Industri Tekstil Berdarah-darah, Pemerintah Diminta Lakukan Ini

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyatakan Pemerintah perlu bekerja sama dengan DPR-RI Komisi VII untuk mendalami bersama akar permasalahan sehingga bisa menyelesaikan permasalahan secara tuntas.

oleh Septian Deny diperbarui 04 Nov 2024, 14:40 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2024, 14:40 WIB
[Bintang] Dampak Peresmian Tol Cipali yang Gak Kamu Sadari
Munculnya zona industri. | via: sritex.co.id

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyatakan Pemerintah perlu bekerja sama dengan DPR-RI Komisi VII untuk mendalami bersama akar permasalahan sehingga bisa menyelesaikan permasalahan secara tuntas. Hal itu disampaikan menanggapi kemelut industri tekstil Indonesia, khususnya PT Sritex.

Dia menjelaskan, sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Tetapi saat ini masyarakat sudah memandang kebutuhan sandang sudah bukan kebutuhan pokok lagi.

Sebab, mereka masih menggunakan pakaian lama yang masih bisa dipakai untuk sehari hari. Mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok lainnya seperti pangan, energi (listrik, gas, BBM) Air, kesehatan dan pendidikan, yang saat ini biaya kebutuhan tersebut mengalami kenaikan tajam sehingga membebani masyarakat.

"Daya beli masyarakat untuk sandang menurun tajam bahkan hampir mendekati tidak ada," kata Bambang Haryo, Sabtu (2/11/2024).

Penurunan daya beli ini, tidak hanya berdampak pada produk sandang dalam negeri, tapi juga pada produk sandang impor. Sebagai bukti, beberapa titik penjualan barang impor mengalami penurunan. Misalnya gerai barang impor yang ada di banyak mall termasuk pasar- pasar grosir misalnya Mangga Dua dan ITC yang juga menjual barang barang impor, mengalami penurunan drastis bahkan melebihi 50 persen dan mengakibatkan sebagian besar outletnya tutup.

"Inilah penyebab utama dari hancurnya industri sandang kita. Padahal di tahun 2010 hingga tahun 2014, industri sandang di Indonesia yang jumlahnya sekitar 2.300 semuanya masih eksis, termasuk PT Industri Sandang Nusantara. Walaupun produk tekstil maupun pakaian impor sangat melimpah di pasaran," ujarnya.

Dia mencemari hingga 2014 lalu, gerai di mall seperti Mangga Dua dan ITC Jakarta masih banyak yang eksis. Demikian juga di Pasar Senen, Pasar Minggu Pagi di Jalan Pahlawan Surabaya yang menjual barang bekas dari luar negeri pun, masih diminati pembeli. Akan tetapi tidak dengan kondisi sekarang.

 

 

Industri Sandang

Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)
Pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Dok Sritex)

Jadi, lanjutnya, industri sandang Indonesia yang mengalami penurunan drastis penjualannya, bukan sepenuhnya akibat dari industri tekstil impor. Tetapi lebih dikarenakan daya beli masyarakat yang turun akibat banyaknya kebutuhan pokok lainnya yang mengalami kenaikan harga yang lebih tinggi.

"Sehingga walaupun industri tekstil dalam negeri nantinya di-support dengan insentif-insentif yang sangat besar tetapi tetap saja masyarakat tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk membeli tekstil atau pakaian di saat ini," ungkapnya lagi.

Bambang menjelaskan semua industri sandang dalam negeri masih membutuhkan bahan baku sebesar 85 persen impor dari Cina. Di sisi lainnya, ada keinginan untuk menghapus Permendag 8 tahun 2024, padahal industri tekstil di Indonesia sendiri masih membutuhkan bahan baku sebagian besar dari Cina.

 

Bahan Baku Impor

Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dia mengharapkan pelaku industri tekstil dapat mendkan kebutuhan bahan baku impor dan lebih meningkatkan inovasi untuk bisa mendapatkan bahan baku dalam negeri.

"Sehingga apabila Pemerintah mendorong masyarakat untuk cinta produk Indonesia dengan slogan Aku Cinta Produk Indonesia. Apabila kita sudah betul betul mandiri, di produk tekstil dalam negeri kita, tak tertutup kemungkinan Permendag 8/2024 itu bisa dihapus," kata Bambang Haryo.

Jika ingin membenahi iklim industri tekstil dalam negeri, maka pemerintah perlu menyusun suatu sistem yang memungkinkan harga kebutuhan pokok menurun, baik pangan, energi, air hingga kesehatan.

Jika memang pemerintah fokus menurunkan semua biaya kebutuhan pokok, masyarakat akan memiliki dana guna membeli sandang dan menabung sehingga, industri tekstil bisa kembali bertumbuh dan meningkat pesat seperti yang di harapkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya