Sedimentasi Laut Dieksplorasi hingga Ekspor Pasir Dibuka, Nasib Nelayan Gimana?

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan kegiatan eksplorasi pasir hasil sedimentasi laut tidak mengganggu tangkapan ikan nelayan.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Jun 2023, 12:10 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2023, 12:10 WIB
Pasir laut
Penampakan pulau yang menyempit, berbanding terbalik dengan Singapura yang daratannya terus meluas. Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan kegiatan eksplorasi pasir hasil sedimentasi laut tidak mengganggu tangkapan ikan nelayan.

Adapaun kegiatan eksplorasi pasir hasil sedimentasi laut ini juga terkait dengan ekspor pasir laut yang dibuka pemerintah.

"Tidak (ganggu), kita kan tidak masif, kan tidak. Kita melihat dimana hasil kajian tim kajian. Justru (sedimentasi) itu mengganggu, mengganggu nelayan. Kapal tidak bisa lewat dan sebagainya," ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (9/6/2023).

Namun demikian, bila dirasa mengganggu aktivitas nelayan, maka akan dihentikan dengan berdasarkan keputusan dan pertimbangan tim kajian.

Saat ini pemerintah tengah menyusun aturan turunan dari PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen).

Dengan belum adanya aturan teknis dari PP yang telah diundangkan pada 15 Mei 2023 lalu ini, Trenggono turut mengkhawatirkan aktivitas reklamasi menggunakan material yang bukan hasil sedimentasi sehingga dapat merusak lingkungan.

"Di beberapa tempat kan kita izinkan reklamasi. Nah reklamasinya itu yang kita sangat khawatir kalau selama ini tidak kita sediakan dari sedimentasi, dia akan ambil dari bahan bukan hasil sedimentasi, yang berarti kerusakan lingkungan. Seperti hilangnya pulau contohnya Pulau Rupat yang disedot (pasir), kita hentikan," ujarnya lagi.

Dengan belum rampungnya aturan turunan PP Nomor 26 Tahun 2023, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melakukan tindakan tegas berupa penangkapan bila ditemukan aktivitas pengerukan pasir hasil sedimentasi laut.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menuturkan, ekspor pasir laut bisa dilakukan dengan syarat pasir tersebut merupakan hasil sedimentasi dan kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.

Adapun ke depannya, dalam proses pemanfaatan hasil sedimentasi pasir laut, akan ditentukan tim kajian yang terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, Pusat Hidro-Oseanografi, para akademisi, hingga lembaga swadaya masyarakat terkait lingkungan.

 

Catat, Tak Semua Daerah Boleh Ekspor Pasir Laut

Pasir laut
Pemandangan eksotik di salah satu pulau di perbatasan Indonesia -singapura yang terancam hilang. Foto: liputan6.com/ajang Nurdin.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan bahwa tidak semua daerah diperbolehkan ekspor pasir laut karena kriterianya akan diatur dalam peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Menurut Pramono saat ditemui di Lanud Halim Perdanakusuma, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri ESDM Arifin Tasrif akan membuat peraturan menteri sebagai peraturan turunan dari PP 26/2023 untuk memerinci ketentuan teknis dan daerah yang dapat melakukan ekspor pasir laut dari hasil sedimentasi.

“Apakah untuk di dalam negeri, apakah untuk diperbolehkan diekspor nanti akan diatur lebih lanjut. Untuk pengaturan itu maka Menteri KKP harus membuat peraturan menteri mengenai hal tersebut. Daerah-daerah mana yang diperbolehkan, daerah-daerah mana yang tidak diperbolehkan,” kata Pramono dikutip dari Antara, Rabu (7/6/2023).

Pramono menekankan bahwa substansi utama dari PP 26/2023 adalah untuk pengelolaan hasil sedimentasi atau pengendapan material di laut karena proses sedimentasi terjadi di hampir seluruh muara sungai.

Karena itu, kata dia, pasir laut harus diambil untuk menghindari masalah yang diakibatkan sedimentasi.

Terkait tindakan hilir diperbolehkannya ekspor atau tidak dari pengambilan atau pengerukan pasir laut itu, kata Pramono, akan ada peraturan teknis yang dibuat oleh Menteri KP dan Menteri ESDM. “Jadi intinya adalah untuk menangani sedimentasi yang ada di muara sungai yang ke laut kan hampir di semua daerah, karena kalau hanya diambil oleh pemerintah kemudian ditaruh di situ saja ini menjadi permasalahan yang dari hari ke hari makin rumit,” kata Pramono.

Lakukan Kajian

Pasir laut
Singapura dipotret dari pelabhuhan rakyat, sangat berbanding terbalik dengan luasan Indonesia yang terus menyusut. Foto: liputan6.com/ajang nurdin.

Presiden Jokowi, kata Pramono, sudah melakukan kajian mendalam bersama para menteri terkait dan pihak-pihak lainnya sebelum menerbitkan PP 26/2023.

“Jadi nanti akan dibuat peraturan Menteri KKP dan Menteri ESDM yang mengatur mengenai hal itu. Jadi bukan semuanya diperbolehkan,” ujar Pramono.

Sebelumnya, dalam Pasal 9 ayat 2 PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi, disebutkan bahwa pemanfaatan sedimentasi berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, disebutkan pula peruntukan pasir laut dalam negeri, akan dikenakan biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sementara untuk ekspor akan dikenakan biaya PNBP yang lebih tinggi. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya