Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi memandang perlu ada penataan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Pasalnya ini berpengaruh besar terhadap penentuan harga dan pasokan minyak goreng kedepannya.
Ukay memandang, distribusi hak guna usaha atau kepemilikan lahan kebun sawit saat ini masih belum optimal. Ia menemukan hanya ada segelintir perusahaan yang menguasai sebagian besar lahan sawit di Indonesia.
Baca Juga
Dengan demikian, ini bisa menjadi sinyal adanya praktik kartelisasi terkait harga dan pasokan minyak goreng di sisi hilir. Karena, ketika perusahaan terintegrasi hulu-hilir telah menguasai di sisi hulu, itu bisa juga dengan mudah mempengaruhi kondisi pasar di hilir.
Advertisement
“Perilaku kartel ini akan semakin mudah sinyalnya dari hulu saja. Makanya perlu ditata dari hulunya,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (31/5/2022).
Dengan adanya penguasaan oleh sebagian pihak ini, kata dia, juga akan mempersempit peluang persaingan usaha bagi perusahaan lainnya. Malah, ini juga menghambat lahirnya pabrik-pabrik produksi baru.
“Kalau di hulu sudah dikuasai, di hilirnya nanti ada entry barrier, karena pabrik-pabrik baru akan semakin sulit ada, sampai kapanpun industri minyak goreng tak akan berubah apabila sisi hulunya tidak dibenahi,” terangnya.
Informasi, saat ini proses penyelidikan sedang dilakukan KPPU terkait praktik kartelisasi industri minyak goreng. Sekitar 8 kelompok usaha telah dilakukan pemanggilan dan direncanakan dipanggil kembali untuk melakukan pendalaman.
Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean menyebut proses ini masih berjalan untuk beberapa waktu kedepan. Ia menyampaikan KPPU masih membutuhkan satu alat bukti tambahan untuk bisa membuktikan adanya praktik kartelisasi di industri minyak goreng.
Sebelumnya, KPPU mencium adanya praktik kartel karena adanya penyesuaian harga minyak goreng kemasan secara bersamaan. Bahkan seiring berjalannya waktu, gonta-ganti kebijakan yang dilakukan pemerintah belum bisa menurunkan harga ke posisi sebelum mengalami kenaikan di akhir 2021.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Belum Bisa Simpulkan
Dari hasil penyelidikan selama ini, Gopprera mengaku belum bisa menyimpulkan apakah penguasaan lahan sawit berlebih ini akan jadi tanda langsung adanya praktik kartel. Ia masih menunggu prosesnya hingga selesai nanti.
“ita belum bisa menyimpulkan, proses penyelidikan kita masih terus berjalan, hasil akhirnya kita akan simpulkan. Beberapa data yang kita lihat ada perilaku tindakan usaha yang sama di produsen, baik mengenai pasokan maupun harga,” kata dia.
Meski dari data yang dikumpulkan oleh KPPU, belum ada pergerakan yang signifikan sebagai dampak dari larangan ekspor terhadap harga minyak goreng. Meski, harga bahan baku minyak goreng disebut-sebut menurun seiring meningkatkan stok dalam negeri.
Namun, masih belum bisa berdampak terhadap harga minyak goreng curah, kemasan sederhana, hingga kemasan premium di pasaran.
Advertisement
Perpanjangan
Diketahui, masa penyelidikan KPPU akan berakhir sekitar satu bulan lagi. Dari proses penyelidikan yang dilakukan saat ini, Gopprera membuka opsi untuk melakukan penambahan masa penyelidikan terhadap para terlapor. Namun, ia masih menyimpan sejumlah opsi lainnya untuk pengumpulan-pengumpulan bukti dari perusahaan minyak goreng.
“Kalau kita butuh perpanjangan kita akan minta perpanjangan, saat ini belum ada disimpulkan, harus mengacu paa proses penyelidikan kita,” katanya.
“Ada beberapa opsi (untuk pengumpulan data) kita bisa dapat juga dari distributor yang jadi saksi, karena berhubungan dengan para produsen tersebut,” imbuh dia.
Evaluasi HGU
Pemerintah berniat untuk melakukan audit menyeluruh terhadap perusahaan kelapa sawit sebagai upaya mengatasi masalah harga dan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai pembatasan hak guna usaha perlu dilakukan.
Ketua KPPU Ukay Karyadi menyampaikan pembatasan hak guna usaha (HGU) bisa dibatasi berdasarkan kelompok usaha. Artinya bukan mengacu jumlah perusahaan, namun jenis kelompok usahanya.
“Kami mengusulkan ada pembatasan hak guna usaha perkebunan sawit berdasarkan kelompok usaha, bukan per perusahaan tapi kelompok usaha,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (31/5/2022).
Ia menyebut pembatasan itu perlu dilakukan menimbang banyaknya jumlah perusahaan perkebunan sawit. Namun, banyak perusahaan di antaranya terintegrasi secara vertikal.
“Kami catat industri minyak goreng itu ada 70-an, tapi kalau dikerucutkan itu tidak banyak. KPPU dalam penyelidikannya fokus kepada 8 kelompok usaha yang menguasai industri minyak goreng sekaligus mereka memiliki perkebunan sawit,” terangnya.
Advertisement