KemenkopUKM Ajak Masyarakat Beri Masukan untuk RUU Perkoperasian

KemenkopUKM telah menyelesaikan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian

oleh Tira Santia diperbarui 17 Des 2022, 19:45 WIB
Diterbitkan 17 Des 2022, 19:45 WIB
ilustrasi-koperasi
ilustrasi-koperasi

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SesKemenKopUKM) Arif Rahman Hakim mengatakan pihaknya telah menyelesaikan draf Rancangan Undang-Undang atau RUU Perkoperasian. Namun, masih tetap membutuhkan masukan dari seluruh stakeholder guna penyempurnaannya.

"Sesuai UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diamanatkan untuk melibatkan seluruh stakeholder agar berperan aktif dan berperan serta untuk perumusan kebijakan di bidang koperasi," kata SesKemenKopUKM Arif Rahman Hakim dalam Sosialisasi Rancangan Undang-Undang Perkoperasian, Sabtu (17/12/2022).

Arif menegaskan pihaknya membutuhkan masukan, terutama untuk isu-isu strategis yang membutuhkan penajaman antara lain pengesahan akta pendirian, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, penguatan fungsi dan peran pengawasan KSP, prinsip kehati-hatian dan pembatasan investasi, pembatasan periode kepengurusan dan kepemilikan modal koperasi, pengaturan ulang modal koperasi, sanksi pidana, serta perlindungan anggota.

Dia berharap, aturan yang dirumuskan secara bersama ini akan menjadi payung hukum yang dapat berlaku paling tidak minimal 25 tahun ke depan.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi mengatakan RUU Perkoperasian ini merupakan upaya membangun koperasi Indonesia yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.

 

 

Reforma Regulasi

Ilustrasi koperasi
Ilustrasi koperasi. (Gambar oleh ar130405 dari Pixabay)

Zabadi menekankan, reformasi perkoperasian merupakan perubahan struktural yang dilakukan melalui pembaharuan atau perubahan regulasi (reforma regulasi) untuk menyesuaikan anatomi kelembagaan dan usaha koperasi agar lebih adaptif dengan perubahan zaman, serta berkembangnya ekosistem perkoperasian yang mendukung tumbuh kembangnya koperasi.

"Reformasi perkoperasian perlu dilakukan sosialisasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian karena perubahan zaman memberi tantangan strategis yang berbeda bagi koperasi dan bagi seluruh pelaku usaha menjadi semakin kompleks, canggih, cepat, dan mudah. Selain itu, perkembangan aneka teknologi merupakan keniscayaan dan harus direspons sebagai peluang bagi koperasi sebagai wahana untuk tumbuh dan berkembang," kata Zabadi.

Selain itu, menurut Zabadi perkembangan dunia industri juga membawa wawasan baru dan membawa perubahan perilaku masyarakat dalam memproduksi, mendistribusi, dan mengonsumsi barang dan jasa.

“Era globalisasi juga memerlukan koperasi yang lincah dengan jejaring usaha yang kuat dan terintegrasi dengan rantai pasok nasional dan global, serta teguh dalam menerapkan jati diri koperasi," pungkas Zabadi.

Koperasi Simpan Pinjam Akhirnya Bakal Diawasi Otoritas Pengawasan Koperasi, Bukan OJK

Ilustrasi Koperasi
Ilustrasi Koperasi (sumber: freepik)

Pengawasan Koperasi simpan pinjam (KSP) akan dilakukan satu lembaga bernama Otoritas Pengawasan Koperasi atau OPK.

Pengawasan ini sudah tertuang dalam RUU Perkoperasian. "Itu tertuang dalam RUU Perkoperasian. Nantinya, akan dibentuk sebuah institusi pengawasan tersendiri yang independen, atau tidak di bawah kedeputian di KemenKopUKM," ujar Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi di Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Kementerian memastikan bahwa pengawasan KSP sepenuhnya berada di bawah KemenkopUKM, alias tidak di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal itu sudah ditegaskan dalam RUU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) dan juga RUU Perkoperasian.

OPK, akan didesain tidak sepenuhnya diisi orang-orang KemenKopUKM saja, melainkan ada perwakilan dari gerakan koperasi dan stakeholder lainnya, melalui benchmark yang dilakukan di beberapa negara seperti AS dan Jepang, dimana pengawasan koperasi dilakukan dengan cara ini dan tidak di bawah otoritas semacam OJK maupun bank sentral.

"Yang diatur di RUU PPSK itu, koperasi yang existing berada di sektor keuangan. Artinya, RUU PPSK itu hanya mengatur koperasi yang bersifat open loop," ungkapnya.

Jadi, lanjut Zabadi, hanya koperasi yang bersifat open loop pengawasannya berada di bawah OJK. Contoh, BPR yang dimiliki koperasi, LKM yang berbadan hukum koperasi, dan asuransi berbadan hukum koperasi. Itu termasuk bila nanti ada koperasi kripto, atau koperasi yang bergerak di sektor pinjaman online.

"Itu semua adalah koperasi yang bersifat open loop. Sehingga, proses perizinan dan pengawasannya berada di bawah OJK," ujarnya.

Komitmen

Tujuan Pendirian Koperasi
Ilustrasi Transaksi Credit: pexels.com/Blake

Sementara koperasi yang sifatnya close loop adalah yang murni koperasi simpan pinjam, dengan begitu nantinya akan diatur rasio modal, rasio penyaluran, rasio BMPK-nya, dan sebagainya.

Ia juga menyampaikan KSP itu hanya yang dari, oleh, dan untuk anggota koperasi, serta tidak boleh menyelenggarakan kegiatan di luar usaha simpan pinjam.

Pihaknya juga mengakui sudah ada komitmen bersama dengan Kementerian Keuangan untuk merumuskan satu model LPS bagi koperasi.

"Makanya, saya setuju hadirnya LPS Koperasi ini harus didukung pengawasan yang efektif melalui OPK," ucap Zabadi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya