Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan akan terus memantau dan mengevaluasi dampak pemberlakuan PPN 12% serta opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, Minggu (12/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
"OJK akan terus melakukan monitoring dan mencermati dampak atas adanya PPN 12% dan opsen pajak kendaraan terhadap kinerja perusahaan pembiayaan," ungkap Agusman.
Advertisement
Ketergantungan Industri Pembiayaan pada Sektor Otomotif
Industri otomotif menjadi salah satu pilar utama sektor pembiayaan di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan.
Namun, penerapan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan diperkirakan dapat menimbulkan tantangan baru bagi industri otomotif, yang pada akhirnya memengaruhi permintaan pembiayaan kendaraan.
"Hampir 70% dari pangsa pasar perusahaan pembiayaan ditopang dari pertumbuhan industri otomotif," jelas Agusman.
Komitmen OJK untuk Stabilitas dan Evaluasi Kebijakan
Meski terdapat potensi dampak negatif terhadap kinerja perusahaan pembiayaan, OJK berkomitmen untuk memastikan stabilitas sektor keuangan tetap terjaga.
OJK juga akan mencermati perkembangan kebijakan ini guna memastikan regulasi tidak mengganggu daya beli masyarakat dan pertumbuhan industri otomotif serta pembiayaan.
Sebagai langkah antisipatif, OJK merencanakan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kebijakan PPN 12% dan opsen pajak kendaraan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap konsumen dan pelaku industri, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menperin: Opsen Pajak Bakal Persulit Industri Otomotif
Penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) akan mulai efektif pada 5 Januari 2025.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai, pungutan tambahan pajak yang ditetapkan pemerintah daerah ini sangat membebani industri otomotif di tanah air.
"Yang paling sulit untuk pabrikan mobil dan untuk konsumen adalah pajak yang diatur oleh Pemda, namanya opsen. Itu yang membuat sektor otomotif akan berat," ungkap Menperin Agus dalam wawancaranya dengan Antara, pada Jumat, 3 Januari 2025, dikutip Sabtu (4/1/2025).
Implementasi opsi pajak kendaraan bermotor lambat laun diprediksi berdampak negatif terhadap perekonomian daerah. Oleh karena itu, para pemimpin daerah kemungkinan akan mencari solusi untuk meningkatkan pendapatan daerah, seperti dengan menerapkan relaksasi pajak.
"Saya kira enggak akan terlalu lama pemda-pemda nanti merasakan kebijakan opsen itu, justru akan merugikan ekonomi daerah sendiri. Tidak akan terlalu lama. Itu saya melihatnya pemda-pemda itu akan melakukan atau akan mencari atau akan menerbitkan regulasi, misalnya untuk relaksasi," ujar dia.
Advertisement
Warga Ogah Beli Mobil Baru
Menperin menuturkan, pungutan ini dapat membuat masyarakat enggan untuk membeli mobil baru, yang pada akhirnya akan mengurangi pemasukan bagi pemerintah daerah.
"Karena orang-orang lokalnya nggak akan bisa beli mobil. At the end of the day enggak jadi masuk ke mereka. mereka nggak akan dapat income. Jadi ini kita mau memakai pendekatan yang segera. artinya regulasinya diubah atau di ujungnya pasti pemda akan mengevaluasi," tambahnya.
Pemerintah akan mulai secara resmi menerapkan opsi pajak kendaraan bermotor kepada masyarakat pada Januari 2025. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Opsen adalah pungutan tambahan pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu. Terdapat tiga jenis pajak daerah yang dikenakan opsen, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
Setiap jenis opsen memiliki peraturan yang diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di masing-masing daerah.