Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebutkan aliran modal asing keluar sebesar Rp 9,57 triliun pada 13-16 Januari 2025.
Aliran modal asing itu dengan aksi beli di pasar saham mencapai Rp 0,01 triliun. Namun, ada aksi jual di pasar Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 4,17 triliun dan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) sebesar Rp 5,41 triliun. Demikian mengutip dari keterangan resmi, Sabtu (18/1/2025).
Baca Juga
Sepanjang 2025, berdasarkan data setelmen hingga 16 Januari 2025, aliran modal asing yang keluar mencapai Rp 2,63 triliun di pasar saham. Lalu di pasar SBN, aksi jual asing tercatat Rp 0,59 triliun dan aksi beli di SRBI sebesar Rp 5,84 triliun.
Advertisement
Sementara itu, premi credit default swap (CDS) Indonesia atau premi risiko investasi 5 tahun per 16 Januari 2025 sebesar 75,06 basis poin (bps), turun dibandingkan dengan 10 Januari 2025 sebesar 79,88 bps.
Pada Jumat, 17 Januari 2025, imbal hasil SBN bertenor 10 tahun turun ke 7,13 persen. Sedangkan pada Kamis, 16 Januari 2025, SBN bertenor 10 tahun naik ke 7,17 persen dan imbal hasil UST atau US treasury note bertenor 10 tahun turun ke 4,613 persen.
"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso.
Alasan Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga jadi 5,75%
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75% pada Rabu, 15 Januari 2025. Keputusan ini menandai penurunan pertama suku bunga BI pada 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menuturkan, pemangkasan suku bunga acuan diputuskan sesuai dengan pandangan bank sentral yang 'pro stability dan pro growth'. Penurunan tersebut juga sejalan dengan masih terbukanya ruang penurunan suku bunga.
"Waktunya tentu saja (pangkas suku bunga) sesuai dengan dinamika yang terjadi di global dan internasional, Dan itu terus kami terus ulang-ulang dari bulan ke bulan," ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank IndonesiaJanuari 2025, yang disiarkan pada Rabu (15/1/2025).
Perry lebih lanjut mengatakan, pihaknya terus memperhatikan arah kebijakan yang ditempuh bank sentral Amerika Setikat terhadap Fed Fund Rate (FFR).
"Hal itu yang kemudian menjelaskan kepada kita ada ruang ada kita manfaatkan tapi karena arah pemerintahan AS setelah Pemilihan Presiden Trump dan arah kebijakan FFR," tutur dia.
"Bulan ini uncertainty masih ada tapi kami bisa menakar arah kebijakan fiskal AS sudah mulai kelihatan dan besarnya dampak terhadap kenaikan US Treasury," Perry menambahkan.
Sementara dari sisi domestik, BI melihat inflasi Indonesia masih cukup rendah dan akan bertahan selama beberapa waktu ke depan.
Jika inflasi rendah, ruang penurunan suku bunga semakin terbuka ke depan. Selain itu, BI juga mencermati perkembangan nilai tukar Rupiah yang tetap stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya.
Selain itu, BI juga mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah tahun ini. Pelemahan ekonomi Indonesia bahkan tercatat pada kuartal terakhir 2024.
"(Pertumbuhan ekonomi) 2024 sedikit lebih rendah dari 5% tapi di atas 5,1%. Tahun 2025, yang titik tengahnya 5,2% itu lebih rendah jadi 4,7%-5,5%. Ini menjadikan timing untuk penurunan suku bunga untuk menciptakan growth story yang lebih baik," beber Perry.
Advertisement
BI Pangkas Bunga Acuan Jadi 5,75% pada Januari 2025
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,75%, setelah melaksanakan pertemuan pada 14-15 Januari 2025. BI memangkas BI-Rate sebesar 25 basis poin.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 14-15 Januari 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility turun 25 basis poin menjadi 5%, dan suku bunga Lending Facility juga turun 25 basis poin menjadi 6,50%" ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI Januari 2025, Rabu (15/1/2025).
Perry menuturkan, keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,50+-1%, dan terjaganya nilai Rupiah yang sesuai dengan fundamental untuk pengendalian inflasi dalam sasarannya serta upaya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan nilai tukar yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan nasional,” jelas Perry.
Kebijakan Makroprudensial
Sementara itu, Perry melanjutkan, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk meningkatkan kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau melalui penguatan strategi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025 ini dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” paparnya.
"Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran," kata Perry.
Advertisement