Coretax Masih Bermasalah, DPD: Penerimaan Negara Terancam Meleset

Pada Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak hanya berhasil mengumpulkan 20 juta faktor pajak, jauh di bawah target yang sebelumnya mencapai 60 juta faktor pada tahun 2024.

oleh Tira Santia Diperbarui 18 Feb 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2025, 14:30 WIB
Ahmad Nawardi dan Sri Mulyani
Ketua Komite IV DPD Ahmad Nawardi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Jakarta, Selasa (18/2/2025). (Liputan6.com/Tira)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ahmad Nawardi, memproyeksikan penerimaan pajak tahun 2025 diterancam melenceng dari target, yang disebabkan oleh masalah pada sistem perpajakan digital terbaru, yaitu Coretax.

"Penerimaan awal tahun ini yang saya dengar misalnya meleset dari target karena adanya persoalan Coretax, yaitu sistem perpajakan digital yang terbaru," kata Ahmad dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Ahmad menyebut, sistem yang diharapkan dapat mempermudah dan meningkatkan efisiensi perpajakan ini, ternyata belum mampu memenuhi ekspektasi.

Menurut informasi yang diperoleh, pada Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak hanya berhasil mengumpulkan 20 juta faktor pajak, jauh di bawah target yang sebelumnya mencapai 60 juta faktor pada tahun 2024.

Hal ini mengakibatkan total penerimaan pajak yang terkumpul hanya sebesar Rp50 triliun, jauh dari target yang ditetapkan, yaitu Rp172 triliun.

"Tentu ini membuat penerimaan negara agak, keuangan negara goyang dan kementerian dan lembaga di awal tahun tidak punya dana untuk menjalankan program yang sudah dirancang," ujarnya.

Penurunan penerimaan pajak yang signifikan ini tentu berimbas pada keuangan negara, di mana kementerian dan lembaga negara di awal tahun tidak memiliki dana yang cukup untuk menjalankan program-program yang telah direncanakan.

Menghadapi situasi ini, anggaran negara untuk dua bulan pertama tahun 2025 masih bergantung pada sisa anggaran tahun 2024 yang mencapai Rp 45,4 triliun.

"Karena dua bulan ini memang seperti tahun-tahun sebelumnya sumber anggaran negara tentu berasal dari sisa anggaran tahun 2024 yaitu Rp 45,4 triliun," ujarnya.

 

Penerimaan Negara terancam

Ahmad menyampaikan, Penerimaan negara dalam APBN tahun 2025 direncanakan sebesar Rp3.005,1 triliun yang bersumber dari pajak sebesar Rp2.490,9 triliun. Sementara penerimaan negara bukan pajak diperkirakan sebesar Rp513,6 triliun.

Jika kondisi ini berlanjut dan target penerimaan negara tidak tercapai, sementara belanja negara tidak dikurangi sejak awal, maka defisit anggaran negara akan semakin melebar.

Pemerintah telah menetapkan defisit sebesar Rp2,53 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), namun jika masalah ini tidak segera diatasi, defisit tersebut berpotensi membesar, menambah tantangan bagi stabilitas fiskal negara.

"Jika target penerimaan negara tak tercapai dan belanja tidak dikurangi sejak awal, defisit akan semakin melebar dari yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp2,53 triliun terhadap PDB," ujarnya.

Ke depan, DPD menilai sangat penting untuk mengatasi permasalahan pada sistem Cortex agar penerimaan pajak dapat kembali optimal. Selain itu, evaluasi dan perencanaan anggaran yang lebih cermat juga menjadi langkah penting untuk menghindari defisit yang lebih besar dan memastikan program-program pembangunan tetap berjalan sesuai rencana.

Penerapan sistem Coretax per 1 Januari 2025 untuk penerimaan negara menghadapi keluhan sulitnya menerbitkan faktur pajak. Terlebih faktur pajak wajib disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

 

 

Coretax Belum Berjalan Mulus, Apindo Harap Penerimaan Pajak Tak Kena Imbas

Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani
Wakil Ketua Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani (dok: Tira)... Selengkapnya

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, sistem Coretax sebetulnya sangat bagus untuk diterapkan.

Hanya saja, sistem administrasi pajak tersebut kerap mengalami kendala teknis pada masa implementasi awal. Sehingga turut mempengaruhi operasional perusahaan.

"Cuma prosesnya kemarin itu agak cepat ya, jadi banyak pelaku enggak siap dan juga banyak yang enggak bisa mengeluarkan faktur. Sehingga mempengaruhi dari segi operasional perusahaan," kata Shinta di Four Seasons Hotel, Jakarta, Senin (10/5/2025).

Menurut dia, kelompok pengusaha terus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan agar bisa menjalankan skema pelaporan pajak ini. Shinta pun berharap berbagai kendala yang dialami Coretax tidak sampai mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari pajak.

"Semoga tidak. Saya cuma bisa jawab semoga tidak," ujar dia.

Ungkapan senada juga sempat disampaikan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar. Ia menilai, meskipun DJP telah memulai penerapan sistem Coretax dengan baik, tapi ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan. Terutama dalam hal sosialisasi dan persiapan yang matang.

"Jadi, saya rasa DJP memulai ini sudah cukup baik, namun persiapan dan sosialisasinya ini harus lebih ditekankan lah," kata Sanny saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, meskipun sistem ini menawarkan banyak potensi untuk memperbaiki sistem perpajakan dan memperluas basis wajib pajak, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terkait dengan penerbitan faktur dan prosedur perpajakan lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya