Liputan6.com, Jakarta - Furnitur Indonesia mencatat potensi transaksi sebesar USD 2,27 juta atau senilai Rp 35,01 miliar dalam pameran Korea International Furniture and Interior Fair (Kofurn) 2024. Pameran Kofurn diselenggarakan pada 29 Agustus—1 September 2024 di Kintex Convention Center, Ilsan, Korea Selatan.
Partisipasi Indonesia pada pameran tersebut terlaksana atas kolaborasi Kementerian Perdagangan melalui Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Busan, Atase Perdagangan Seoul, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul, dan Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo).
Baca Juga
“Capaian potensi transaksi furnitur Indonesia pada Kofurn 2024 sebesar USD 2,27 juta berasal dari penjajakan bisnis (business matching) dan ketertarikan pelaku usaha yang berkunjung ke Paviliun Indonesia. Selain itu, berasal dari transaksi penjualan langsung sampel yang dibawa eksportir Indonesia senilai KRW 20 juta,” kata Kepala ITPC Busan Husodo Kuncoro Yakti, Senin (16/9/2024).
Advertisement
Husodo menjelaskan, Kofurn diselenggarakan oleh Korea Furniture Industry Cooperative Association (KFFIC) yang merupakan asosiasi pelaku usaha furnitur terbesar di Korea.
“Partisipasi Indonesia pada Kofurn bertujuan untuk mempromosikan furnitur Indonesia ke pasar Korea,” tambah Atase Perdagangan Seoul Eko Prilianto Sudarajat.
Produk yang Dipamerkan
Adapun di pameran Kofurn 2024, Paviliun Indonesia menghadirkan Sonjaya Rattan, CV Xhana Art, Suwastama, CVP, PT Yoga Indo Global, Vivere Group, PT Pratama Putra Satria, dan LA Kreatif Design. Furnitur yang ditampilkan berupa kursi berbahan rotan dan kayu, serta produk interior seperti meja, alat makan, dan lemari.
“Produk berbahan alam seperti rotan dengan ukuran yang minimalis sangat digemari di Korea Selatan,” ujar Husodo.
Pengunjung Paviliun Indonesia, antara lain, perwakilan niaga elektronik (e-commerce), Lotte Co., Ltd., maupun importir pemasok ritel besar. Total perdagangan nonmigas Indonesia dengan Korea Selatan tahun 2023 mencapai USD 18,17 miliar.
Lebih lanjut, Husodo menyampaikan nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Korea Selatan pada 2023 tercatat sebesar USD 8,60 miliar. Sedangkan, nilai impor nonmigas Indonesia dari Korea Selatan pada 2023 adalah USD 9,57 miliar.
Tren perdagangan nonmigas kedua negara meningkat pada periode lima tahun terakhir (2019—2023) sebesar 12,14 persen. Tren nilai ekspor nonmigas Indonesia ke Korea Selatan pada periode lima tahun terakhir (2019—2023) meningkat 14,21 persen.
Kinerja Industri Mebel Kian Lesu, Keberlanjutan Jadi Kunci
Sebelumnya, Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) memaparkan kondisi produksi industri furnitur atau mebel Indonesia kian melemah.
Ketua Umum Asmindo Dedy Rochimat menceritakan, produksi manufaktur furnitur Indonesia pada 2023 mencapai USD 2,38 miliar, atau setara Rp 3,7 triliun. Produksi manufaktur furnitur Indonesia turun 30 persen dibandingkan tahun 2022.
"Kondisi ini sejalan dengan penurunan kinerja ekspor furnitur Indonesia selama 2 tahun terakhir. Di mana ekspor tahun 2023 tercatat sebesar USD 2,15 miliar, turun 23 persen dari tahun sebelumnya," ujar Dedy dalam sesi pembukaan IFFINA 2024 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (14/9/2024).
Di sisi lain, ia menambahkan impor furnitur Indonesia justru terus meningkat, mencapai USD 780 juta pada 2023. Naik 2,3 persen dari 2022.
"Tren penurunan juga terlihat di pasar domestik, di mana konsumsi furnitur domestik diperkirakan hanya Rp 16 triliun atau setara USD 1,01 miliar pada tahun 2023. Turun 26 persen dari tahun sebelumnya," ujar dia.
Mendengar laporan itu, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi mengaku terkejut. Namun, pemerintah melihat masih ada peluang di masa depan, selama mau mengikuti aspek keberlanjutan (sustainability).
"Semuanya serba penurunan, rasanya shock melihat seperti ini. Namun kami ingin memberikan satu harapan besar melalui sustainibility by design.Jadi dua kata itu memang penting, design and sustainibility. Khususnya saat ini ada beberapa perundingan yang akan segera kita selesaikan, termasuk dengan Uni Eropa," ungkapnya.
Kendati begitu, Edi menilai seluruh pihak harus memaklumi tren dunia mengalami perubahan. Khususnya yang berorientasi pada aspek tata kelola lingkungan, sosial dan perusahaan.
Advertisement
Berorientasi Penggunaan Teknologi Bersih
"Kita harus menyambut kesempatan ini tentu dengan apa yang sedang terjadi di dunia saat ini. Pertama, sekarang tidak ada lagi debat bahwa green itu jadi salah satu topik," kata Edi.
"Jadi sekarang temanya adalah green engineering economy. Jadi semua aktivitas ekonomi itu harus didukung dengan teknologi, science, research and development yang mengarah kepada sustainibility, atau green product," ia menambahkan.
Selanjutnya, ia mengajak pelaku usaha mebel turut berorientasi pada penggunaan teknologi bersih (clean technology). Dalam hal ini, ia meminta sektor industri tidak hanya terpaku pada hasil, tapi juga proses.
"Ketika proses produk itu betul-betul menyesuaikan dengan standar green tadi, atau dengan prinsip sustainibility, atau ESG, maka kita juga harus mengarahkan ke sana. Tanpa itu tentu akan sulit kita untuk memasuki pasar dengan standar yang sudah demikian," tuturnya.