Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan temuan potensi kerugian negara senilai Rp 4,5 triliun akibat proyek jalan tol. Penyebabnya, dana pembebasan lahan untuk pembangunan proyek ternyata belum dibayar.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, pemerintah masih berutang Rp 4,5 triliun untuk dana pembebasan lahan di proyek jalan tol.
Baca Juga
"Pemerintah sudah beliin tanah pembebasan tanah, janjinya kalau jalan tol jadi dibalikin itu uang. Ternyata Jalan tol jadi, Rp 4,5 triliun belum dibalikan dan belum jelas rencana pengembaliannya gimana. Dipanggil dong semua, kan Rp 4,5 triliun gede duitnya," ujarnya di Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Advertisement
Pahala menyampaikan, kasus ini turut menyeret 5 nama pejabat di lingkungan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"BPJT itu kan dia mengawasi semua perusahaan yang mengoperasikan jalan tol. Ternyata 5 orang BPJT jadi komisaris di (perusahaan) jalan tol," kata Pahala.
Masih Rahasia
Ia memang belum mau menjabarkan siapa saja lima nama yang dimaksud. Namun, ia telah berdiskusi dengan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono bagaimana nasib kelima pejabat BPJT tersebut.
"Saya bilang bagaimana, pak Menteri sudah setuju, nanti dicopot semua yang lima," imbuhnya.
Temuan KPK
Sebelumnya, KPK melaporkan temuan adanya masalah tata kelola jalan tol sejak proses perencanaan. KPK mencatat peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama.
Akibatnya, rencana pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi dana pengadaan tanah.
Kedua, terkait proses lelang. KPK mencatat dokumen lelang tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Sehingga, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.
Advertisement
Proses Pengawasan
Masalah berikutnya, proses pengawasan. KPK menemukan belum ada mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT. Alhasil, pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.
Lalu, potensi benturan kepentingan. KPK mencatat investor pembangunan didominasi oleh kontraktor BUMN Karya atau sebesar 61,9 persen. Akibatnya terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi.
Kemudian, tidak ada aturan lanjutan. Menurut temuan, belum ada aturan tentang penyerahan pengelolaan jalan tol lebih lanjut. Akibatnya mekanisme pasca pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu.