Liputan6.com, Jakarta- Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu lembaga negara yang dilanda kabar hoaks, bank sentral Indonesia tersebut pun beberapakali telah menepis kabar hoaks tersebut.
Masyarkat pun diminata agar tidak mudah percaya terhadapat informasi yang beredar dari sumber yang tidak kredibel.
Baca Juga
Cek Fakta Liputan6.com telah menelusuri sejumlah informasi terkait BI, hasilnya informasi tersebut hoaks.
Advertisement
Berikut informasi hoaks seputar BI hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com:
1. BI Cetak Uang Rp 300 Triliun karena Kondisi Keuangan Negara Kritis
Cek Fakta Liputan6.com mendapati informasi Bank Indonesia (BI) akan mencetak uang Rp 300 triliun karena kondisi keuangan negara sedang kritis.
Informasi BI akan mencetak uang Rp 300 triliun karena kondisi keuangan negara sedang kritis diunggah akun Facebook Satria Ahmad, pada 20 Januari 2021.
Unggahan tersebut berupa tautan artikel berjudul "BI Cetak Uang Rp 300 Triliun" yang dimuat situs fnn.co.id.
Unggahan tersebut diberi keterangan sebagai berikut:
"*NAH, SDH KITA PREDIKSI 4-6 BULAN LALU. AKHIRNYA BOBOL JUGA, GAK KUAT NAHAN KESULITAN KEUANGAN. CARI HUTANGAN SUDAH MULAI SUSAH. NEGARA2, PIHAK KETIGA MULAI TIDAK PERCAYA. DANA MASYARAKAT BANYAK YG SDH DITARIK DR BANK. APA LAGI, SELAIN CETAK UANG ?! SIAP2 RESESI & INFLASI BESAR2 AN ! HINDARI RIBA & RESIKO : RESESI, INFLASI, MANIPULASI ! ANTISIPASI SEGERA : AMBIL ALIH KELOLA SIMPANAN & KAS MASJID/ORGANISASI UTK DIRI KITA, KELUARGA & UMMAT YG MANFAAT & PRODUKTIF : BERDAGANG, BERTANI, BETERNAK, EMAS/DINAR, PERAK/DIRHAM, WAKAF, INFAQ, ZAKAT, SHODAQOH**BI Cetak Uang Rp 300 Triliun*"
Berikut isi artikel tersebut:
"INI kabar menarik dan teranyar dari Bank Indonesia (BI). Bank sentral yang berkantor pusat di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat itu dikabarkan akan segera mencetak uang kartal Rp 100 triliun sampai Rp 300 triliun. Tentu, BI mengordernya ke Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia). Langkah tersebut harus diambil karena keadaan darurat keuangan negara yang semakin kritis.
Keadaan terpaksa, itulah yang diambil oleh otoritas moneter nanti. Sebab, jika tidak buru-buru mencetak uang, dalam beberapa bulan ke depan tidak ada lagi dana untuk membayar gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri.
Apa betul sudah mulai tidak ada uang negara? Bisa benar, jika melihat kejadian terlambatnya pembayaran gaji ASN di beberapa daerah, pada Januari 2021.
Biasanya ASN, sudah menerima gaji tanggal 1, tapi bulan ini ada yang mundur sampai tanggal 8. Ini dialami ASN di DKI Jakarta dan Banten, misalnya. Terlambat, karena alasan ada perbaikan sistem.
Kok perbaikan sistem di DKI Jakarta dan Banten bisa kompak. Jangan-jangan daerah lain juga sama sehingga gaji ASN terlambat. Bahkan, info yang diperoleh, gaji TNI juga terlambat. Bisa jadi perbaikan sistem secara bersamaan itu benar dalam arti, dari yang biasanya ada uang menjadi tidak ada. Makanya, terlambat bayar.
Rencana mencetak uang antara Rp 100 triliun sampai Rp 300 triliun kelihatannya tidak main-main. Berdasarkan kabar yang diperoleh, Gubernur BI Perry Warjiyo sudah membahas rencana tersebut dengan pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari Kemenkeu kabarnya baru diwakili pejabat setingkat Eselon I. Sedangkan dari OJK juga belum diikuti oleh ketuanya. Bisa jadi, karena ini pembicaraan awal, Menteri Keuangan dan Ketua OJK masih mengutus wakil. Akan tetapi, dalam pertemuan tersebut, Perry sebagai tuan rumah alias pengundang menggambarkan situasi keuangan negara yang semakin kritis.
Sebab, dari sisi penerimaan pajak tahun 2021 ini sangat jauh dari harapan. Hal ini berkaca pada pengalaman penerimaan pajak tahun 2020 yang juga tidak sesuai target. Selain penerimaan pajak yang seret, investasi juga tidak mencapai target, sementara penerimaan negara juga meleset dari target. Padahal, pengeluaran pemerintah semakin besar.
Mengharapkan utang atau pinjaman juga semakin sulit. Sebab, semua negara lebih fokus pada pemulihan ekonomi masing-masing. Semua tahu, pinjaman bilateral, multilateral dan institusi keuangan global cukup ketat. Penerbitan SBN atau Surat Berharga Negara mulai jenuh, sehingga satu-satunya jalan sebagai solusi penambal APBN adalah mencetak uang.
Jika mencetak uang sampai Rp 300 triliun merupakan alternatif yang diambil, itu sangat berisiko. Sebab, mencetak uang di luar batas-batas yang telah ditetapkan oleh undang-undang, jelas mengundang berbagai dampak dan masalah.
Dampak paling jelas dan mengerikan adalah inflasi akan naik tidak karu-karuan. Inflasi bisa terbang meroket. Ingat, tahun 1998, inflasi mencapai 77,63 akibat kerusuhan yang terjadi di berbagai kota di tanah air, saat berakhirnya era Orde Baru.
Saat itu tidak ada cetak uang kartal. Yang ada justru penjarahan uang negara oleh 48 bank melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebanyak Rp 144,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp 138 triliun atau 95 persen berpotensi dikorupsi atau diselewengkan.
Jika BI pada akhirnya mencetak uang kartal sampai angka Rp 300 triliun atau bisa jadi lebih besar dari itu, selain memicu inflasi jelas merembet ke lainnya, terutama daya beli masyarakat yang semakin tertekan, karena harga terus membubung/melambung. Ditambah lagi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin terpuruk.
Jika ekspor berjalan bagus, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS itu tentu bagus. Akan tetapi, ekspor Indonesia, terutama yang dihasilkan petani masih jalan di tempat.
Mencetak uang kartal dengan maksud pemulihan ekonomi bukanlah sebuah jalan keluar yang tepat. Apalagi, ketika awal Mei 2020 yang lalu, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak mentah-mentah usulan DPR agar mencetak uang kartal Rp 600 triliun untuk penanganan pandemi Covid-19. Apakah penolakan itu merupakan bentuk sikap dari BI dan pemerintah yang tidak mau didikte oleh DPR?
Semua masih menunggu jawaban. Mencetak uang kartal dalam jumlah ratusan triliun rupiah, bukan merupakan praktik kebijakan yang lazim dan prudent dilakukan oleh sebuah bank sentral. Dengan catatan, kecuali kepepet dan mendapatkan tekanan dari penguasa.
Ini ibarat pepatah buah simalakama. “Dimakan mati ayah, tidak dimakan mati ibu.” Cetak uang membuat daya beli masyarakat terpukul, tidak mencetak lebih terpukul lagi. **"
Benarkah BI akan mencetak uang Rp 300 triliun karena kondisi keuangan negara sedang kritis?
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, informasi BI akan cetak uang Rp 300 triliun karena kondisi keuangan negara sedang kritis tidak benar.
BI dan Kementerian Keuangan telah membantah informasi tersebut, saat ini kondisi keuangan negara dalam keadaan terjaga dan aman.
2. Bank Indonesia Bagi Hadiah Langsung Transfer ke Rekening Pribadi
Beredar melalui pesan berantai kabar Bank Indonesia mentransfer uang sebagai hadiah melalui rekening pribadi. Pesan berantai tersebut ramai dibagikan belakangan ini.
Dalam pesan berantai tersebut tertulis bahwa penerima pesan akan mendapat hadiah sebesar ratusan juta rupiah. Namun penerima pesan harus mentransfer sejumlah uang terlebih dahulu sebagai syarat.
Pesan berantai itu menyebutkan uang transfer tersebut merupakan ketentuan dari Bank Indonesia dan OJK. Bahkan pesan itu disertai ancaman proses pencairan dana tidak jadi jika syarat tidak dipenuhi.
Lalu benarkah Bank Indonesia sedang mengadakan program bagi-bagi hadiah dan mentransfer uang ke rekening pribadi?
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, pesan berantai yang menyebut Bank Indonesia sedang mengadakan program bagi-bagi hadiah dan langsung mentransfer ke rekening pribadi adalah hoaks.
3. Bank Indonesia Luncurkan Uang Koin Perak Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun RI
Beredar di Facebook postingan yang menjual uang perak edisi Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia (UPK 75 Tahun RI). Postingan tersebut ramai dibagikan sejak bulan lalu.
Salah satu yang mempostingnya adalah Oome Ewi. Dia mengunggahnya pada 22 September 2020.
Dalam postingannya ia menyertakan foto uang koin perak dengan dibungkus lambang UPK RI. Selain itu postingan tersebut juga disertai narasi:
"Selamat malam, Koin perak 1 Dirham berat 2,975 gram, peringatan kemerdekaan 75 th Indonesia merdeka
Bangga buatan Indonesia, Minat Silahkan PM"
Lalu benarkah BI mengeluarkan koin perak sebagai salah satu edisi UPK 75 Tahun RI?
Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, unggah yang menyebut Bank Indonesia meluncurkan uang koin perak edisi UPK 75 Tahun RI adalah hoaks.
Simak Video Berikut
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Advertisement