Rebut Inalum, RI Rancang Strategi Baru Hadapi NAA

Untuk menyelesaikan pengambilalihan Inalum, setidaknya tandatangan dari 4 kementerian harus keluar. Siapa saja?

oleh Septian Deny diperbarui 18 Nov 2013, 21:00 WIB
Diterbitkan 18 Nov 2013, 21:00 WIB
menperin-eselon130726b.jpg
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku masih harus menyusun strategi untuk kembali bernegosiasi dengan pihak PT Nippon Asahan Aluminium (NAA) terkait proses pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Namun pemerintah tetap menargetkan proses akusisi Inalum dapat selesai pada akhir November.

"Kami mau menyusun beberapa angka, membuat strategi jawaban yang harusnya dikirim besok, tetapi BPKP minta Kamis, (21 November). Tetapi harusnya dalam bulan ini (selesai)," ujarnya di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2013).

Hidayat menegaskan, belum selesainya proses pengambilalihan Inalum dikarenakan pemerintah tak ingin muncul masalah baru ketika perusahaan alumunium tersebut kembali menjadi milik Indonesia. Bahkan, pemerintah memastikan akan memverifikasi nilai kesepakatan pembelian Inalum dari hasil negosiasi dengan pihak Jepang.

Diingatkannya, proses pengambilalihan perusahaan memang membutuhkan waktu meski kesepakatan sudah dicapai kedua pihak. Terlebih, pihak Jepang membutuh waktu untuk melakukan perundingan internal.

Untuk mengesahkan proses akuisisi Inalum, pemerintah setidaknya harus mendapatkan pengesahan dari empet kementerian terkait yaitu Kementerian Keuangan, kementerian Perindustrian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. "Dia (NAA) juga minta waktu 3 hari untuk persetujuan stakeholder mereka," jelasnya.

Seperti diketahui, hasil perundingan yang digelar di Singapura beberapa waktu lalu menyepakati munculnya angka baru pembelian Inalum di harga US$ 556 juta dengan post audit yang dilakukan pihak Indonesia dan NAA dengan menunjuk auditor independen.

Pemerintah sendiri masih belum mau menyebutkan angka penawaran yang akan kembali diajukan sebelum muncul perkembangan terbaru dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Masalah angka, saya belum berani keluarkan sebelum BPKP mengeluarkan, Mudah-mudahan Kamis tidak beda nilainya. RUPS-nya nanti kalau sudah termination aggrement dan sudah dibayar baru RUPS," tandasnya.(Dny/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya