BRIN Imbau Masyarakat Tak Terpengaruh Hoaks dan Ramalan Gempa

Belum ada satu pun metode yang bisa memprediksi kapan waktu tepat terjadinya suatu gempa.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 31 Des 2021, 07:00 WIB
Diterbitkan 31 Des 2021, 07:00 WIB
Ilustrasi Gempa (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Ilustrasi Gempa (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar gempa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Danny Hilman Natawidjaja mengimbau, masyarakat untuk tidak percaya dengan hoaks dan ramalan gempa.

"Jangan lagi terpengaruh dengan isu hoaks tentang ancaman gempa, tsunami dan gunung api, kita sampai saat ini belum bisa prediksi, jadi kalau ada prediksi siapa pun yang bilang, sudah bisa dipastikan itu hoaks," kata Danny dikutip dari Antara, Kamis (30/12/2021).

Danny menuturkan, di seluruh dunia, belum ada satu pun metode yang bisa memprediksi kapan waktu tepat terjadinya suatu gempa.

"Kalau di masyarakat ada beredar ramalan tentang ada gempa besar tahun baru lah, dua hari lagi lah, seminggu lagi lah, itu bisa kami pastikan itu hoaks," ucap Danny.

Menurut Danny, yang bisa dilakukan untuk mitigasi gempa adalah mempelajari lokasi sumber gempa atau jalur sesar, besar magnitudo gempanya, dan risiko efeknya.

"Dari data ini, itu yang bisa kita mitigasi kita minimalisir kerusakannya tanpa harus tahu kapan akan terjadi gempa," tuturnya.

Sementara untuk mitigasi tsunami, peta tsunami harus dipetakan dengan sebaik-baiknya mulai dengan skala nasional, skala regional sampai skala detail.

"Setelah kita punya peta tsunami yang baik, baru kita bisa mitigasi dengan tepat juga," tuturnya.

Danny mengatakan, perlu membuat zona bahaya tsunami dengan sebaik-baiknya dan sedapat mungkin menghindari zona tersebut.

"Kalau tidak bisa (menghindari) maka setiap orang bertanggung jawab untuk paham cara dan juga tahu jalur evakuasinya," ujarnya.

Selain membuat peta tsunami, tindakan mitigasi lainnya yakni merencanakan tata ruang yang aman tsunami, membuat jalur evakuasi dan rencana darurat, melakukan pendidikan dan latihan masyarakat, serta dibantu dengan sistem peringatan dini tsunami atau tsunami early warning system (TEWS)

"TEWS jangan dijadikan tumpuan karena ini sebetulnya alat bantu saja bukan satu-satunya tindakan mitigasi bencana," kata Danny.

Danny menuturkan, ke depan TEWS yang ada harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan konsep yang lebih terbaru.

"Tapi yang lebih penting dalam mitigasi bencana adalah jangan abaikan riset dan pendidikan, dan tindakan mitigasi yang lebih menyeluruh jangan hanya fokus ke TEWS," ujarnya.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya