Potensi dan kekayaan sumber daya Indonesia sebetulnya cukup kuat membawa Indonesia bersaing di era perdagangan bebas ASEAN lewat program Asean Economic Community (AEC) 2015. Sayangnya, potensi yang dimiliki Indonesia itu belum dimanfaatkan optimal hingga saat ini.
Ketua Pembina ASEAN Competition Institute (ACI) Soy Martua Pardede mengatakan, potensi Indonesia terlihat dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah, pasar dalam negeri yang besar sebagai captive market, lokasi yang strategis dengan menjadi jalur pelayaran dan penerbangan yang cukup padat, serta menjadi negara anggota pusat pertumbuhan ASEAN, APECdan G20.
Namun daya saing komparatif tersebut belum mampu ditingkatkan menjadi daya saing kompetitif dengan berbagai alasan. Indonesia selama ini hanya memanfaatkan daya saing komparatif ini untuk urusan jangka pendek berupa pendapatan negara dan kebijakan industrialisasi yang tidak konsisten yang seharusnya dapat meningkatkan daya saing.
"Kebijakan moneter dan perbankan kita juga tidak mendukung pertumbuhan industri. Yang paling parah, kita terjebak dalam arus liberalisasi dan globalisasi," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Minggu (22/12/2013).
Meski dihantui berbagai persoalan tersebut, Soy menjelaskan, Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri melalui kebijakan hilirisasi dengan pemanfaatan produk unggulan berbasis agro, pertambangan dan kelautan. Selain itu, koreksi juga perlu dilakukan terhadap kebijakan yang menghambat seperti kebijakan moneter dan perbankan sehingga lebih pro para pertumbuhan industri dalam negeri.
"Kita juga harus mengintensifkan sosialisasi kebijakan persaingan termasuk hukum persaingan yang belaku sama untuk semua negara anggota ASEAN sehingga masyarakat lebih mengerti dan dapat bersiap mulai saat ini," lanjutnya. (Dny/Shd)
Baca Juga
Ketua Pembina ASEAN Competition Institute (ACI) Soy Martua Pardede mengatakan, potensi Indonesia terlihat dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah, pasar dalam negeri yang besar sebagai captive market, lokasi yang strategis dengan menjadi jalur pelayaran dan penerbangan yang cukup padat, serta menjadi negara anggota pusat pertumbuhan ASEAN, APECdan G20.
Namun daya saing komparatif tersebut belum mampu ditingkatkan menjadi daya saing kompetitif dengan berbagai alasan. Indonesia selama ini hanya memanfaatkan daya saing komparatif ini untuk urusan jangka pendek berupa pendapatan negara dan kebijakan industrialisasi yang tidak konsisten yang seharusnya dapat meningkatkan daya saing.
"Kebijakan moneter dan perbankan kita juga tidak mendukung pertumbuhan industri. Yang paling parah, kita terjebak dalam arus liberalisasi dan globalisasi," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Minggu (22/12/2013).
Meski dihantui berbagai persoalan tersebut, Soy menjelaskan, Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri melalui kebijakan hilirisasi dengan pemanfaatan produk unggulan berbasis agro, pertambangan dan kelautan. Selain itu, koreksi juga perlu dilakukan terhadap kebijakan yang menghambat seperti kebijakan moneter dan perbankan sehingga lebih pro para pertumbuhan industri dalam negeri.
"Kita juga harus mengintensifkan sosialisasi kebijakan persaingan termasuk hukum persaingan yang belaku sama untuk semua negara anggota ASEAN sehingga masyarakat lebih mengerti dan dapat bersiap mulai saat ini," lanjutnya. (Dny/Shd)
Baca Juga
Pekerja Indonesia Hanya Unggul Kuantitas, Bukan Kualitas
Mau Bersaing di ASEAN, RI Harus Stop Ribut-ribut Upah Buruh
Jelang Pasar Bebas Asean, RI Diimbau Fokus Manfaatkan Peluang
Advertisement