Indonesia Bakal Jadi Pusat Baterai Kendaraan Listrik Dunia

Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengungkap mimpi Indonesia untuk bisa menjadi pusat suplai baterai kendaraan listrik dunia

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Jul 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2022, 20:00 WIB
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengungkap mimpi Indonesia untuk bisa menjadi pusat suplai baterai kendaraan listrik dunia. Ini didorong keyakinan adanya cadangan nikel di tanah air.

Pemerintah telah berkali-kali menekankan perhatiannya ke sektor ini. Salah satunya dengan lahirnya konsorsium dalam pembangunan Indonesia Battery Company (IBC).

Dengan cadangan nikel sekitar 20 persen dari total cadangan global, Indonesia punya peluang menjadi sentra produksi baterai kendaraan listrik. Kemudian, bisa menjadi pusat pengembangan kendaraan listrik kedepannya.

"Indonesia memang punya aspirasi dari arahan presiden, dimana kita bisa jadi sentral global supply chain, dimana Indonesia mempunyai cadangan yang luar biasa untuk komoditas utama dalam membangun baterai (kendaraan listrik) yaitu nikel," kata Pahala dalam Mining Forum MIND ID, Kamis (28/7/2022).

"Dimana kita memiliki lebih dari 20 persen daripada cadangan nikel seluruh dunia," imbuhnya.

Dalam upayanya ini, Wamen BUMN menyebut Indonesia telah menggandeng perusahaan besar asal China dan Korea Selatan. Yakni, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) dan LG.

Keduanya merupakan produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia. Jika CATL dan LG membangun pabrik di Indonesi, kemungkinan Indonesia menjadi produsen baterai terbesar di dunia diyakini akan semakin terbuka.

"Kita lakukan aliansi secara end-to-end dimana kita harap dua partner saat ini, satu dari China dan Korea Selatan keduanya merupakan produsen baterai terbesar saat ini, kita akan lakukan hulu kehilir, dari penambangan, ke battery cell, dan battery pack," ujarnya.

Dengan visi tersebut, Wamen Pahala berharap 70 persen cadangan nikel Indonesia bisa diproduksi menjadi precusor nikel dan kemudian menjadi katoda nikel. Keduanya merupakan bahan untuk membuat baterai kendaraan listrik.

 

Dilirik Negara Lain

Jokowi Resmikan Pembangunan Industri Baterai Terintegrasi di Batang ( BPMI Setpres/Laily Rachev)
Jokowi Resmikan Pembangunan Industri Baterai Terintegrasi di Batang ( BPMI Setpres/Laily Rachev)

Lebih dari pengembangan baterai listrik, ia mengungkap Indonesia juga berpotensi jadi pusat pengembangan kendaraan listrik. Dengan adanya perusahaan asing yang berminat untuk membangun pabriknya di tanah air.

"Ini sudah dilirik negara lain, dimana produsen mobil listrik yang ada di dunia saat ini itu juga mulai melihat kemungkinan untuk membuat produksi di Indonesia untuk melanjutkan value chain kedepannya," kata dia.

"Ini akan menjadi battery pack bahkan menuju produksi mobil di Indonesia dan produksi ISS dan charging station dan recycling," terang Pahala.

Dengan roadmap pengembangan baterai kendaraan listrik tersebut, Wamen Pahala optimistis Indonesia bisa semakin maju.

"Kita juga melitik selain partner end-to-end tadi, gimana kita membentuk konsorsium strategic alliance dengan liat partner tersebut untuk membangun value chain selanjutnya. Dengan pengembangan baterai, 2030 nanti indonesia punya prepoertairy battery tech, tadi, kerja sama dengan mitra utama tadi," bebernya.

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Pemanfaatan EBT

GIIAS 2021
Presiden Jokowi menjajal mobil listrik Mitsubishi Minicab MiEV. (Arief/Liputan6.com)

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa persoalan untuk menggalakkan energi bersih terbarukan, kuncinya ada dua sektor utama, yaitu kelistrikan dan otomotif.

Sepanjang Jepang masih bertahan dengan produksi mobil berbahan bakar fosil, sulit bagi Indonesia untuk penerapan EBT (energi baru terbarukan).

"Kalau Jepang mungkin lebih baik dalam konteks automotif bagaimana kemudian ke depan Jepang akan moving kemana terkait industri otomotifnya, karena sejauh ini mereka belum entry ke market mobil listrik," kata Komaidi, Kamis (28/7/2022).

"Justru China dan Korea, sementara dominasi mereka di pasar indonesia cukup besar. Sepanjang mereka masih bertahan di konvensional relatif berat bagi indonesia,” lanjut dia.

Keberlangsungan Industri Otomotif

Komaidi mengingatkan, selain menjaring investor asing, pemerintah juga perlu memperhatikan keberlangsungan industri otomotif secara keseluruhan.

“Kemudian nasib yang mobil sudah eksis, termasuk infrastruktur penunjang, seperti pabriknya, bengkel, dan karyawan bagaimana, ini pekerjaan rumah yang saya kira tidak sederhana, sekedar mengkampanyekan pindah ke EBT, ada aspek aspek lain yang sejauh ini belum disentuh,” jelas Komaidi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya