Rupiah Lebih Perkasa Dibandingkan Ringgit Bikin Pembaca Kagum

Nilai tukar rupiah menguat meski diterpa isu pemangkasan lanjutan program bank sentral AS telah menyita perhatian pembaca Jumat pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Jan 2014, 22:33 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2014, 22:33 WIB
artikel-bisnis-140117c.jpg
Seiring perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran adanya pemangkasan lanjutan program bank sentral AS, The Federal Reserve. Hal ini pun berdampak terhadap nilai tukar mata uang Asia.

Kali ini nilai tukar rupiah menunjukkan keperkasaannya terhadap ringgit Malaysia. Peso Filipina dan Ringgit Malaysia melemah usai munculnya spekulasi pemangkasan lanjutan dana stimulus The Fed.

Rupiah naik tipis tujuh poin ke level 12.118 per dolar AS. Sedangkan Ringgit Malaysia turun 0,8% ke level 3.2961 per dolar AS. Nilai tukar peso tercatat melemah 0,9% dalam lima hari terakhir ke level 45.085 per dolar AS.

Artikel Kurs Rupiah Lebih Perkasa Dibandingkan Ringgit Malaysia telah mencuri perhatian pembaca Liputan6.com, pada Jumat (17/1/2014).
Selain itu, langkah menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan untuk mengatasi krisis energi di Pemerintah Provinsi Sumatra Utara juga telah menyita perhatian pembaca.

Artikel lainnya seperti larangan ekspor mineral mentah Indonesia menguntungkan Kanada juga diminati oleh pembaca. Puluhan artikel telah disajikan menjelang akhir pekan ini mulai kurs rupiah, harga emas, larangan ekspor, pemadaman listrik di Jakarta hingga harga sayuran meroket karena banjir.

Ingin tahu artikel mana saja yang paling menyita perhatian pembaca, berikut ulasannya:

1. Kurs Rupiah Lebih Perkasa dibandingkan Ringgit Malaysia

Nilai tukar sejumlah mata uang Asia kembali tertekan setelah perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran adanya pemangkasan lanjutan programn stimulus The Federal Reserves. Isu pemangkasan stimulus AS berulang kali menggoyang pasar keuangan negara berkembang.

Namun sentimen itu tak berlaku untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Rupiah naik tipis tujuh poin ke level 12.118 per dolar AS. Meski demikian, pergerakan rupiah fluktuaktif cukup tinggi. Sementara itu, nilai tukar peso melemah 0,9% dalam lima hari terakhir ke level 45.085 per dolar AS. Ringgit Malaysia turun 0,8% ke level 3.2961 per dolar AS.

2. Dahlan Iskan Jadi `Pahlawan` Saat Posisi Sumut Tercekik?

Pemerintah provinsi Sumatra Utara (Pemprov Sumut) mengakui bahwa wilayahnya telah mengalami defisit energi. Kondisi krisis ini semakin menempatkan Sumut dalam posisi tercekik hingga mengundang banjir komplain dari para investor.

Dengan motivasi dari pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan, kalau krisis Sumatra Utara akan berakhir membuat pemerintah provinsi Sumatra Utara mencari jalan keluar untuk mengatasi defisit energi itu.

3. Larangan Ekspor Mineral RI Menguntungkan Kanada

Larangan ekspor mineral mentah Indonesia tak hanya berdampak merugikan bagi negara lain. Buktinya, aturan ini berpotensi meremajakan kembali industri nikel Kanada yang kini menderita akibat harga-harga logam yang kian merosot.

Larangan yang mulai berlaku pada Minggu (12/1/2014) tersebut telah mendongkrak naik harga nikel akibat muncul kekhawatiran akan adanya kelangkaan logam yang berfungsi sebagai bahan baku baja stainless itu.

4. Daftar 27 Maskapai Penghuni Lama Bandara Halim Perdanakusuma

Bandara Halim Perdanakusuma resmi beroperasi untuk penerbangan komersial pada Jumat (10/1/2014) lalu. Sebanyak 4 maskapai penerbangan secara bertahap akan memulai operasional mereka di bandara ini.

Akan tetapi sebelum ada penerbangan komersial, Bandara Halim dulu hanya diperuntukkan bagi penerbangan pribadi dan militer milik TNI Angkatan Udara (AU). Berdasarkan data dari PT Angkasa Pura II, ada sekitar 27 daftar perusahaan yang lebih dulu menghuni Bandara Halim Perdanakusuma.

5. Salip Arab Saudi, AS Jadi Produsen Minyak Terbesar Dunia

Perusahaan minyak dan gas (migas) asal Inggris BP,  baru saja merilis BP Energy Outlook 2035. Dalam laporannya, BP memperkirakan minyak menjadi bahan bakar utama dengan pertumbuhan terlambat hingga 2035.

Meski pertumbuhannya melambat, permintaan minyak masih akan tumbuh hampir 19 juta barel per hari (bph) pada 2035 dibanding 2012.
Pertumbuhan pasokan minyak dan cairan lain (termasuk biofuel) untuk 2035 diproduksi oleh Amerika dan Timur Tengah.

Lebih dari setengah dari pertumbuhan akan berasal dari sumber-sumber non negara pengekspor minyak (OPEC), dan meningkatnya produksi tight oil dari AS, pasir minyak Kanada, laut dalam Brasil dan biofuel akan cukup untuk mengimbangi penurunan lapangan minyak tua (mature) di tempat lain.

Peningkatan produksi dari sumber daya tight oil yang baru ini diharapkan dapat mendorong AS menyalip Arab Saudi untuk menjadi produsen minyak terbesar di dunia pada tahun 2014. (Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya