wastraloka juga dibuat langsung oleh pekerja seni lukis, ibu rumah tangga sampai anak muda yang memiliki minat dalam melukis,” ujar Eni, Senin (11/4/2022).
Proses pembuatan karya seni yang melibatkan masyarakat di sekitarnya ini memberi kontribusi ekonomi secara langsung dan dapat menjaga kelestarian budaya Indonesia lewat kegiatan membatik yang wadahnya lebih bervariasi.
Awal Mula Bisnis Kaleng Kerupuk
Eni mengawali bisnisnya dengan modal hanya Rp 5 juta. Saat ini, Ia mampu mempekerjakan 37 orang dimana 17 diantaranya adalah pegawai in house sementara sisanya freelance yang tersebar di 4 klaster yang berlokasi di Yogyakarta, Bantul, Sleman dan Magelang, Jawa Tengah. Masing-masing cluster saat ini dapat menghasilkan 300-500 unit setiap harinya dengan harga jual sebesar Rp290.000 sampai Rp1.000.000.
“Pada tahun 2012 awalnya saya hanya berjualan secara online. Permintaan semakin meningkat dari tahun ke tahun yang akhirnya pada tahun 2014 pertama kalinya saya harus mengangkat karyawan karena skala bisnis yang semakin besar dan terbentuklah Wastraloka," kata Eni.
"Kemudian di tahun 2015 saya mulai memberanikan diri untuk ikut dalam pameran individu di JCC Senayan, Jakarta dan mendapatkan penghargaan dari Majalah Femina. Lalu tahun 2017 saya mulai mengembangkan Wastaloka secara profesional, dengan mengikuti pelatihan dari LPEI,” lanjut Eni.
Advertisement
Dibantu LPEI
Eni dipertemukan dengan LPEI melalui program CPNE (Coaching Program for New Exporters). Sebelum mengikuti pelatihan CPNE, Eni belum sepenuhnya mengutamakan nilai produknya. Namun setelah mengikuti program ini dan diberikan kesempatan oleh LPEI mengikuti pameran dengan skala internasional (Trade Expo Indonesia), akhirnya Wastraloka kembali berhasil menembus pasar Australia.
Mengikuti program CPNE memiliki manfaat besar bagi Eni, terlebih untuk membantu pemilihan jenis produk yang di produksi sesuai dengan demand, akses pasar, menghitung harga jual dan belajar proses dari pengiriman produk hingga sampai ke negara tujuan.
“Program CPNE disiapkan untuk UKM berorientasi ekspor yang ingin berkembang menjadi eksportir Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung melalui serangkaian tahapan-tahapan pelatihan dan pendampingan tertentu sehingga menghasilkan UKM yang unggul dan dapat bersaing di pasar global. Ini sesuai dengan mandat kami sebagai Special Mission Vehicle Kementerian Keuangan RI untuk menciptakan eksportir baru dan juga membawa slogan #LokalyangMendunia,” ungkap Corporate Secretary LPEI, Chesna F. Anwar pada kesempatan terpisah.