Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan jumlah anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) yang telah mencapai 4,4 juta orang merupakan kekuatan besar penentu kemajuan bangsa.
“Jumlah yang sangat besar, dan juga menjadi kekuatan besar penentu kemajuan bangsa. Partai boleh banyak, tapi yang melaksanakan, yang menentukan tetap Korpri,” kata Jokowi dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Korpri di Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Baca Juga
Menurut Jokowi, dengan jumlah anggota Korpri yang banyak tersebut bisa menjadi mesin penggerak roda Pemerintahan.
Advertisement
“Kita membutuhkan mesin dengan tenaga yang kuat,” ujar Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan Korpri yang kuat dan bisa menyesuaikan diri dengan cepat dalam menghadapi berbagai perubahan di dunia.
“Yang tidak segera panas, tidak mudah panas, ngebut tapi adem terus, yang dibutuhkan sekarang itu,” ujar dia.
Ekosistem Kerja ASN
Maka dari itu, Presiden Jokowi berharap ekosistem kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) mampu mendorong kinerja guna menghasilkan prestasi dan inovasi.
Selain itu, Jokowi juga meminta agar ada tolak ukur yang jelas unthk mengukur prestasi dan inovasi yang dilakukan oleh ASN. “Tugas, sekda provinsi, kabupaten dan kota, tugas sesmen, sekjen di kementerian dan lembaga, saya sering juga menyampaikan ke Menpan RB, harus ada tolok ukur yang jelas, harus ada reward yang jelas,” pungkasnya.
Jokowi Singgung TikTok Shop di Depan PNS: Jangan Alergi Teknologi dan Digitalisasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) 2023, lengkap memakai batik seragam Korpri, Selasa (3/10/2023). Dalam sambutannya, Jokowi membahas mengenai TikTok Shop dihadapan ASN yang hadir. Ia ingin ASN adaftif terhadap perubahan regulasi.
"Regulasi baik itu Undang-Undang, Permen, Perda, nanti ada peraturan dinas, peraturan menteri, peraturan dirjen itu kurangi karena sekarang ini butuh fleksibilitas tinggi butuh kelincahan, karena perubahan sangat cepat sekali," kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi mengatakan saat ini masih banyak negara yang belum siap dan khawatir dalam menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Apalagi teknologi saat ini semakin canggih, misalnya Artificial Intelligence, dan Generatif Intelligence.
Advertisement
Perkembangan Teknologi
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang pesat, ternyata banyak negara yang belum mempersiapkam regulasi yang jelas untuk mengatur hal tersebut. Sebagai contoh, yang dialami Indonesia terkait TikTok Shop.
"Mestinya teknologi muncul, regulasi disiapkan birokrasi kita. Muncul siapkan. Kalau gak siap yang kena seperti kejadian Tiktok Shop. Bisa mengenai UMKM kita mengenai pasar tradisional kita," ujar Jokowi.
Kendati demikian, Jokowi menegaskan, ASN tidak alergi terhadap teknologi dan perkembangan digitalisasi. Menurutnya, kedua hal itu sangat penting.
"Dan juga sekarang ASN (PNS) jangan alergi terhadap teknologi dan digitalisasi, sangat penting tidak kita cegah lagi mengejarnya harus lewat teknologi dan digitalisasi, karakter itu harus disampaikan kepada seluruh anggota KORPRI," pungkas Jokowi.
Ternyata Ini Alasan Media Sosial dan E-Commerce Tak Boleh Digabung
Pemerintah baru saja mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Regulasi anyar ini salah satunya mengatur tentang pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce.
Sosial commerce hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa. "PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3).
Content creator dengan akun @janes_cs juga mengutarakan pendapat yang sama pada postingannya di platform TikTok, Rabu (27/9/2023) lalu. Content creators yang punya follower 2,8 juta ini mengatakan platform media sosial dan e-commerce memang harus dipisahkan.
"Persoalannya, platform ini mengelola uang kita. Saya pribadi sebagai awam mempertanyakan legalitas dari platform ini untuk mengelola uang, mengelola transaksi. Ini kok bisa platform yang berbasis sosial media ini manage transaction," kata dia.Menurut dia, revisi regulasi yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat namun terlambat. Tapi, dia menegaskan lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Apalagi, apa yang dilakukan pemerintah ini punya tujuan yang mulia, mendorong merek dan bisnis lokal, khususnya UMKM untuk tumbuh dan berkembang.
"Bagi yang masih belum terlalu paham karena masih ada komentar di sosial media termasuk instagram, facebook juga orang berjualan. Ini berbeda. Mereka mempromosikan produknya melalui instagram, facebook tapi platform-platform ini tidak mengelola uang kita. Mereka tidak menerima pembayaran. Konsumen bayar langsung ke seller, ke penjualnya bukan ke platform," katanya.
Advertisement