Kabar Teranyar Penerapan Pajak Karbon Indonesia

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian buka suara terkait kabar terbaru mengenai penerapan pajak karbon di Indonesia. Dalam hal ini rencananya akan diterapkan pada dua subsektor, yakni pada pembangkit listrik dan pembelian bahan bakar fosil.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Jul 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2024, 11:30 WIB
Mengurangi jejak karbon
Mengurangi jejak karbon. (Foto: Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian buka suara terkait kabar terbaru mengenai penerapan pajak karbon di Indonesia. Dalam hal ini rencananya akan diterapkan pada dua subsektor, yakni pada pembangkit listrik dan pembelian bahan bakar fosil.

Deputi III Bidang Pengembangan Usaha dan BUMN Riset dan Inovasi Kemenko Perekomian Elen Setiadi, mengatakan Pemerintah sedang melaksanakan pembahasan peta jalan pajak karbon.

"Di mana pada tahap awal RPP Peta Jalan Pajak Karbon diusulkan cukup mengatur terkait penerapan pajak karbon bagi subsektor pembangkit listrik untuk mendukung dan menyesuaikan dengan peta jalan perdagangan karbon yang sudah ada," kata Elen di Jakarta, ditulis Rabu (24/7/2024).

Lebih lanjut, kata Elen, pada fase selanjutnya akan ditambah dengan pengenaan terhadap pembelian bahan bakar fosil untuk sektor transportasi.

Pengenaan terhadap dua subsektor ini diharapkan dapat mencakup sekitar 71% jumlah emisi dari sektor energi, yaitu 48% dari pembangkit dan 23% dari transportasi atau sekitar 39% dari total emisi Indonesia atau 47% dari emisi Indonesia selain Forest and Other Land Use (FOLU).

Diketahui, sebelumnya kebijakan ini tak kunjung diterapkan dengan alasan belum siapnya pelaku usaha. Pajak karbon rencananya diterapkan pada 2022 lalu.

Namun, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menunda penerapannya di 2025 mendatang. Di sisi lain, bursa karbon sudah mulai berjalan sejak September 2023 lalu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


OJK: Potensi Karbon Kredit Indonesia Sangat Besar

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang yang berlokasi di daerah Pluit, Jakarta Utara. Dok PLN
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Karang yang berlokasi di daerah Pluit, Jakarta Utara. PT PLN (Persero) akan segera melantai di Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), dan mengklaim bakal menjadi trader terbesar dengan membuka setara hampir 1 juta ton CO2.Dok PLN

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, potensi karbon kredit di Indonesia sangat besar. Inarno menyebut, dalam 5 tahun terakhir berbagai bursa karbon telah didirikan di sejumlah negara antara lain Malaysia, China, Korea Selatan, Inggris dan Uni Eropa.

Tak tinggal diam, Indonesia yang telah memiliki komitmen mitigasi terhadap perubahan iklim tentu melihat berbagai perkembangan tersebut. Oleh karena itu, pada 26 September 2023, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah meresmikan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon Indonesia atau IDX Karbon yang merupakan salah satu upaya Indonesia untuk mendukung target pemenuhan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada 2060.

"Hal ini menjadi penting mengingat Indonesia memiliki potensi karbon kredit yang besar baik dalam hal suplai, maupun demand, khususnya bagi sektor yang menjadi target pemenuhan NDC," kata Inarno saat webinar Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia, Selasa (23/7/2024).

Inarno menyampaikan hingga 22 Juni 2024, transaksi perdagangan karbon melalui Bursa Karbon terus berkembang positif. Di mana tiga proyek telah didaftarkan, yaitu proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6, Pertamina Geothermal Energy, proyek pembangkit listrik bahan bakar gas, Bumi Muara Karang, serta proyek pembangkit listrik tenaga air, Mini Hydro Gunung Wugul.

"Dari unit karbon yang tersedia atas proyek-proyek tersebut telah terjadi transaksi, yaitu sebesar 609 ribu ton CO2 ekuivalen atau senilai Rp 36,8 miliar dengan total frekuensi sebesar 85 kali dan jumlah unit karbon yang telah diretir sebesar 417 ribu ton CO2 ekuivalen," ujarnya.

 


Pengguna Jasa Karbon

Ilustrasi emisi karbon (unsplash)
Ilustrasi emisi karbon (unsplash)

Sedangkan, untuk pengguna jasa karbon yang telah terdaftar di IDX Karbon sudah mencapai 68 entitas institusi. Perdagangan unit karbon di Bursa Karbon tersebut menunjukkan perkembangan yang cukup mengembirakan, jika dibandingkan dengan perkembangan Bursa Karbon di kawasan, seperti Malaysia maupun Jepang yang memerlukan waktu.

"Tapi tentunya dibandingkan dengan hal tersebut masih tetap kecil dan masih tetap harus perlu upaya-upaya untuk meningkatkan hal tersebut," ujar dia.

Kendati demikian, berbagai upaya terus dilakukan untuk mendorong peningkatan perdagangan unit karbon dan pengembangan ekosistem perdagangan karbon di Indonesia. Dia menuturkan, hal itu tidak dapat terwujud dengan baik tanpa peran dan dukungan para pemangku kepentingan terkait, seperti kementerian atau lembaga dan juga pemerintah daerah.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya