CEO JPMorgan Chase Ingatkan Ramalan Resesi Global Bukan Masalah Sepele

CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon membunyikan alarm resesi global pada ekonomi AS dan negara lain pada pertengahan tahun depan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 11 Okt 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2022, 13:00 WIB
Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon memperingatkan risiko resesi pada ekonomi Amerika Serikat dan global yang sangat serius pada pertengahan tahun depan.

Meskipun demikian, Kepala eksekutif bank terbesar di AS itu menyebutkan bahwa ekonomi AS sebenarnya masih baik-baik saja, dan konsumen cenderung berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan krisis keuangan global 2008.

"Tetapi Anda tidak dapat berbicara tentang ekonomi tanpa membicarakan hal-hal di masa depan - dan ini adalah hal yang serius," kata Dimon, dikutip dari CNBC International, Selasa (11/10/2022).

Di antara indikator yang membunyikan bel alarm resesi global dan AS, Dimon mengutip dampak inflasi yang tidak terkendali, suku bunga naik lebih dari yang diperkirakan, serta efek pengetatan kuantitatif yang tidak diketahui dan perang Rusia-Ukraina.

"Ini (resesi)adalah hal-hal yang sangat, sangat serius yang menurut saya kemungkinan akan mendorong AS dan dunia — maksud saya, Eropa sudah dalam resesi, dan mereka kemungkinan akan menempatkan AS dalam semacam resesi enam hingga sembilan bulan dari sekarang," ungkap Dimon.

Seperti diketahui, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar tiga perempat poin persentase bulan lalu.

Ini merupakan kenaikan suku bunga ketiga bank sentral AS tersebut. Pejabat Fed juga mengindikasikan mereka akan terus menaikkan suku bunga jauh di atas kisaran, hingga 3,25 persen.

"Anda tahu, dari sini, mari kita semua berharap mereka sukses dan tetap berdoa mereka akan berhasil memperlambat ekonomi sehingga apa pun itu, dampaknya ringan dan itu mungkin," ucap Dimon.


CEO JPMorgan Chase : Belum Bisa Dipastikan Berapa Lama Resesi AS Akan Berlangsung

Indeks harga konsumen Amerika Serikat
Seseorang mengendarai skuter melewati toko pencairan cek dan pinjaman gaji di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi AS pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Dimon selanjutnya mengatakan bahwa dia tidak bisa memastikan berapa lama resesi di AS akan berlangsung. Menurutnya, pelaku pasar harus menilai berbagai hasil sebagai gantinya.

"(Resesi) bisa berubah dari sangat ringan hingga cukup keras dan banyak yang akan bergantung pada apa yang terjadi dengan perang ini. Jadi, saya pikir menebak itu sulit, bersiaplah," ujar Dimon. 

CEO JPMorgan Chase mengatakan bahwa satu-satunya jaminan yang bisa dia yakini adalah pasar yang bergejolak. Dia juga memperingatkan bahwa masalah ini bisa bertepatan dengan kondisi keuangan yang tidak teratur.

Pada awal Juni 2022, saat berbicara dengan sejumlah analis dan investor, Dimon sudah mengungkapkan sedang bersiap menghadapi "badai" ekonomi yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga Federal Reserve dan perang Rusia-Ukraina.

"JPMorgan menguatkan diri kami sendiri dan kami akan sangat konservatif dengan neraca kami," kata Dimon saat itu. Dia pun menyarankan investor untuk melakukan hal yang sama.


Resesi Global Kian Dekat, Bos IMF Desak Dunia Bertindak

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mendesak para pembuat kebijakan global untuk mengambil tindakan guna meredam risiko resesi global.

Dikutip dari Channel News Asia, Jumat (7/10/2022) dalam pidato menjelang pertemuan tahunan IMF pekan depan, Georgieva mengatakan bahwa saat ini sangat penting untuk menstabilkan ekonomi global dengan mengatasi tantangan yang paling mendesak, termasuk inflasi yang merajalela.

Akan tetapi, Georgieva juga memperingatkan proses tersebut tidak akan mudah dan mengakui bahwa jika bank sentral bergerak terlalu agresif untuk menekan tekanan harga, hal itu bisa memicu penurunan ekonomi yang "berkepanjangan".

"Ini tidak akan mudah, dan upaya itu tidak akan dilalui tanpa rasa sakit dalam waktu dekat," kata Georgieva dalam pidatonya di Georgetown University.

"Di tengah pandangan global yang semakin gelap ... risiko resesi meningkat," bebernya, mencatat bahwa sepertiga negara diperkirakan akan mengalami setidaknya dua perempat kontraksi.

Georgieva juga mengatakan, "Bahkan ketika pertumbuhan positif, masih akan terasa seperti resesi." Menurut dia, hal ini dikarenakan lonjakan harga pangan dan energi yang mengikis pendapatan.

IMF pun kembali menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global 2023 mendatang, dalam laporan yang akan diterbitkan pekan depan untuk pertemuan tahunan.

"Dalam waktu kurang dari tiga tahun kita akan hidup melalui guncangan, setelah guncangan lainnya," ujarnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya