Petugas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berinisial HS diketahui sudah menjadi incaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2009. Kemenkeu saat ini masih menunggu status hukum dari pegawai yang menjabat Kepala Sub Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara itu.
"tu sudah ada laporan dari PPATK, dan sudah dipantau dari lama. Mungkin dari tahun 2009," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Ki Agus Badaruddin, saat ditemui di acara Hari Oeang di kantornya, Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Ki Agus menjelaskan, Kemenkeu sampai kini masih menunggu laporan resmi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Bareskrim Mabes Polri terkait kasus penangkapan salah satu pegawainya tersebut.
Namun, ujar Ki Agus, kasus suap yang menimpa HS sama dengan perbuatan gratifikasi. Kemenkeu selama ini telah memiliki standar atau prosedur sanksi bagi karyawan yang melakukan pelanggaran.
"Nanti mungkin (HS) diskorsing dulu. Setelah dinyatakan bersalah baru dipecat. Kalau tertangkap tangan biasanya langsung diberhentikan, tapi ini kan bukan tertangkap tangan. Ini seperti gratifikasi," paparnya
Hingga kini Kemenkeu mengaku belum melakukan pemecatan terhadap HS. Kemenkeu masih menghargai azas praduga tak bersalah bagi HS. "Kalau tertangkap tangan, pasti sudah dipecat lah," tandas dia.
Sekadar informasi, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Laundrying telah menetapkan seorang pejabat Bea Cukai berinisial HS sebagai tersangka kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
HS saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 5 miliar dan kendaraan. (Fik/Shd)
"tu sudah ada laporan dari PPATK, dan sudah dipantau dari lama. Mungkin dari tahun 2009," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Ki Agus Badaruddin, saat ditemui di acara Hari Oeang di kantornya, Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Ki Agus menjelaskan, Kemenkeu sampai kini masih menunggu laporan resmi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Bareskrim Mabes Polri terkait kasus penangkapan salah satu pegawainya tersebut.
Namun, ujar Ki Agus, kasus suap yang menimpa HS sama dengan perbuatan gratifikasi. Kemenkeu selama ini telah memiliki standar atau prosedur sanksi bagi karyawan yang melakukan pelanggaran.
"Nanti mungkin (HS) diskorsing dulu. Setelah dinyatakan bersalah baru dipecat. Kalau tertangkap tangan biasanya langsung diberhentikan, tapi ini kan bukan tertangkap tangan. Ini seperti gratifikasi," paparnya
Hingga kini Kemenkeu mengaku belum melakukan pemecatan terhadap HS. Kemenkeu masih menghargai azas praduga tak bersalah bagi HS. "Kalau tertangkap tangan, pasti sudah dipecat lah," tandas dia.
Sekadar informasi, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Laundrying telah menetapkan seorang pejabat Bea Cukai berinisial HS sebagai tersangka kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
HS saat ini menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 5 miliar dan kendaraan. (Fik/Shd)