Dalam beberapa tahun ini, emas terus bergerak bebas. Harga emas pernah kurang dari US$ 500 per ounce pada 2005 dan melonjak hingga lebih dari US$ 1.800 pada 2011. Hingga akhirnya belakangan ini jatuh kembali ke sekitar US$ 1.300 per ounce. Lalu apakah emas masih layak menjadi bagian dari portofolio Anda?
Seperti dilansir dari Economic Times, Kamis (1/8/2013), Nicholas Gregory Mankiw, ahli makroekonomi Amerika Serikat (AS) yang memegang 60% investasi koleksinya berupa saham dan obligasi 40%, menilai memegang emas tampaknya bisa menjadi amunisi saat terjadi keruntuhan pada investasi Anda.
Namun profesor ekonomi di Harvard University ini juga tak membantah anggapan para investor yang memandang emas sebagai kunci portofolio. Sementara itu penulis Harry Browne yang sempat menjadi kandidat pimpinan parta Libertaria merekomendasikan alokasi permanen 25% untuk emas dari total investasi.
Pada 2012, Bank Sentral AS (The Fed) melaporkan Gubernur Bank Sentral Dallas Richard Fisher bahkan memiliki emas senilai US$ 1 juta pada portofolio pribadinya.
Untuk memutuskan apakah emas sebaiknya menjadi bagian dari portofolio Anda atau tidak, berikut beberapa hal yang dipelajari Mankiw soal emas:
a. Jumlah cadangan emas tak banyak
World Gold Council memprediksi jumlah emas yang telah dihasilkan pertambangan di dunia berkisar sekitar 174.100Â ton. Jika pasokan tersebut dibagi secara merata ke seluruh penduduk dunia, maka satu orang hanya akan mendapatkan kurang dari satu ounce emas.
Warren E. Buffet mengilustrasikan seberapa kecil jumlah emas dengan menyimpan seluruh emas dalam sebuah kotak. Maka tinggi kotak tersebut hanya mencapai 69 kaki atau hanya setara lapangan bisbol.
Laporan yang baru dirilis National Bureau of Economic Research, Claude B. Erb dan Campbell R. Harvey memprediksi harga emas akan naik 9% dari kapitalisasi pasar saham, obligasi dan emas.
Meski demikian kebanyakan emas dunia masih belum dimiliki para investor. Artinya jika Anda berencana untuk memegang portofolio, makan alokasi aset untuk emas hanya sekitar 2%.
b. Return riil emas tak besar
Dalam jangka panjang, harga emas telah melampaui seluruh harga yang diukur Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) meski tak begitu tinggi.
Data terbaru yang dirilis para ekonom Robert J. Barro dan Sanjay P. Misra menunjukan return emas dari 1836 hingga 2011 hanya sebesar 1,1%. Sementara untuk investasi obligasi jangka panjang dan saham, besar return investasinya masing-masing mencapai 2,9% dan 7,4%.
c. Harga emas terhitung rentan
Rata-rata return yang ditawarkan investasi emas nyaris setara dengan investasi Treasury, namun ketidakstabilannya nyaris serupa dengan pasar saham.
Barro dan Misra melaporkan volatilitas return emas, yang diukur dengan standar deviasi sejak 1975 sekitar 50% lebih tinggi daripada volatilitas saham.
Mengingat emas merupakan aset kecil dengan return yang sedikit dan volatilitas tinggi, investor seharusnya menghindari emas. Namun kondisi tersebut tak permanen. Sebuah fakta tentang emas masih bisa membalikkan kondisi itu.
d. Investasi emas sulit diprediksi
Elemen penting dalam portofolio investasi adalah disertifikasi. Pada kondisi ini, emas benar-benar bersinar mengingat harganya tak terkait saham dan obligasi. Meski volatilitas emas tinggi, memasukannya ke dalam portofolio bisa mengurangi risiko secara keseluruhan.
Lalu apa yang harus dilakukan para investor? Sulit untuk memprediksinya mengingat portofolio yang optimal sangat sensitif terhadap perkiraan return atas aset alternatif. Return investasi sangat sulit diukur dengan tepat meski menggunakan data ganda sekalipun. Tak heran jika para analis keuangan mengatakan kesimpulan yang bervariasi.
Maka investasi emas dalam satu portofolio sebaiknya hanya berjumlah 2% sebagai dana pelindung investasi. (Sis/Ndw)
Seperti dilansir dari Economic Times, Kamis (1/8/2013), Nicholas Gregory Mankiw, ahli makroekonomi Amerika Serikat (AS) yang memegang 60% investasi koleksinya berupa saham dan obligasi 40%, menilai memegang emas tampaknya bisa menjadi amunisi saat terjadi keruntuhan pada investasi Anda.
Namun profesor ekonomi di Harvard University ini juga tak membantah anggapan para investor yang memandang emas sebagai kunci portofolio. Sementara itu penulis Harry Browne yang sempat menjadi kandidat pimpinan parta Libertaria merekomendasikan alokasi permanen 25% untuk emas dari total investasi.
Pada 2012, Bank Sentral AS (The Fed) melaporkan Gubernur Bank Sentral Dallas Richard Fisher bahkan memiliki emas senilai US$ 1 juta pada portofolio pribadinya.
Untuk memutuskan apakah emas sebaiknya menjadi bagian dari portofolio Anda atau tidak, berikut beberapa hal yang dipelajari Mankiw soal emas:
a. Jumlah cadangan emas tak banyak
World Gold Council memprediksi jumlah emas yang telah dihasilkan pertambangan di dunia berkisar sekitar 174.100Â ton. Jika pasokan tersebut dibagi secara merata ke seluruh penduduk dunia, maka satu orang hanya akan mendapatkan kurang dari satu ounce emas.
Warren E. Buffet mengilustrasikan seberapa kecil jumlah emas dengan menyimpan seluruh emas dalam sebuah kotak. Maka tinggi kotak tersebut hanya mencapai 69 kaki atau hanya setara lapangan bisbol.
Laporan yang baru dirilis National Bureau of Economic Research, Claude B. Erb dan Campbell R. Harvey memprediksi harga emas akan naik 9% dari kapitalisasi pasar saham, obligasi dan emas.
Meski demikian kebanyakan emas dunia masih belum dimiliki para investor. Artinya jika Anda berencana untuk memegang portofolio, makan alokasi aset untuk emas hanya sekitar 2%.
b. Return riil emas tak besar
Dalam jangka panjang, harga emas telah melampaui seluruh harga yang diukur Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) meski tak begitu tinggi.
Data terbaru yang dirilis para ekonom Robert J. Barro dan Sanjay P. Misra menunjukan return emas dari 1836 hingga 2011 hanya sebesar 1,1%. Sementara untuk investasi obligasi jangka panjang dan saham, besar return investasinya masing-masing mencapai 2,9% dan 7,4%.
c. Harga emas terhitung rentan
Rata-rata return yang ditawarkan investasi emas nyaris setara dengan investasi Treasury, namun ketidakstabilannya nyaris serupa dengan pasar saham.
Barro dan Misra melaporkan volatilitas return emas, yang diukur dengan standar deviasi sejak 1975 sekitar 50% lebih tinggi daripada volatilitas saham.
Mengingat emas merupakan aset kecil dengan return yang sedikit dan volatilitas tinggi, investor seharusnya menghindari emas. Namun kondisi tersebut tak permanen. Sebuah fakta tentang emas masih bisa membalikkan kondisi itu.
d. Investasi emas sulit diprediksi
Elemen penting dalam portofolio investasi adalah disertifikasi. Pada kondisi ini, emas benar-benar bersinar mengingat harganya tak terkait saham dan obligasi. Meski volatilitas emas tinggi, memasukannya ke dalam portofolio bisa mengurangi risiko secara keseluruhan.
Lalu apa yang harus dilakukan para investor? Sulit untuk memprediksinya mengingat portofolio yang optimal sangat sensitif terhadap perkiraan return atas aset alternatif. Return investasi sangat sulit diukur dengan tepat meski menggunakan data ganda sekalipun. Tak heran jika para analis keuangan mengatakan kesimpulan yang bervariasi.
Maka investasi emas dalam satu portofolio sebaiknya hanya berjumlah 2% sebagai dana pelindung investasi. (Sis/Ndw)