Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Ma'ruf Amin meyakini pemerintah Aceh sudah memiliki pertimbangan sendiri bila ingin mengubah Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pasca kerusakan sistem Bank Syariah Indonesia (BSI).
"Kan bank syariah bukan hanya BSI, ada Bank Muamalat, ada juga Danamon Syariah, BCA syariah, ada juga BTN Syariah, ada juga beberapa yang lain. Jadi mungkin saya kira tidak akan ada kesulitan untuk menghadapi hal yang kemungkinan terjadi dari salah satu bank ini karena banyak alternatif," kata Wapres Ma'ruf Amin dikutip dari Antara Selasa (23/5/2023).
Baca Juga
Diketahui pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional ke Aceh, salah satunya dengan revisi Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Advertisement
Pasca pemberlakuan qanun LKS sejak 2018, memang semua bank konvensional keluar dari Aceh sehingga saat ini di Aceh hanya memiliki dua bank yakni Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Padahal pada Senin (8/5), nasabah mengalami kendala dalam mengakses layanan BSI menyusul proses pemeliharaan sistem teknologi informasi yang dilakukan pada Minggu (7/5).
"Dan saya kira akan dibahas di pemerintahan Aceh," ungkap Wapres.
Menurut Wapres, gangguan dalam sistem perbankan sesungguhnya bukan hanya terjadi pada Bank BSI saja.
"Saya kira terjadinya gangguan itu bukan hanya terjadi di bank syariah atau BSI ya sebelumnya bank konvensional juga pernah mengalami, pernah juga dialami oleh BCA," tambah Wapres.
Karena itu, Wapres menyebut, penyelesaian masalah teknis perbankan adalah dengan perbaikan sistem dari bank syariah itu sendiri.
"Dan kemudian juga saya kira pemerintah Aceh akan sangat tahu bagaimana cara mengatasinya," kata Wapres.
Normalisasi Layanan BSI
BSI secara intens melakukan normalisasi layanan secara bertahap hingga Selasa (9/5) nasabah bisa melakukan transaksi di jaringan cabang dan ATM BSI yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun baru pada Kamis (11/5), BSI Mobile sudah dapat digunakan untuk bertransaksi oleh nasabah dengan fitur yang lebih lengkap.
Terhadap rencana revisi itu Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk kemudian dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh.
Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menyebut pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.
Wacana perubahan tersebut merupakan aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha apalagi dengan adanya kendala yang menimpa BSI baru-baru ini.
Apalagi sampai saat ini infrastruktur bank syariah di Aceh belum bisa menjawab dinamika dan problema sosial ekonomi, terutama berkenaan dengan realitas transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.
Â
Aturan Pembatasan Bank Konvensional di Aceh Salahi Undang-Undang?
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh untuk melakukan revisi Qanun (peraturan daerah) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Tujuannya, untuk membuka peluang mengembalikan operasional bank konvensional ke Tanah Rencong.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, pihak otoritas sebenarnya sudah lama pasang mata terhadap Qanun tersebut. Termasuk kesiapan bank syariah dalam melayani masyarakat Aceh.
"Sebenarnya pada saat penyusunan Qanun tersebut OJK telah menyampaikan saran dan concern (kekhawatiran) terkait dampak pemberlakuan pengaturan tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat, perekonomian, dan kesiapan bank syariah di Aceh," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/5/2023).
Menurut dia, perbankan merupakan layanan yang diperlukan oleh masyarakat, baik untuk modal usaha, transaksi sistem pembayaran, dan transaksi keuangan lainnya. Layanan ini penting untuk mendukung perekonomian, termasuk di Aceh.
"Oleh karena itu, seharusnya peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah harus selalu memperhatikan hal tersebut, agar tidak merugikan kepentingan masyarakat umum dan kemajuan perekonomian," ungkapnya.
Dian mengutarakan, Indonesia menganut dual banking system, dimana bank konvensional dan bank syariah berkembang secara berdampingan.
Advertisement
Tak Diatur di Undang-Undang
Selain itu, dalam Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah & Perbankan Konvensional, tidak ada batasan bahwa di suatu daerah hanya diperbolehkan satu jenis bank saja.
"Biarkan masyarakat yang memilih untuk menggunakan bank konvensional atau bank syariah. Akan terasa aneh dalam suatu negara apabila satu provinsi boleh melarang bank konvensional beroperasi, sementara ada provinsi lain yang melarang bank syariah beroperasi," imbuh Dian.
Sehingga, ia menyimpulkan, tugas pemerintah adalah memastikan opsi untuk memilih jenis perbankan tersedia, dan menjamin dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
"Tanpa kepastian hukum seperti itu, maka tidak mudah untuk menjamin bahwa revisi yang sedang dipertimbangkan saat ini tidak akan direvisi lagi di masa depan," pungkas Dian.Â
Usai Kasus BSI, Pemerintah Aceh Buka Peluang Bank Konvensional Buka Lagi di Tanah Rencong
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional ke Aceh. Selama ini masyarakat di Aceh hanya dilayani oleh bank syariah saja.
Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menjelaskan, pemerintah Aceh tengah mencoba untuk merevisi Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
"Penyempurnaan qanun itu membuka kembali peluang bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh," kata Muhammad MTA, di Banda Aceh, dikutip dari Antara, Senin (22/5/2023).
Seperti diketahui, pasca pemberlakuan qanun LKS sejak 2018, semua bank konvensional keluar dari Aceh. Sehingga saat ini di Aceh hanya memiliki dua bank yakni Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Terhadap rencana revisi, Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk kemudian dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh.
MTA menjelaskan, pada dasarnya Pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.
Wacana perubahan ini, kata MTA, merupakan aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha, karena itu kemudian perlu dikaji dan analisa kembali terhadap dinamika dan problematika dari pelaksanaan qanun LKS selama ini.
Advertisement