Liputan6.com, Jakarta PT Graha Sidang Pratama (PT GSP), investor dan pengelola Jakarta Convention Center (JCC), mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan tidak bisa menjalankan kegiatan Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE) di JCC yang berada di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Kondisi ini terjadi sebagai dampak penutupan akses masuk, penggembokan pagar-pagar serta penguncian semua pintu-pintu ruangan di JCC oleh Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK).
Baca Juga
“Sebagai investor dan pengelola JCC, kami tidak bisa lagi menjalankan aktivitas MICE dan memenuhi kontrak dari para klien dan mitra bisnis yang sudah ditandatangani sejak awal 2024. Kami sangat menyesal dan menyayangkan situasi ini terjadi,” ungkap General Manager JCC Edwin Sulaeman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Advertisement
Menurut Edwin, pihaknya telah menerima pembatalan dari sejumlah klien, baik BUMN maupun swasta sebagai dampak penutupan akses ke JCC. Akibat pembatalan itu kegiatan MICE di JCC tidak dapat berjalan sesuai rencana. Sehingga banyak dari pelaku usaha yang sudah terhubung dengan kegiatan-kegiatan MICE tersebut ikut terkena dampaknya.
“Selama lebih dari 30 tahun kami membangun JCC sebagai brand MICE terbaik dan ikon MICE Indonesia bersama puluhan klien dan mitra bisnis. Kondisi yang terjadi saat ini di JCC sangat membahayakan industri MICE, terutama bagi pelaku usaha yang sudah memiliki kontrak-kontrak bisnis dengan konsumen dan pasar baik dari domestik maupun mancanegara,” kata Edwin.
Tindakan pengambilalihan secara sepihak dinilai menciptakan preseden buruk bagi industri MICE nasional. Apalagi saat ini pihak PPKGBK memaksa para klien dan mitra bisnis yang selama puluhan tahun bekerjasama dengan JCC mengalihkan kontraknya ke Badan Layanan Usaha (BLU) tersebut.
Cari Venue di Luar JCC
Menurut Edwin, beberapa klien dan mitra bisnis JCC sudah memutuskan mencari venue di luar JCC. Langkah ini merupakan upaya dari para pelaku usaha tersebut untuk memperoleh kepastian bisnis dan yang terpenting adalah mendapatkan layanan terbaik. Pasalnya di industri MICE standar layanan dan jaringan akan sangat menentukan eksistensi perusahaan tersebut.
"Kami membutuhkan puluhan tahun untuk membangun reputasi JCC sebagai pusat kegiatan MICE yang diakui internasional. Jika citra ini rusak, akan sulit bagi Indonesia untuk menarik acara-acara besar di masa depan," ujar Edwin.
Untuk itu, PT GSP menghimbau pemerintah untuk segera mengambil langkah guna menciptakan suasana kondusif bagi keberlangsungan industri MICE di Indonesia. "Kami menyerukan agar persoalan hukum ini tidak dijadikan alasan untuk merusak ekosistem MICE, yang berdampak besar pada ekonomi nasional. Dimana setiap tahun industri MICE menyumbang sekitar Rp 100 triliun, dan JCC berkontribusi 20-30%," kata Edwin.
Advertisement
Investor dan Pengelola JCC Pastikan Tetap Patuh pada Perjanjian Kerjasama Tahun 1991
Sebelumnya, investor dan pengelola Jakarta Convention Center (JCC), PT Graha Sidang Pratama (PT GSP) menegaskan, pihaknya tetap berpegang teguh pada Perjanjian Kerjasama Bangun Guna Serah (Build Operate Transfer/BOT) yang ditandatangani tahun 1991.
Di mana, perusahaan memiliki pilihan pertama untuk memperpanjang kontrak setelah perjanjian kerjasama berakhir pada 21 Oktober 2024.
Kuasa hukum PT GSP Amir Syamsudin mengatakan, pada saat PT GSP (sebelumnya PT Indobuildco) menandatangani kesepakatan dengan PPKGBK (sebelumnya Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan/BPGS), terdapat sejumlah klausul yang mengikat kedua pihak.
"Pasal 8.1 Perjanjian menyebut PT GSP harus menyerahkan Gedung JCC setelah berakhirnya perjanjian pada 21 Oktober 2024. Namun pada pasal 8.2 menyebutkan PT GSP memiliki pilihan pertama untuk memperpanjang Perjanjian dengan PPKGBK berdasarkan persyaratan yang akan ditentukan kemudian," ujar Amir melalui keterangan tertulis, Sabtu (4/1/205).
"Kami telah menguji adanya pengingkaran perjanjian tahun 1991 yang dilakukan oleh PPKGBK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas pengingkaran klausul perjanjian pasal 8 ayat 2 itu. Sebagai investor dan pengelola JCC tentu kami punya hak untuk menagih janji pemerintah atas kesepakatan yang ditandatangani kedua pihak di tahun 1991 lalu," sambung dia.
Menurut Amir, langkah PPKGBK menutup JCC dengan dasar perjanjian pasal 8.1, menunjukkan adanya pengingkaran hukum.
Karena, kata dia, fakta hukumnya terdapat klausul lain yang menjadikan PT GSP memiliki hak untuk memperpanjang pengelolaannya di JCC.
"Ketidakpatuhan terhadap perjanjian ini jelas menjadi ancaman terhadap investor dan pelaku usaha. Jangan sampai kepentingan sepihak dan jangka pendek menghancurkan ekonomi Indonesia," terang Amir.
Tidak Melawan Negara
Amir menegaskan, PT GSP tidak sedang melawan negara, namun perusahaan justru patuh terhadap setiap kewajiban kepada negara dan tidak pernah wanprestasi.
"Kami hanya ingin klausul perjanjian dipatuhi para pihak. Bukan dengan tindakan sewenang-wenang yang justru merugikan negara karena bisnis MICE bisa hancur akibat ulah PPKGBK," terang dia. PT GSP sesuai dengan perjanjian tahun 1991, telah menawarkan perpanjangan kontrak dengan kontribusi ke negara yang menurut perusahaan sangat baik. Namun proposal itu justru ditolak dan sekarang JCC diambil alih dengan mengabaikan hak-hak investor yang nyata dilindungi oleh perjanjian.
Sementara itu, General Manager JCC Edwin Sulaeman mengaku kaget atas langkah PPKGBK menutup akses ke JCC dan sebagai pengelola, lanjut Edwin, pihak JCC berharap kegiatan yang sudah berkontrak dapat berjalan.
"Karena tindakan yang dilakukan oleh PPKGBK menutup akses ke JCC telah menimbulkan kepanikan dari para mitra bisnis dan klien yang sudah menetapkan jadwal kegiatannya di JCC pada tahun ini," ucap dia.
"Kami menghormati proses hukum yang berjalan dan kepada mitra bisnis JCC kita akan tetap menjalankan kegiatan sesuai kontrak yang telah disepakati," sambung Edwin.
Advertisement