"Gigiii... Gigiii... venire qui."
Terdengar panggilan suara seorang wanita memanggil-manggil dari ruangan dapur. Panggilan itu tak bersambut. Bahkan bocah laki-laki berumur 10 tahun itu tak beringsut sama sekali dari tempat duduknya di depan televisi.
Perhatiannya tertuju pada aksi seorang kiper berkulit legam asal Kamerun Thomas N'Kono. Aksi N'Kono amat memukau dan menarik hatinya. Terutama ketika Kamerun berhasil menaklukkan tim tangguh Argentina 1-0. Aksi N'Kono yang amat trengginas menjaga gawangnya benar-benar membuatnya ingin seperti dia.
"Kelak, aku ingin jadi kiper hebat seperti dia," gumamnya.
Ketika itu seluruh mata dunia memang sedang tertuju ke Italia. Ada pesta sepakbola sejagad yang sedang digelar di Negeri Pizza itu, Juni hingga Juli 1990 silam. Demam sepakbola terasa melanda Italia. Tak hanya para pria dewasa, tapi juga anak-anak.
Pesta sepakbola pun akhirnya usai. Jerman Barat tampil sebagai juara. Sementara Argentina berada di posisi runner up, disusul Italia bertengger di urutan ketiga dan Inggis di tempat keempat. Kala itu, Italia hanya menyisakan Salvatore Schilllaci sebagai pemain terbaik sekaligus topskorer dengan raihan 6 gol. Â
Sang waktu terus bergulir. Buffon serius mau bermain sepakbola dan akhirnya memilih masuk Parma. Bocah bertubuh kurus tinggi itu mulanya memilih posisi sebagai striker. Setiap berlatih dan bermain, posisi penyerang itulah yang menjadi pilihannya. Namun entah kenapa, suatu ketika dirinya diminta untuk menjadi penjaga gawang. Penampilannya sebagai kiper terbilang bagus. Sejak itulah, berulang kali Buffon dipasang sebagai kiper.
"Saya terinspirasi N'Kono. Saya dulu striker sampai umur 13 tahun. Hingga suatu hari saya diminta untuk mengawal gawang dan beruntung, ketika itu tampil bagus," ucap Gianluigi Buffon suatu ketika dalam sebuah sesi wawancara.
Kebablasan Jadi Kiper
Posisi jadi kiper ternyata jadi keterusan. Sang pelatih melihat bakatnya itu. Kejelian pelatih melihat potensi Buffon membuat kiper belia ini promosi dari tim junior Parma.
Umurnya waktu itu masih 17 tahun. Remaja kelahiran Carrara, Italia, 28 Januari 1978 itu masih ingat benar, 19 November 1995 dirinya melakoni debut di Liga Serie A. Aksi gemilangnya mampu membantu Parma menahan imbang raksasa Italia yang juga juara bertahan AC Milan tanpa gol. Luar biasa!
Di musim debutnya itu, Buffon sempat bermain 9 kali. Tapi Buffon yang akrab dipanggil Gigi itu tak memerlukan waktu lama, untuk menduduki posisi sebagai kiper utama Parma menggeser kiper pertama Luca Bucci.
Berjodoh dengan Juventus
Sepanjang musim kedua 1996-1997 ini, Buffon hanya kebobolan 17 gol dari 27 penampilannya. Sejak itulah, Buffon menjadi pilihan pertama untuk menjaga gawang Parma. Paling tidak, Buffon telah bermain di 200 laga membela Parma. Prestasi ini langsung membuat klub-klub besar Eropa tergiur.
Buffon memilih Turin. Di tahun 2001, Buffon menjadi kiper dengan bayaran tertinggi dengan nilai transfer 51 juta Euro. Bahkan dirinya menjadi kiper dengan bayaran tertinggi sejagad pada waktu itu. Hatinya mantap untuk Juventus. Â
Setelah mendapat kiper belia, Juventus menjual Edwin van der Saar ke Fulham yang sering dinilai membuat blunder. Di Turin inilah Buffon meraih masa kejayaannya.
Pada musim perdananya, Buffon tampil 45 kali membela Juve di berbagai ajang bergengsi. Tapi yang paling mengesankan ketika berhasil meraih scudetto untuk pertamakalinya. Di 34 laga bersama Juve di laga Serie A, Buffon kemasukan 22 gol.
Buffon mengaku sangat senang ketika berada di bawah asuhan pelatih Marcello Lippi. Ketika itu di hampir setiap penampilannya selalu disegani lawan-lawannya, tak hanya di liga Serie A tapi juga di ajang laga Eropa.
Buffon dalam suatu obrolan mengakui, dirinya sempat merasa kecewa ketika 2003 silam tak mampu mempersembahkan trofi juara Liga Champions. Kala itu, Juve takluk di laga adu penalti melawan musuh bebuyutannya AC Milan. Kekecewaan Buffon itu bisa dimengerti, karena waktu itu dirinya sempat menggagalkan 2 eksekusi lawannya. Juve pun akhirnya kalah 2-3.
Di sisi lain, meski kecewa karena gagal membawa gelar juara Liga Champions, namun dirinya terpilih sebagai pemain terbaik Liga Champions musim 2002-2003. Rekor pun terukir, dialah kiper pertama dan satu-satunya yang pernah terpilih sebagai UEFA Club Footballer of the Year.
