Butuh Cepat, KAI Commuter Tambah Impor 8 Rangkaian KRL dari China

Mulanya ada 19 rangkaian KRL yang akan diperbarui atau diretrofit. Belakangan, INKA hanya menyanggupi melakukan retorift terhadap 2 rangkaian. Alhasil KAI Commuter memutuskan untuk membeli dari CRRC Sifang.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 02 Jul 2024, 10:15 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2024, 10:15 WIB
Polemik Impor 29 Unit Rangkaian KRL Bekas dari Jepang
Keputusan impor ini diambil karena kebutuhan mendesak operasional KRL. Di sisi lain, kapasitas produksi INKA disebut tidak mampu mengakomodasi seluruh permintaannya.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter kembali melakukan impor KRL dari China. Jumlahnya, sebanyak 8 rangkaian KRL yang akan digarap oleh CRRC Sifang.

Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba menyampaikan ini menjadi bagian dari rencana impor KRL sebanyak 3 rangkaian yang kontraknya sudah ditandatangani sejak awal tahun 2024. Sehingga total ada 11 rangkaian KRL yang diimpor dari China.

"Udah kita udha impor, karena kan kapasitas INKA yang (KRL) baru juga kan nanti sampai 2025 sudah tersampaikan ada 16 trainset," ujar Anne saat ditemui Kompleks DPR RI, dikutip Selasa (2/7/2024).

Anne mengatakan, keputusan impor ini diambil karena kebutuhan mendesak operasional KRL. Di sisi lain, kapasitas produksi INKA disebut tidak mampu mengakomodasi seluruh permintaannya.

Sekadar informasi, mulanya ada 19 rangkaian KRL yang akan diperbarui atau diretrofit. Belakangan, kata Anne, INKA hanya menyanggupi melakukan retorift terhadap 2 rangkaian. Alhasil KAI Commuter memutuskan untuk membeli dari CRRC Sifang.

"Kapasitas mereka untuk produksi kemudian delivery time. Deliver time yang INKA (produksi) baru itu di akhir 2025. Sementara kebutuhan retrofit seharusnya tahun ini mulai dikerjakan. Jadi kita cari yang paling cepat," kata dia.

"Nanti untuk yang 3 sama 8 (KRL impor dari China) itu sudah semuanya ada di semester 1 2025. Sementara yang baru yang INKA itu 16 (trainset) itu baru datang di akhir tahun 2025. Jadi ini yang tari kenapa harus kita impor. Itu memang terkait sama kapasitas," imbuhnya.

Terkait biaya, Anne mengatakan harga yang dipatok CREC Sifang untuk tambahan impor 8 rangkaian KRL ini lebih murah dari transaksi awal. Pasalnya, ada biaya desain yang tidak tercakup pada tambahan impor ini.

"Sudah, baru-baru ini (tandatangan kontrak). Karena kita masih melakuka review ya terhadap retrofit dan yang lainnya sehingga tadi kita usulkan demikian," ujar Anne.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


KAI Minta PMN 2 Triliun

Rencana Subsidi Silang Tarif KRL
Calon penumpang saat menaiki KRL Commuter Line di Stasiun Jatinegara, Jakarta, Senin (2/1/2023). Pemerintah pusat mengalokasikan subsidi pada kebijakan tarif yang sudah berlaku sekitar lima tahun terakhir sehingga pengguna KRL di Jabodetabek hanya perlu membayar Rp3.000 untuk 25 km pertama, dan Rp1.000 untuk setiap 10 km berikutnya. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Sebelumnya, Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo memaparkan urgensi penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2 triliun pada 2024. Usulan modal ini akan digunakan untuk melakukan pergantian dan peremajaan rangkaian kereta (trainset) KRL Jabodetabek milik PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang sudah uzur.

"Untuk itu lah maka diperlukan suatu pengadaan dan replacement. Sehingga sampai tahun 2027 diperlukan sekitar 37 trainset (pengganti) yang mayoritas sudah berusia di atas 30 tahun," kata Didiek dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (1/7/2024).

Didiek menyebut sebanyak 1.088 unit kereta KRL telah berusia 30 tahun atau lebih. Sebab pengadaan trainset pengganti pada waktu-waktu sebelumnya dilakukan lewat impor rangkaian kereta bekas.

"Pengadaan sarana KRL saat ini sangat urgent dibutuhkan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang dan bertambahnya sarana KRL yang memasuki masa konservasi atau sudah masa yang harus diberhentikan operasinya," ungkap Dirut KAI

 


Penumpang Makin Banyak

Penutupan Perlintasan Kereta Api Sebidang
KRL Comutter Line melintas pada perlintasan sebidang yang sudah ditutup di sekitar Stasiun Palmerah, Jakarta, Senin (30/11/2020). Selain penataan tahap kedua Stasiun Palmerah, penutupan pelintasan juga dimaksudkan untuk menghilangkan pelanggaran lalu lintas dan kemacetan (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Terlebih, ia melanjutkan, volume penumpang KRL Jabodetabek ke depan akan terus bertambah hingga mencapai 362 juta orang pada 2025. Jumlahnya diperkirakan akan naik menjadi 398 juga orang penumpang pada 2026, dan mencapai 410 juta orang penumpang di 2027.

"Apabila tanpa ada penambahan sarana, maka okupansi pada saat peak hour ini akan mencapai 242 persen pada tahun 2027, atau 223 persen pada 2026, 187 persen pada tahun 2025," terang Didiek.

Apabila diberikan penambahan PMN dalam rangka meningkatkan jumlah sarana, okupansi penumpang KRL Jabodetabek pun diperkirakan akan tetap mencapai 159 persen pada 2027.

"Artinya ini masih kepadatan yang normal, sehingga masih bisa memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, utamanya pada saat peak hour," imbuh Didiek.

Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Polemik Operasional KRL Jabodetabek saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya