Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 5.969 triliun di Kuartal I 2023

Bank Indonesia (BI) mencatat, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai USD 402,8 miliar pada akhir triwulan I 2023. Nilai ULN tersebut setara Rp 5.969 triliun dengan asumsi kurs Rp14.815 per USD.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 15 Mei 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2023, 12:00 WIB
Ilustrasi Utang. Dok Kemenkeu
Bank Indonesia (BI) mencatat, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai USD 402,8 miliar pada akhir triwulan I 2023. Nilai ULN tersebut setara Rp 5.969 triliun dengan asumsi kurs Rp14.815 per USD. Dok Kemenkeu

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mencatat, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai USD 402,8 miliar pada akhir triwulan I 2023. Nilai ULN tersebut setara Rp 5.969 triliun dengan asumsi kurs Rp14.815 per USD.

"Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada triwulan I 2023 secara tahunan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,9 persen (year on year/yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 4,1 persen (yoy)," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono di Jakarta, Senin (15/5).

Dia menyampaikan, kontraksi pertumbuhan ini bersumber dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) dan swasta. Perkembangan posisi ULN pada triwulan I 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang USD terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah.

Tercatat, posisi ULN pemerintah pada triwulan I 2023 tercatat sebesar USD 194,0 miliar, atau secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 1,1 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 6,8 persen (yoy).

Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga. Selain itu, terdapat penarikan neto pinjaman luar negeri multilateral yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek.

BI memastikan penarikan ULN pemerintah pada triwulan I 2023 masih diutamakan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global. Pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu.

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,1 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,9 persen), jasa pendidikan (16,8 persen), konstruksi (14,2 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (10,2 persen).

Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


ULN Swasta

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Setali tiga uang, ULN swasta juga mengalami kontraksi dan lebih dalam. Posisi ULN swasta pada triwulan I 2023 tercatat sebesar USD 199,4 miliar, atau secara tahunan mengalami kontraksi 3,0 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,7 persen (yoy).

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, industri pengolahan, pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; serta pertambangan dan penggalian, dengan pangsa mencapai 77,9 persen dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,4 persen terhadap total ULN swasta.

BI mengklaim, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada triwulan I 2023 tetap terkendali, tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap stabil di kisaran 30,1 persen. Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,6 persen dari total ULN.

"Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," ungkap Erwin.

 


Neraca Perdagangan Indonesia Diramal Surplus USD 3,25 Miliar di April 2023

20161018-Ekspor Impor RI Melemah di Bulan September-Jakarta
Aktivitas bongkar muat peti kemas di JICT Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (18/10). Penurunan impor yang lebih dalam dibandingkan ekspor menyebabkan surplus neraca dagang pada September 2016 mencapai US$ 1,22 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Neraca perdagangan Indonesia diprediksi akan surplus USD 3,25 miliar di April 2023, atau sedikit meningkat dari surplus USD 2,91 miliar.

“Secara tahunan, baik ekspor maupun impor cenderung melemah di tengah libur Lebaran 2023 dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman dikutip dari Antara, Jumat (12/5/2023).

Ia memperkirakan ekspor akan terkontraksi 21,20 persen secara tahunan di April 2023 karena pada tahun 2022, libur Lebaran jatuh pada bulan Mei sehingga hari kerja di April lebih panjang.

“Selain itu, harga komoditas terus menurun di tengah lesunya pertumbuhan global,” imbuhnya.

Ia juga memperkirakan impor akan terkontraksi 7,50 persen secara tahunan pada April 2023 di tengah libur Lebaran yang berdampak pada produksi domestik dan aktivitas investasi.

“Kegiatan terkait investasi juga cenderung melambat di tengah jatuhnya harga komoditas dan lingkungan suku bunga yang tinggi,” katanya.

Ia menilai neraca transaksi berjalan akan mengalami defisit yang terkendali sebesar 0,65 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih kecil dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,1 persen dari PDB.

Adapun pada 2022 neraca transaksi berjalan tercatat surplus 1 persen dari PDB.

Kinerja ekspor ke depan diperkirakan akan terus melemah akibat penurunan harga komoditas yang didorong oleh melemahnya permintaan global, di tengah tingginya inflasi dan berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan.

Surplus neraca dagang diperkirakan akan terus menyusut, tapi dapat bertahan lama dari perkiraan, karena harga komoditas akan turun lebih perlahan lantaran ekonomi China yang dibuka kembali, pengurangan produksi minyak OPEC+, dan penurunan produksi beberapa komoditas di tengah kemungkinan El Nino.


Neraca Perdagangan Surplus 35 Bulan Beruntun, Sri Mulyani: Ekonomi Global Mengancam

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia kembali mengalami surplus neraca perdagangan selama 35 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 hingga Maret 2023.

"Sektor eksternal kita juga cukup baik yaitu mengalami surplus dari sisi perdagangan. Neraca perdagangan Indonesia dalam kondisi surplus USD 2,91 miliar," kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KiTa April 2023, Senin (17/4/2023).

Tercatat, nilai ekspor Indonesia Maret 2023 mencapai USD 23,50 miliar atau naik 9,89 persen dibanding ekspor Februari 2023. Namun secara tahunan mengalami penurunan dibanding Maret 2022 sebesar 11,33 persen.

Rinciannya, ekspor migas mengalami kenaikan USD 1,34 miliar atau 12,79 persen dibanding Februari 2023 sebesar USD 1,19 miliar.

Kemudian, ekspor non-migas pada Maret 2023 juga mengalami kenaikan 9,71 persen yaitu menjadi USD 22,16 miliar, dibanding bulan sebelumnya USD 20,20 miliar.

INFOGRAFIS
Infografis Pinjol Menjamur, Utang Menumpuk (Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya