Liputan6.com, Jakarta- Ada dua skenario diprediksi akan menjadi puncak kasus corona covid-19 di Indonesia. Hal itu diungkap Peneliti dan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor Amin Soebandrio.
Amin mengatakan, skenario pertama adalah puncak kasus Corona COVID-19 di Indonesia bisa terjadi pada bulan Mei. Hal ini bisa terjadi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak dipatuhi masyarakat.
Kepada Health Liputan6.com lewat sambungan telepon pada Kamis (16/4/2020), menurut Amin, angka saat puncak kasus corona covid-19 bulan Mei bisa mencapai lebih dari 10 ribu kejadian dan menurun selama dua sampai tiga minggu.
Advertisement
"Itu (puncak kasus) bisa terjadi kalau PSBB ini tidak dipatuhi dengan baik. Tidak cuma PSBB saja, PSBB dan kawan-kawannya, artinya peran masyarakat, partisipasi masyarakat kurang besar," kata Amin.
Konsekuensi Khusus
Jika kondisi ini terjadi, kata Amin, akan menimbulkan konsekuensi khusus, yang tidak kalah rumitnya. Yaitu soal kesiapan tenaga medis merawat pasien-pasien ini.
"Peningkatannya akan cukup tajam sampai kurvanya tinggi, tapi itu punya konsekuensi. Dengan jumlah kasusnya tinggi, otomatis jumlah yang memerlukan perawatan juga tinggi kan. Katakanlah 20 persen dari 15 ribu, itu kan cukup banyak," jelasnya.
Advertisement
Skenario Kedua
Sementara itu, skenario kedua adalah jumlah kasus COVID-19 di Indonesia secara total kemungkinan sama, hanya saja tersebar di rentang waktu yang lebih panjang.
"Artinya puncaknya itu akan tercapai agak mundur, tetapi tidak terlalu tinggi. Mungkin 10 ribuan atau di bawah 10 ribu barangkali," kata Amin.
"Tidak di bulan Mei, setelah itu, tetapi jumlahnya tidak terlalu tinggi di bawah 10 ribu, tetapi berakhirnya itu agak landai. Jadi kurvanya, kurva landai bukan lancip."
Amin mengatakan, apabila skenario kedua yang terjadi, maka orang yang membutuhkan perawatan lebih terkendali dan tidak terlalu tinggi meski waktu kejadian akan lebih panjang. Di sini, beban fasilitas pelayanan kesehatan dinilai lebih ringan.
Tes Polymerase Chain Reaction (PCR)
Menurut Amin, dengan ditargetkannya tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang hingga 10 ribu per hari, ini juga bisa meningkatkan kecepatan penanganannya agar bisa dilakukan lebih baik.
"Sehingga penularannya diharapkan tidak lebih luas, kalau kita tahu siapa yang kontrol. Sekarang kan banyak yang OTG (orang tanpa gejala) tapi dia karena tidak tahu tetap berkeliaran ke sana kemarin. Jadi kalau itu bisa dikendalikan, kita harapkan sih model kurva yang kedua. Walaupun lebih panjang tapi bebannya lebih ringan."
Advertisement
Akhir Covid-19 di Indonesia
Di sini, Amin mengatakan apabila merujuk pada skenario kedua dan melihat situasi di negara lain, maka kasus COVID-19 di Indonesia bisa benar-benar selesai menjelang akhir tahun.
"Puncaknya sekitar bulan Juni kali ya, nah dari April sampai Juni itu tiga bulan katakanlah. Maka kesananya juga dua atau tiga bulan lagi sampai selesai. Jadi kalau diperkirakan akhir Juni puncaknya, berarti Juli, Agustus, September. Ada beberapa yang memprediksi selesai total itu September."
Prediksi diperhitungkan dengan situasi belum adanya vaksin atau pengobatan yang spesifik untuk COVID-19. Amin mengatakan, jika suatu saat ada intervensi pengobatan yang ditemukan, maka diharapkan jumlah kasus pasien yang dirawat di rumah sakit akan berkurang.