Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Federal Reserve Michelle Bowman mengungkapkan bahwa pihaknya kemungkinan perlu menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk menurunkan inflasi kembali ke target 2 persen.
"Prospek ekonomi dasar saya terus memperkirakan bahwa kita perlu menaikkan suku bunga dana federal lebih lanjut untuk menjaga kebijakan cukup ketat guna menurunkan inflasi ke target 2 persen pada waktu yang tepat," kata Bowman, dikutip dari US News, Kamis (30/11/2023).
Baca Juga
Awal bulan ini, The Fed mempertahankan suku bunga acuan pinjaman tidak berubah pada kisaran 5,25%-5,50% untuk pertemuan kebijakan kedua berturut-turut.
Advertisement
Sejak itu, Ketua The Fed Jerome Powell telah mengisyaratkan bahwa meskipun bank sentral siap menaikkan suku bunga lagi, hal itu hanya akan dilakukan jika kemajuan dalam upaya mengembalikan inflasi ke target 2 psrsen terhenti.
Namun, Bowman berulang kali termasuk di antara pembuat kebijakan yang mengatakan bahwa mereka merasa tugas The Fed belum selesai.
Berdasarkan ukuran The Fed, inflasi Ameria Serikat telag turun menjadi 3,4 persen pada bulan September, turun dari puncaknya sebesar 7,1 pdrsen pada musim panas lalu, dan para pengambil kebijakan The Fed lainnya telah menunjukkan bahwa mereka masih memperkirakan akan diperlukan lebih banyak waktu untuk melihat dampak penuh dari kenaikan biaya pinjaman.
Namun Bowman kurang yakin bahwa hal tersebut akan cukup, mengingat bahwa inflasi AS masih tinggi dan kemajuannya tidak merata.
Dalam sambutannya di Salt Lake City, Utah ia juga mengingatkan tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi terhadap prospek perekonomian AS.
"Masih belum jelas apakah pelonggaran pasokan barang dan tenaga kerja lebih lanjut akan terus menurunkan inflasi, mengingat belanja konsumen yang lebih besar, harga energi yang lebih tinggi, dan kemungkinan kekurangan tenaga kerja baru dalam beberapa tahun ke depan terkait dengan tren membawa kembali lebih banyak manufaktur dari luar negeri," kata Bowman.
Suku Bunga The Fed Bakal Naik hingga 2024
Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (the Fed) diprediksi masih terus naik setidaknya hingga awal tahun depan.
Managing Director Investment Strategy, Wealth Management OCBC Vasu Menon menuturkan, para pelaku pasar patut waspada karena masih ada ekspektasi kenaikan suku bunga acuan the Fed berlanjut.
Saat ini, inflasi di Amerika Serikat (AS) berada di angka 3,7 persen yang mana ini masih dipandang cukup tinggi oleh pasar. Maka sebab itu, the Fed tetap pada pendiriannya untuk terus mengerek suku bunga acuan demi menekan angka inflasi AS.
"The Fed memberi kesan bahwa mereka akan tetap hawkish sampai inflasi turun," kata Vasu dalam acara OCBC Experience Supporting Indonesia to The Global Stage di The Ritz-Carlton Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Jika inflasi AS berhasil turun, ada kemungkinan the Fed akan mengurangi sikap hawkish-nya dan bisa berbalik menjadi dovish. Dengan begitu, peluang penurunan suku bunga acuan akan lebih terbuka.
"Harapannya the Fed akan lebih dovish pada semester pertama dan mulai memangkas suku bunga acuan pada semester kedua 2024," ujar dia.
Vasu Menon menambahkan, potensi penurunan suku bunga acuan the Fed bakal lebih terbuka pada 2025 nanti. Hal ini jelas menjadi kabar baik bagi pelaku pasar di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya.
Advertisement
Ketua The Fed Jerome Powell: Ekonomi AS Sudah Mulai Tahan Kenaikan Suku Bunga
Sebelumnya diberitakan, Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell memastikan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menyeimbangkan risiko inflasi meningkat kembali versus risiko perlambatan ekonomi AS.
“Mungkin secara struktural perekonomian AS sedikit lebih tahan terhadap suku bunga,” kata Jerome Powell, dikutip dari CNN Business, Jumat (10/11/2023).
Powel menunjuk pada pemilik rumah yang mengunci suku bunga hipotek sangat rendah selama pandemi, dan tidak menjual properti mereka karena kenaikan suku bunga.
Powell dan pejabat the Fed lainnya juga melihat imbal hasil obligasi yang lebih tinggi memainkan peran penting dalam mendinginkan perekonomian, karena hal ini berarti biaya pinjaman yang lebih tinggi.
“Suku bunga yang lebih tinggi ini sebenarnya berdampak pada hipotek masyarakat, biaya seluruh utang dengan suku bunga mengambang terkena dampaknya, sehingga berdampak pada perekonomian,” jelas Powell.
Seperti diketahui, perekonomian AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 4,9 persen pada kuartal ketiga 2023, ditopang oleh belanja konsumen yang kuat.
Konsumen di Amerika berbelanja untuk konser, menonton film, dan jalan-jalan merupakan ciri kuatnya kekuatan ekonomi di musim panas.
Di sisi lain, hal ini berpotensi menyulitkan The Fed, karena permintaan yang kuat dapat mempertahankan tekanan kenaikan pada harga.
Mekanisme The Fed dalam mengatasi inflasi adalah dengan memperlambat permintaan melalui kenaikan suku bunga.
Suku bunga AS saat ini berada pada level tertinggi dalam 22 tahun terakhir dan The Fed telah memberi isyarat bahwa mereka kemungkinan akan mempertahankan kenaikan suku bunga lebih lama.
Mendinginkan perekonomian melalui suku bunga tinggi mungkin lebih sulit dibandingkan sebelumnya, kata Powell.