Pajak Derah kecil, Pemda Sangat Bergantung Transfer Daerah

Pendapatan daerah (local revenue) melalui pendapatan hasil daerah masih sangat terbatas. Terbatasnya pendapatan tersebut dipengaruhi masih rendahnya kekuatan pajak daerah (local taxing power) di sebagian besar daerah.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Sep 2024, 12:07 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2024, 12:05 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam di Rapat Koordinasi Nasional Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah tahun 2024, di Jakarta (23/9/2024).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam di Rapat Koordinasi Nasional Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah tahun 2024, di Jakarta (23/9/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut Pemerintah Daerah ketergantungannya masih sangat besar terhadap Keuangan Pusat. Maka, sudah seharusnya Pemerintah daerah (pemda) didorong agar bisa menghasilkan pendapatan, disamping mendapatkan transfer dari Pemerintah pusat.

"Salah satu tantangan dari pemerintah daerah adalah ketergantungan yang sangat besar kepada keuangan pusat. Sehingga transfer ke daerah itu merupakan bagian yang sangat dominan," kata Sri Mulyani dalam sambutannya di Rapat Koordinasi Nasional Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah tahun 2024, di Jakarta (23/9/2024).

Lebih lanjut Menkeu menjelaskan, bahwa pendapatan daerah (local revenue) melalui pendapatan hasil daerah masih sangat terbatas. Terbatasnya pendapatan tersebut dipengaruhi masih rendahnya kekuatan pajak daerah (local taxing power) di sebagian besar daerah.

Rendahnya local taxing power disebabkan karena masih terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan pajak dan retribusi, kemudian rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi serta kurangnya efektivitas pengawasan dan pengendalian pajak dan retribusi daerah.

Oleh karena itu, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 lalu tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sebagai solusi dari permasalahan ini.

Tujuan dari diterbitkan UU tersebut yakni, untuk memperkuat agar pemerintah daerah memiliki local taxing power atau kekuatan perpajakan lokal bisa ditingkatkan.

Menkeu menyebut, hal itu selaras dengan keinginan Pemerintah Pusat supaya seluruh daerah di Indonesia makin meningkat dari sisi kemajuan dan kesejahteraannya.

Adapun Local taxing power ini dilakukan dengan terus mengidentifikasi potensi pendapatan daerah melalui pajak daerah dan retribusi daerah. Namun, pada saat yang sama pemerintah daerah juga tetap menjaga iklim investasi.

"Intervensi kami, kebijakan pajak daerah dilakukan melalui instrumen peningkatan mulai dari kebijakan pentarifan, objek pajak, serta melakukan opsi pajak kendaraan bermotor dan biar balik nama kendaraan bermotor. Dengan demikian akan terjadi sinergi pemungutan, tidak terjadi pemungutan yang bertumpuk-tumpuk," ujarnya.

Selain itu, intervensi melalui administrasi perpajakan juga sangat penting. Lantaran masih banyak pemerintah daerah yang administrasi perpajakannya perlu diperbaiki.

"Oleh karena itu kami terus mendorong modernisasi administrasi perpajakan oleh pemerintah daerah," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut Pemerintah Daerah ketergantungannya masih sangat besar terhadap Keuangan Pusat. Maka, sudah seharusnya Pemerintah daerah didorong agar bisa menghasilkan pendapatan, disamping mendapatkan transfer dari Pemerintah pusat. "Salah satu tantangan dari pemerintah daerah adalah ketergantungan yang sangat besar kepada keuangan pusat. Sehingga transfer ke daerah itu merupakan bagian yang sangat dominan," kata Menkeu dalam sambutannya di Rapat Koordinasi Nasional Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah tahun 2024, di Jakarta (23/9/2024). Lebih lanjut Menkeu menjelaskan, bahwa pendapatan daerah (local revenue) melalui pendapatan hasil daerah masih sangat terbatas. Terbatasnya pendapatan tersebut dipengaruhi masih rendahnya kekuatan pajak daerah (local taxing power) di sebagian besar daerah. Rendahnya local taxing power disebabkan karena masih terbatasnya kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan pajak dan retribusi, kemudian rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi serta kurangnya efektivitas pengawasan dan pengendalian pajak dan retribusi daerah. Oleh karena itu, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 lalu tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sebagai solusi dari permasalahan ini. Tujuan dari diterbitkan UU tersebut yakni, untuk memperkuat agar pemerintah daerah memiliki local taxing power atau kekuatan perpajakan lokal bisa ditingkatkan. Menkeu menyebut, hal itu selaras dengan keinginan Pemerintah Pusat supaya seluruh daerah di Indonesia makin meningkat dari sisi kemajuan dan kesejahteraannya. Adapun Local taxing power ini dilakukan dengan terus mengidentifikasi potensi pendapatan daerah melalui pajak daerah dan retribusi daerah. Namun, pada saat yang sama pemerintah daerah juga tetap menjaga iklim investasi. "Intervensi kami, kebijakan pajak daerah dilakukan melalui instrumen peningkatan mulai dari kebijakan pentarifan, objek pajak, serta melakukan opsi pajak kendaraan bermotor dan biar balik nama kendaraan bermotor. Dengan demikian akan terjadi sinergi pemungutan, tidak terjadi pemungutan yang bertumpuk-tumpuk," ujarnya. Selain itu, intervensi melalui administrasi perpajakan juga sangat penting. Lantaran masih banyak pemerintah daerah yang administrasi perpajakannya perlu diperbaiki. "Oleh karena itu kami terus mendorong modernisasi administrasi perpajakan oleh pemerintah daerah," pungkasnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022. (Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022. (Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, anggaran pemerintah daerah yang ngendon di bank sampai saat ini masih di atas Rp 250 triliun. Anggaran ini seharusnya sudah dibelanjakan karena mendekati akhir tahun. Hal ini membuat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati geram sekaligus kesal. 

Ia menjelaskan, Pemerintah Daerah (Pemda) kerap menahan belanja dana transfer dari pemerintah pusat di perbankan. Ia memperkirakan sampai akhir tahun masih akan ada dana Rp 100 triliun yang belum dibelanjakan.

"Nanti akhir tahun tetap ada yang mengendap sekitar Rp 100 triliun Pak Bas. Itu kan cukup besar dari total Rp 800 triliun," ungkap Sri Mulyani dengan nada meninggi saat sambutan di acara Seremoni Serah Terima BMN Kementerian PUPR Tahun 2022 Tahap II, di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).  

Dia menyadari banyak pihak yang tidak senang saat disinggung banyaknya dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengendap di bank. Bahkan hampir setiap bulan dalam laporan perkembangan APBN KiTa, Sri Mulyani selalu membeberkan data terkini penggunaan APBD oleh Pemda.

"Kalau saya sebut dana Pemda banyak di perbankan ini ada yang enggak seneng juga," kata Sri Mulyani.

 


Proyek Akhir Tahun

Sri Mulyani menyebut banyak Pemda beralasan pembayaran proyek Pemda banyak dilakukan diakhir tahun. Sehingga memang dananya mengendap di perbankan sepanjang tahun.

"(Katanya) 'Nanti juga akan terbayarkan'. Ya, saya sabar menunggu, tapi nantyi akhir tahun tetap ada dana yang mengendap. Dan ternyata memang tidak tergunakan," ungkapnya.

Bendahara negara ini menegaskan dana transfer daerah ini seharusnya dibelanjakan dengan maksimal sesuai dengan program yang diajukan. Bukan berarti habis dibelanjakan untuk kebutuhan yang tidak jelas.

"Saya enggak minta semua asal belanja dan habis," kata dia.

Meski begitu dia menyadari dalam setiap penerimaan dan membelanjakan anggaran memiliki tantangan yang berbeda. Apalagi dalam membelanjakan APBD memiliki serangkaian proses yang panjang, tidak seperti belanja untuk kebutuhan pribadi.

"Belanja negara ini butuh perencanaan, dilaksanakan dengan penganggaran, jadi ayo kita sama-sama belanja modal dengan benar walau sangat banyak tantangannya," pungkasnya.

Infografis Hacker Bjorka Bobol Data Pajak Jokowi hingga Sri Mulyani. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Hacker Bjorka Bobol Data Pajak Jokowi hingga Sri Mulyani. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya