Harga Nikel Terus Naik Usai RI Stop Ekspor Mineral

Langkah kontroversial Indonesia melarang ekspor mineral mentah bakal terus mendorong kenaikan harga nikel dan bauksit di pasar internasional

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 15 Jan 2014, 12:10 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2014, 12:10 WIB
mineral-ekspor-140113c.jpg

Langkah kontroversial Indonesia yang melarang ekspor sejumlah komoditas tambang mineral mentah bakal terus mendorong lonjakan harga nikel dan bauksit di pasar internasional secara permanen. 

Hal itu terlihat dari naiknya harga nikel sebesar 6% sejak dua hari larangan ekspor itu diterapkan mulai 12 Januari 2014. Indonesia memproduksi 320 ribu ton nikel, atau sekitar 16% dari 2 juta ton produksi nikel dunia. Larangan ekspor mineral yang dilakukan bakal mengurangi pasokan nikel di pasar internasional.

"Untuk produsen nikel Australia, sulit bagi mereka untuk benar-benar membuka keran ekspor dengan cepat," jelas Analis tambang dari Fat Prophets, David Lennox seperti dikutip dari Australia Network News, Rabu (15/1/2014).

Tak hanya nikel, bauksit yang digunakan untuk memproduksi alumunium adalah target utama lainnya dari larangan tersebut.

China adalah importir utama kedua komoditas tersebut, memiliki kapasitas produksi baja terbesar, namun Lennox percaya China memiliki stok yang cukup besar untuk dua komoditas itu.

"Mereka (China) masih terus mengamati apa yang terjadi di Indonesia. Kemungkinan China akan mencoba bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk menjamin keberlangsungan industri pengolahan baja mereka," terang dia. 

Indonesia telah melarang ekspor sejumlah komoditas tambang mineral mentah dengan harapan dapat mendorong pembangunan industri pengolahan mineral.

Kebijakan kontroversial yang berlaku mulai 12 Januari 2014 itu telah menempatkan masa depan ratusan perusahaan tambang ke dalam risiko, dengan dampak terbesar yang akan dirasakan oleh penambang nikel dan bauksit.

Undang-undang (UU) yang dirilis pada 2009, tapi baru ditandatangani aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang diteken Presiden SBY pada akhir pekan lalu.

Namun sayangnya, lobi-lobi dari raksana tambang Amerika Serikat (AS) yaitu Freeport dan Newmont sanggup membuat kedua perusahaaan besar itu memperoleh izin untuk tetap mengekspor tembaga dan emas.

Sejumlah media di Indonesia melaporkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 30 ribu pekerja akibat pengurangan produksi oleh perusahaan tambang kecil. Sementara Asosiasi industri tambang berniat untuk mengajukan judicial review terhadap aturan itu. (Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya