Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) memprediksi bisnis batu bara masih lesu hingga pertengahan tahun depan. Untuk itu, para produsen batu bara menargetkan produksi batu bara tahun depan bakal stagnan di 400 juta ton.
Ketua Umum APBI Bob Kamandanu menyatakan, pelemahan ekonomi dunia telah membuat permintaan batu bara turun. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya pasokan batu bara dari sejumlah negara sehingga semakin menekan harga batu bara.
"Setelah kondisi yang agak berat ini, terjadi penutupan pada tambang kecil meski yang besar produksinya naik. Kami perkirakan produksi tahun depan angkanya di 400 juta ton," jelas Bob saat berbincang dengan Liputan6.com, di Gedung Graha Irama, Kuningan, Jakarta, seperti ditulis Rabu (13/11/2013).
Dengan produksi 400 juta ton, lanjut dia, Indonesia kini tercatat sebagai produsen batu bara terbesar ketiga di dunia. Sementara di posisi piuncak ditempati China 3,6 miliar ton dan Amerika Serikat 800 juta-1 miliar ton.
"Produksi China 3,6 miliar ton tapi semua dipakai di dalam negeri karena keburtuhannya besar sekali," kata Bob.
Dari total produksi tersebut, lanjut Bob, hanya 65 juta ton yang diserap domestik, sisanya diekspor ke sejumlah negara seperti China, India, Jepang, Hong Kong, Korea, Taiwan, Eropa dan Amerika Serikat.
"Kebanyakan diekspor karena daya serap domestik masih rendah," terang dia. (Pew/Ndw)
Ketua Umum APBI Bob Kamandanu menyatakan, pelemahan ekonomi dunia telah membuat permintaan batu bara turun. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya pasokan batu bara dari sejumlah negara sehingga semakin menekan harga batu bara.
"Setelah kondisi yang agak berat ini, terjadi penutupan pada tambang kecil meski yang besar produksinya naik. Kami perkirakan produksi tahun depan angkanya di 400 juta ton," jelas Bob saat berbincang dengan Liputan6.com, di Gedung Graha Irama, Kuningan, Jakarta, seperti ditulis Rabu (13/11/2013).
Dengan produksi 400 juta ton, lanjut dia, Indonesia kini tercatat sebagai produsen batu bara terbesar ketiga di dunia. Sementara di posisi piuncak ditempati China 3,6 miliar ton dan Amerika Serikat 800 juta-1 miliar ton.
"Produksi China 3,6 miliar ton tapi semua dipakai di dalam negeri karena keburtuhannya besar sekali," kata Bob.
Dari total produksi tersebut, lanjut Bob, hanya 65 juta ton yang diserap domestik, sisanya diekspor ke sejumlah negara seperti China, India, Jepang, Hong Kong, Korea, Taiwan, Eropa dan Amerika Serikat.
"Kebanyakan diekspor karena daya serap domestik masih rendah," terang dia. (Pew/Ndw)