Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (USDM) mengungkapkan pemakaian Bahan Bakar Gas (BBG) oleh para nelayan mampu menghemat biaya operasional hingga 61%, Penghematan itu diharapkan membantu meningkatkan pendapatan para nelayan.
Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, dalam Peresmian Pilot Projec Penggunan LGV untuk Kapal Nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, baru-baru ini memperkirakan nelayan biasanya mengonsumi BBM sebanyk 8 liter sekali berlayar. Dengan harga Rp 5.500, nelayan harus merogoh biaya hingga Rp 44 ribu untuk membeli BBM.
Dengan beralih menggunakan BBG, nelayan kini cukup merogoh biaya operasional berupa pembelian elpiji ukuran 3 Kg seharga Rp 17 ribu. "Hasil tangkapannya tetap sam tetapi biaya operasionalnya akan turun. Secara otomatis penghasilan nelayan akan naik," kata Susilo.
Dia menambahkan, para nelayan selama ini biasanya dihinggapi ketakutan kehabisan bahan bakar ketika tengah melaut selama dua hari. Dengan BBG, Susilo mengklaim nelayan tak perlu lagi khawatir karena penggunaan elpiji relatif ekonomi dan tahan lama.
Guna mendukung merealisasikan konversi BBM ke BBG, pemerintah secara bertahap akan membagikan konverter kit kepada sekitar 1.477 nelayan. Kementerian ESDM rencananya akan membagikan 300 konverter kit sementara perusahaan Migas, Petro China, akan membagikan 200 konverter kit. Total konverter kit yang akan dibagikan kepada nelayan Jambi untuk saat ini mencapai 900 unit.
"Kalau 300 dari kami, 200 dari Petro China, sisanya 900an lagi. Saya minta SKK Migas tolong usahakan untuk membagi 300 konveter kit, sisanya yang 600 konverter kit akan dicarikan oleh pemda setempat," tegasnya.
Seluruh proses pembagian konverter kita bagi nelayan Jambi in diharapkan sudah tersalurkan seluruh pada akhir tahun 2013.
Pemerintah selama ini mengaku telah cukup berat menanggung subsidi BBM yang menekan perekonomian negara. Dengan harga keekonomian BBM yang mencapai Rp 9.500 per liter, pemerintah harus mensubsidi dana sekitar Rp 5.000 per liter.
"Kalau kita total saja, subsidi bbm dan listrik itu mencapai sebesar Rp 300 triliun. Kalau subsidi itu dipakai untuk membangun sarana dan prasarana, infrastruktur untuk daerah dan membantu para nelayan itu sangatlah baik," ungkapnya.
Persoalan subsidi BBM juga terbentur dengan penyalurannya yang kerap tidak tepat sasaran. Tercatat sebanyak 70%-80% BBM bersubsidi digunakan kalangan masyarakat mampu.(Dis/Shd)
Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, dalam Peresmian Pilot Projec Penggunan LGV untuk Kapal Nelayan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, baru-baru ini memperkirakan nelayan biasanya mengonsumi BBM sebanyk 8 liter sekali berlayar. Dengan harga Rp 5.500, nelayan harus merogoh biaya hingga Rp 44 ribu untuk membeli BBM.
Dengan beralih menggunakan BBG, nelayan kini cukup merogoh biaya operasional berupa pembelian elpiji ukuran 3 Kg seharga Rp 17 ribu. "Hasil tangkapannya tetap sam tetapi biaya operasionalnya akan turun. Secara otomatis penghasilan nelayan akan naik," kata Susilo.
Dia menambahkan, para nelayan selama ini biasanya dihinggapi ketakutan kehabisan bahan bakar ketika tengah melaut selama dua hari. Dengan BBG, Susilo mengklaim nelayan tak perlu lagi khawatir karena penggunaan elpiji relatif ekonomi dan tahan lama.
Guna mendukung merealisasikan konversi BBM ke BBG, pemerintah secara bertahap akan membagikan konverter kit kepada sekitar 1.477 nelayan. Kementerian ESDM rencananya akan membagikan 300 konverter kit sementara perusahaan Migas, Petro China, akan membagikan 200 konverter kit. Total konverter kit yang akan dibagikan kepada nelayan Jambi untuk saat ini mencapai 900 unit.
"Kalau 300 dari kami, 200 dari Petro China, sisanya 900an lagi. Saya minta SKK Migas tolong usahakan untuk membagi 300 konveter kit, sisanya yang 600 konverter kit akan dicarikan oleh pemda setempat," tegasnya.
Seluruh proses pembagian konverter kita bagi nelayan Jambi in diharapkan sudah tersalurkan seluruh pada akhir tahun 2013.
Pemerintah selama ini mengaku telah cukup berat menanggung subsidi BBM yang menekan perekonomian negara. Dengan harga keekonomian BBM yang mencapai Rp 9.500 per liter, pemerintah harus mensubsidi dana sekitar Rp 5.000 per liter.
"Kalau kita total saja, subsidi bbm dan listrik itu mencapai sebesar Rp 300 triliun. Kalau subsidi itu dipakai untuk membangun sarana dan prasarana, infrastruktur untuk daerah dan membantu para nelayan itu sangatlah baik," ungkapnya.
Persoalan subsidi BBM juga terbentur dengan penyalurannya yang kerap tidak tepat sasaran. Tercatat sebanyak 70%-80% BBM bersubsidi digunakan kalangan masyarakat mampu.(Dis/Shd)