Berantas Truk ODOL, Pemerintah Harus Beri Alternatif Angkutan Logistik

Kementerian Perhubungan menyatakan akan menjalankan kebijakan Zero Odol (over dimension overload) di 2023.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jan 2023, 23:06 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2023, 17:20 WIB
Pengusaha minta penundaan kebijakan zero odol
Sejumlah truk melintasi ruas jalan tol Tangerang-Jakarta, Kota Tangerang, Banten, Rabu (2/3/2022). Apindo mengatakan penerapan kebijakan bebas truk kelebihan muatan (over dimension overload/ODOL) akan sulit dilaksanakan pada 2023 karena ekonomi terpuruk akibat covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan menyatakan akan menjalankan kebijakan Zero Odol (over dimension overload) di 2023. Hal ini menjadi perhatian banyak pihak.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah meminta pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam menerapkan kebijakan itu. Dia mengatakan, kebijakan yang dibuat serampangan hanya akan membuat masyarakat semakin susah.

"Iya kalau menurut saya sih memang masih belum waktunya. Itu (kebijakan) ada efek dominonya kan," kata Trubus saat dihubungi di Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Dia mengatakan, penerapan zero odol di 2023 akan memicu kenaikan harga barang konsumsi mengingat tidak sedikit kebutuhan bahan pokok masyarakat yang diangkut menggunakan truk. Kalau sudah begitu masyarakat kembali menjadi korban dari kebijakan yang gegabah hingga dipaksa berdamai dengan keadaan.

Asumsi perhitungan kenaikan harga barang akibat penerapan zero odol yang prematur sempat dihitung oleh Asosiasi Logistik Indonesia (ALI).

Mereka memperkirakan bahwa harga barang logistik akan naik hingga 50 persen akibat kebijakan tersebut, artinya publik harus mengeluarkan uang lebih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

 

Kemenhub Optimis Target Indonesia Bebas ODOL 2022 Tercapai
Truk melintas di ruas Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Daya Saing Industri Bakal Menurun

Lebih jauh, Trubus menjelaskan bahwa kebijakan zero odol juga berdampak pada daya saing industri dalam negeri. Dia mengatakan, industri harus menanamkan modal untuk menambah unit distribusi mereka lantaran truk akan mendapat tindakan pidana apabila melintas melebihi kapasitas angkut.

Trubus mengatakan, kondisi itu akan membuat distribusi barang-barang yang sudah diproduksi industri akan tertahan hingga ke daerah-daerah. Hal ini akan memicu kelangkaan ketersediaan barang yang berdampak pada peningkatan harga hingga berpotensi memicu inflasi.

"Jadi ini masih terlalu beresiko kalau mau diterapkan. Menurut saya bisa diterapkan tapi untuk jangka pendek ini perlu kolaborasi dan sinergitas antara kementerian perhubungan, kementerian perindustrian, dan pemerintah daerah," katanya.

Pemerintah menilai bahwa truk odol menjadi penyebab kerusakan jalan. Trubus berpendapat kalau penambahan armada transportasi angkutan logistik juga memiliki dampak negatif terhadap jalan. Dia mengatakan, frekuensi perlintasan angkutan juga berpotensi memperpendek usia jalan.

"Belum lagi kemacetan juga. Nambah truk lagi ya nambah kemacetan juga. Antrian itu kan ada karena jumlah truknya jadi lebih banyak. Belum lagi (perusahaan) harus menambah SDM-nya juga," katanya.

 

Pengembangan Jalur Logistik

Razia Truk ODOL
Razia kendaraan truk ODOL di wilayah Balikpapan. (Liputan6.com)

Di lain kesempatan, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S. Dillon menilai perlunya dibuat pengembangan jalur logistik yang tidak hanya berbasis jalan raya. Dia mengatakan, pemerintah seharusnya merencanakan pembangunan pelabuhan dan sentra industri terintegrasi dengan konektivitas rel.

"Sehingga, arus lalu lintas barang bervolume tinggi dapat terlayani dengan efisien dan berkeselamatan," katanya.

Dia menjelaskan, pengembangan transportasi logistik tersebut juga sekaligus untuk mendukung pelaksanaan zero odol. Sayangnya, sambung dia, kewenangan manajemen transportasi angkutan barang berbasis jalan raya masih belum sepenuhnya terintegrasi, karena masih ada kewenangan Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR dan Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub.

Pria yang akrab disapa Koko ini melanjutkan, belum lagi kewenangan penindakan di lapangan yang masih ada peran kepolisian. Sementara di beberapa negara maju otoritas tersebut sudah berada di bawah satu kementerian.

Sebabnya, dia berpendapat bahwa sebaiknya masalah kelembagaan terlebih dahulu harus dipecahkan. Dia mengatakan, dengan begitu pelaku usaha dalam hal ini pengusaha truk maupun pemilik barang tidak akan bingung.

"Kalau sudah tidak bingung, edukasi terkait Zero ODOL akan lebih mudah nantinya," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya