Liputan6.com, Jakarta Sidang kabinet kerja Jokowi-Maruf Amin menyetujui kenaikan tarif listrik pelanggan PLN dengan daya 3.000 VA ke atas. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana tersebut telah mendapatkan restu dari Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet beberapa waktu lalu.
"Akan ada kenaikan tarif listrik bagi pelanggan PLN dengan daya 3.000 VA dan di atasnya," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5).
Baca Juga
Sri Mulyani menjelaskan, kebijakan ini dilakukan dalam upaya berbagi beban pemerintah dengan masyarakat kelompok mampu. Sehingga beban kenaikan harga listrik tidak hanya untuk pemerintah.
Advertisement
"Boleh ada kenaikan tarif hanya di segmen atas. Jadi tidak semua ke APBN," kata dia.
Hanya saja dia tidak menjelaskan lebih rinci waktu dan seberapa besar kenaikan tarif listrik tersebut. Dalam paparannya, Sri Mulyani menyebut tarif listrik yang ada saat ini memiliki rentang harga yang tinggi dengan nilai keekonomiannya.
Harga listrik yang ditetapkan pemerintah untuk pelanggan 3.000 VA ke atas saat ini sebesar Rp 996,7 per kwh. Sedangkan harga keekonomiannya telah mencapai Rp 1.288, per kwh.
Sementara itu tarif listrik pelanggan rumah tangga 900 VA saat ini Rp 1.352,0 per kwh dari nilai keekonomian Rp 1.533,1 per kwh. Tarif listrik rumah tangga dengan daya 1.300 VA - 6.600 VA sebesar Rp 1.444,0 per kwh dari nilai keekonomian Rp 1.533,0 per kwh.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Temui DPR, Sri Mulyani Minta Tambahan Anggaran Subsidi BBM dan Listrik
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta DPR untuk menambah alokasi anggaran APBN untuk pos anggaran subsidi BBM, LPG, dan listrik.
Alasannya, ekonomi global mengalami tekanan akibat dampak perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan terjadinya disrupsi harga energi dan pangan.
Dia menjelaskan, semula saat harga ICP per barel ditetapkan dalam APBN USD 63 per barel, kebutuhan subsidi dan kompensasi hanya Rp 152,5 triliun.
Namun setelah adanya kenaikan harga komoditas, pemerintah menetapkan harga ICP sebesar USD 100 per barel. Sehingga kebutuhan dana untuk membayar subsidi energi dan kompensasi menjadi Rp 443,6 triliun.
"Semula subsidi dan kompensasi hanya Rp 152,5 trilih menjadi Rp 443,6 triliun atau ada selisih Rp 291,0 triliun terhadap alokasi APBN 2022," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5).
Sri Mulyani menguraikan, dalam UU APBN 2022 subsidi energi dialokasikan sebesar Rp 134,0 triliun. Terdiri dari subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 77,5 triliun dan untuk subsidi listrik Rp 56,5 triliun. Sedangkan untuk kompensasi BBM dialokasikan sebesar Rp 18,5 triliun.
Mengingat harga energi yang terus naik, maka pemerintah mengusulkan tambahan subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun. Dalam hal ini terjadi kenaikan alokasi subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun atau alokasinya menjadi Rp 149,4 triliun.
"Kenaikan subsidi untuk BBM dan LPG ini hampir 2 kali lipat," kata dia.
Kemudian, tambahan subsidi untuk listrik hanya sebesar Rp 3,1 triliun. Sehingga alokasinya menjadi Rp 59,6 triliun dari yang semula Rp 56,5 triliun.
Advertisement
Jaga Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Alokasikan Kompensasi BBM dan Listrik
Sementara itu, terjadi kenaikan kompensasi untuk BBM dan listrik. Sri Mulyani menjelaskan, saat ini harga keekonomian energi mengalami peningkatan.
Namun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga demi menjaga daya beli masyarakat di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional. Akibatnya, selisih harga keekonomian tersebut dibebankan pada APBN.
Anggaran kompensasi yang semula Rp 18,5 triliun menjadi Rp 235,6 triliun. Artinya ada penambahan anggaran untuk kompensasi sebesar Rp 216,1 triliun.
Bendahara negara ini merincikan, alokasi dana untuk kompensasi BBM untuk meroket menjadi Rp 213,2 triliun dari semula Rp 18,5 triliun. Mengalami kenaikan Rp 194,7 triliun. Begitu juga dengan alokasi untuk kompensasi solar menjadi Rp 98,5 triliun dari semula Rp 18,5 triliun atau mengalami kenaikan Rp 80,0 triliun.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran kompensasi untuk BBM jenis pertalite sebesar Rp 114,7 triliun. Sebelumnya dalam UU APBN 2022 tidak dianggarkan. Begitu juga dengan kompensasi listrik yakni Rp 21,4 triliun.
Untuk itu pemerintah mengusulkan tambahan anggaran APBN untuk memberikan subsidi dan kompensasi. Tambahan subsidi dan kompensasi ini dilakukan pemerintah agar tidak harga-harga BBM, LPG dan listrik tidak mengalami kenaikan.
"Karena apabila ini tidak dinaikkan, harga listrik dan BBM yang naik atau sebaliknya, anggarannya tetap tapi harga BBM dan listrik yang dinaikkan. Pilihannya hanya 2 dan ini kebijakan yang diambil pemerintah meskipun itu berarti pengeluaran APBN kita lebih besar," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.comÂ