Liputan6.com, Jakarta Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal mengungkapkan perjalanan perpajakan di tahun 2022 penuh dengan serangkaian lika-liku. Namun, seiring berjalannya waktu Direktorat Jenderal Pajak berhasil menjalankan tugasnya dalam mengumpulkan penerimaan negara.
Yon Arsal menjelaskan, untuk di posisi saat ini, sangat penting untuk melihat kilas balik di tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2017, Kementerian Keuangan melalui DJP memulai reformasi perpajakan. Namun dalam prosesnya, di tahun 2020 dihadapkan dengan kendala yakni pandemi covid-19.
Baca Juga
"Kalau kita cermati sejak tahun 2017 waktu itu kita mencanangkan reformasi perpajakan. Perjalanan kemudian membawa kita ke tahun 2020 di mana pandemi muncul kemudian bagaimanapun proses reformasi ini tetap berjalan walaupun tentu agak tersendat," kata Yon Arsal dalam Podcast Cermati DJP "Kilas Balik 2022", Kamis (29/12/2022).
Advertisement
Tahun 2020 memberikan pelajaran baru bagi Kementerian Keuangan, khususnya DJP. Sebab, saat itu DJP selaku instansi pengumpul penerimaan pajak tidak semata-mata diminta memenuhi pajak saja, melainkan juga diminta masyarakat untuk memberikan insentif perpajakan.
"Waktu itu kita lihat diminta juga kasih insentif PEN, ini kan suatu proses yang memang saling bertolak belakang, orang DJP harus ngumpulin pajak harus optimal tapi di sisi lain diminta kasih insentif dong," ujarnya.
Alhasil, kata Yon Arsal, mau tidak mau reformasi perpajakan harus tetap dijalankan. Selain itu, DJP juga harus bisa menjalan dua tugas yakni, tetap mengumpulkan penerimaan pajak dan memberikan insentif.
Lantaran, jika penerimaan pajak dihentikan, maka Pemerintah akan kesulitan dalam menangani dampak pandemi, karena dibutuhkan dana yang cukup besar untuk rumah sakit, vaksin, dan sebagainya.
"Tahun 2020 kita kena pandemi DJP ngumpulin penerimaan itu harus, karena kita harus membiayai pengeluaran yang jumlahnya makin besar. Kita tidak pernah mengalokasikan biaya vaksin, biaya rumah sakit semuanya," ujarnya.
Aturan
Hingga pada akhirnya terbitlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, membolehkan pemerintah untuk melakukan penganggaran dan pembiayaan defisit melampaui 3 persen.
Aturan tersebut dirancang untuk situasi pandemi dan akan berlaku selama 3 tahun yang mulai dari tahun anggaran 2020 hingga 2022. Tahun 2023 nanti, defisit akan kembali normal menjadi paling tinggi sebesar 3 persen dengan penyesuaian bertahap.
"Waktu itu ada perpu Nomor 1 Tahun 2022 kalau kita lihat di dalam, intinya memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memperlebar defisit, namun hanya sampai batas Tahun 2022. Tiga tahun artinya apa? sehingga kita harus melakukan kembali ke fiskal yang sehat pada Tahun 2023," ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Yon, kini harapan semakin terbuka lebar untuk mencapai fiskal konsolidasi yang sehat di tahun 2023. Hal itu terlihat dari pergerakan ekonomi yang terus tumbuh, beberapa sektor juga sudah mulai pulih, dan pertumbuhan ekonomi juga positif.
"Kita melihat ada setitik cara harapan 2020 kita terpuruk sekali tahun 2021 ada pergerakan ekonomi mulai tumbuh, beberapa sektor mulai recover ekonomi juga sudah relatif lebih baik sedikit PDB kita Alhamdulillah tidak sampai ke level resesi, sehingga demikian kita melihat ada peluang bahwa kita harus mengejar kembali harapan untuk fiskal konsolidasi di tahun 2023," pungkasnya.
Advertisement
Waduh, Ratusan Pegawai DJP Dihukum Akibat Minta Imbalan ke Wajib Pajak
Ratusan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapat hukuman akibat pelanggaran disiplin. Sebagian besar pelanggaran yang dilakukan pegawai Pajak adalah pelanggaran ringan tetapi ada juga yang melakukan pelanggaran disiplin kategori berat.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menjelaskan, DJP terus melakukan penegakan hukum disiplin kepada pegawai pajak dalam 3 tahun terakhir. Tercatat, periode 2019 hingga 2021 lebih dari 700 pegawai mendapatkan hukuman disiplin ASN.
"3 tahun terakhir ini mungkin tahun yang paling banyak kita melakukan penegakan hukum disiplin," katanya dikutip dari Belasting.id, Rabu (7/12/2022).
Sebagian besar pelanggaran pegawai masuk kategori pelanggaran ringan sebanyak 718 pegawai. Selanjutnya, sebanyak 199 pegawai melakukan pelanggaran disiplin sedang dan sebanyak 349 pegawai DJP melakukan pelanggaran disiplin kategori berat.
Dia menuturkan upaya penegakan disiplin pegawai berdasarkan PP No.94/2021 tentang disiplin aparatur sipil negara (ASN). Pemberian hukuman dilakukan secara berjenjang tergantung tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai DJP.
"Paling berat pemberhentian tidak atas permintaan sendiri, itu yang paling berat," tuturnya.
Suryo menerangkan pelanggaran yang paling banyak dilakukan pegawai memiliki kaitan dengan wajib pajak, yaitu pelanggaran dalam melakukan pekerjaan seperti mengharapkan atau meminta imbalan dari wajib pajak.
Menurutnya, upaya penegakan disiplin membutuhkan contoh baik dari setiap pimpinan di masing-masing kantor pajak. Dengan demikian, pegawai di bawah memiliki kepercayaan bahwa upaya penegakan disiplin ikut dilakukan oleh para pimpinan.
"Teman-teman di bawah ini butuh penglihatan, benar ga pimpinan punya komitmen yang sama untuk pemberantasan atau menjaga institusi dari yang namanya korupsi," ulasnya.