Bagaimana cerita sepakterjang Gianluigi Buffon selama di Juve? Bagaimana cerita cintanya? Ikuti terus Kisah Buffon: Karier dan Cinta selanjutnya. (Vin)
Terdengar panggilan suara seorang wanita memanggil-manggil dari ruangan dapur. Panggilan itu tak bersambut. Bahkan bocah laki-laki berumur 10 tahun itu tak beringsut sama sekali dari tempat duduknya di depan televisi.
Perhatiannya tertuju pada aksi seorang kiper berkulit legam asal Kamerun Thomas N'Kono. Aksi N'Kono amat memukau dan menarik hatinya. Terutama ketika Kamerun berhasil menaklukkan tim tangguh Argentina 1-0. Aksi N'Kono yang amat trengginas menjaga gawangnya benar-benar membuatnya ingin seperti dia.
"Kelak, aku ingin jadi kiper hebat seperti dia," gumamnya.
Ketika itu seluruh mata dunia memang sedang tertuju ke Italia. Ada pesta sepakbola sejagad yang sedang digelar di Negeri Pizza itu, Juni hingga Juli 1990 silam. Demam sepakbola terasa melanda Italia. Tak hanya para pria dewasa, tapi juga anak-anak.
Pesta sepakbola pun akhirnya usai. Jerman Barat tampil sebagai juara. Sementara Argentina berada di posisi runner up, disusul Italia bertengger di urutan ketiga dan Inggis di tempat keempat. Kala itu, Italia hanya menyisakan Salvatore Schilllaci sebagai pemain terbaik sekaligus topskorer dengan raihan 6 gol. Â
Sang waktu terus bergulir. Buffon serius mau bermain sepakbola dan akhirnya memilih masuk Parma. Bocah bertubuh kurus tinggi itu mulanya memilih posisi sebagai striker. Setiap berlatih dan bermain, posisi penyerang itulah yang menjadi pilihannya. Namun entah kenapa, suatu ketika dirinya diminta untuk menjadi penjaga gawang. Penampilannya sebagai kiper terbilang bagus. Sejak itulah, berulang kali Buffon dipasang sebagai kiper.
"Saya terinspirasi N'Kono. Saya dulu striker sampai umur 13 tahun. Hingga suatu hari saya diminta untuk mengawal gawang dan beruntung, ketika itu tampil bagus," ucap Gianluigi Buffon suatu ketika dalam sebuah sesi wawancara.
Kebablasan Jadi Kiper
Posisi jadi kiper ternyata jadi keterusan. Sang pelatih melihat bakatnya itu. Kejelian pelatih melihat potensi Buffon membuat kiper belia ini promosi dari tim junior Parma.
Umurnya waktu itu masih 17 tahun. Remaja kelahiran Carrara, Italia, 28 Januari 1978 itu masih ingat benar, 19 November 1995 dirinya melakoni debut di Liga Serie A. Aksi gemilangnya mampu membantu Parma menahan imbang raksasa Italia yang juga juara bertahan AC Milan tanpa gol. Luar biasa!
Di musim debutnya itu, Buffon sempat bermain 9 kali. Tapi Buffon yang akrab dipanggil Gigi itu tak memerlukan waktu lama, untuk menduduki posisi sebagai kiper utama Parma menggeser kiper pertama Luca Bucci.
Berjodoh dengan Juventus
Sepanjang musim kedua 1996-1997 ini, Buffon hanya kebobolan 17 gol dari 27 penampilannya. Sejak itulah, Buffon menjadi pilihan pertama untuk menjaga gawang Parma. Paling tidak, Buffon telah bermain di 200 laga membela Parma. Prestasi ini langsung membuat klub-klub besar Eropa tergiur.
Buffon memilih Turin. Di tahun 2001, Buffon menjadi kiper dengan bayaran tertinggi dengan nilai transfer 51 juta Euro. Bahkan dirinya menjadi kiper dengan bayaran tertinggi sejagad pada waktu itu. Hatinya mantap untuk Juventus. Â
Setelah mendapat kiper belia, Juventus menjual Edwin van der Saar ke Fulham yang sering dinilai membuat blunder. Di Turin inilah Buffon meraih masa kejayaannya.
Pada musim perdananya, Buffon tampil 45 kali membela Juve di berbagai ajang bergengsi. Tapi yang paling mengesankan ketika berhasil meraih scudetto untuk pertamakalinya. Di 34 laga bersama Juve di laga Serie A, Buffon kemasukan 22 gol.
Buffon mengaku sangat senang ketika berada di bawah asuhan pelatih Marcello Lippi. Ketika itu di hampir setiap penampilannya selalu disegani lawan-lawannya, tak hanya di liga Serie A tapi juga di ajang laga Eropa.
Buffon dalam suatu obrolan mengakui, dirinya sempat merasa kecewa ketika 2003 silam tak mampu mempersembahkan trofi juara Liga Champions. Kala itu, Juve takluk di laga adu penalti melawan musuh bebuyutannya AC Milan. Kekecewaan Buffon itu bisa dimengerti, karena waktu itu dirinya sempat menggagalkan 2 eksekusi lawannya. Juve pun akhirnya kalah 2-3.
Di sisi lain, meski kecewa karena gagal membawa gelar juara Liga Champions, namun dirinya terpilih sebagai pemain terbaik Liga Champions musim 2002-2003. Rekor pun terukir, dialah kiper pertama dan satu-satunya yang pernah terpilih sebagai UEFA Club Footballer of the Year.
Bagaimana cerita sepakterjang Gianluigi Buffon selama di Juve? Bagaimana cerita cintanya? Ikuti terus Kisah Buffon: Karier dan Cinta selanjutnya. (Vin)